Bab 3

1.2K 212 28
                                    

Sinar matahari hangat menyentuh kulitnya. Suara gemeresik daun juga suara bunyi serangga musim panas membuat senyum Naruto mengembang. Semua terlihat sempurna di matanya.

Dia duduk di bawah bayang pohon oak, menatap sang kekasih yang sibuk mengejar kupu-kupu dengan sekeranjang bunga.

Summer breze, begitu menenangkan hati. Perlahan mata Naruto mengatup, menghirup dalam-dalam sensasi musim panas yang selalu berhasil memikatnya. Seperti perempuan berambut keemasan di depan sana, ia pun jatuh cinta pada musim panas di Woodlands.

Perasaan familier membanjiri dirinya. Naruto membuka netra sewarna cakrawala di atas sana. Penciumannya membaui rumput yang ia pijak. Sementara penglihatannya makin dimanjakan oleh semilir angin yang telah menerbangkan dandelion liar, tampak seperti salju di musim panas.

Ia tahu jika tak ada yang lebih indah dari padang bunga Woodlands di musim panas. Bahkan tangannya yang menghalau matahari terangkat ke udara, seolah menutupi wajah dari cahaya yang lebih terang ketika ia beranjak dari tempat duduknya.

Kebahagiaan itu membuncah, membanjiri dunianya dengan indah seperti lelehan gelato di musim panas yang ia impikan bersama sang kekasih.

Shion tampak cantik tanpa gaun mahal sudah membuktikan bahwa cinta ternyata memang tidak terikat logika. Bibir perempuan itu menggembung, bersiap untuk meniup setangkai dandelion liar. Membuat Naruto benar-benar gemas ingin menciumnya.

Ah, bagaimana mungkin ia merasa dadanya begitu penuh akan perasaan bahagia, hanya dengan membayangkan hal yang bisa membuatnya begitu malu? Naruto berdeham ketika matanya melihat pergerakan Shion yang mulai berlari menjauh dari tempat ia berdiri sekarang.

"Hei ...." Naruto tak ingin kehilangan jejak kebahagiaanya.

Kakinya dengan cepat melangkah. Tawa Shion terdengar seperti lonceng kecil. Menggema di dalam hati, mengundang untuk mendekat. Memangkas jarak di mana sang kekasih terasa dekat dari jangkauan tangannya. Naruto meraih pundak gadis itu, membaliknya demi ingin melihat wajah bahagia Shion.

Namun, bukan raut muka bahagia, juga tatapan penuh pemujaan yang diterimanya.

Wajah sang kekasih menyiratkan kesakitan serta kekecewaan. Irisnya yang berwarna keungunan kehilangan cahaya. Perasaan sedih dan kilat penderitaan membuat Naruto ingin meraih sang pujaan dalam dekapannya. Namun, air mata darah dari mata indah itu membekukan geraknya sebelum ia sempat meraih.

Jarak mereka hanya selangkah, tapi terasa begitu jauh. Seolah tubuh Shion tersedot ke belakang, dan api merembet membakar tubuhnya. Menjilat tanpa ampun. Menyisakan tangannya yang menggapai-gapai Naruto tanpa daya.

"Tolong ... tolong aku ...." Shion mengiba, tubuh ringkihnya makin terbakar. Api biru itu melalap tubuhnya tanpa belas kasih, meski Shion sudah terkapar di tanah.

Naruto ingin berteriak, tapi mulutnya tak berfungsi. Ia ingin bergerak, berlari menyongsong sang kekasih. Membantunya memadamkan kobaran itu, tapi tubuhnya tak bisa digerakkan. Rasa sakit mengoyak jantung. Mengirimkan irisan sakit di hatinya ketika Shion menatap penuh tanya;
"Kenapa?" katanya dengan kecewa, "kenapa kau diam Naruto?" mata Shion menyerangnya dengan sebuah raut yang memperlihatkan rasa sakit tak tertahan.

Naruto bersumpah! Ia ingin berteriak sekencangnya, dan meredakan api yang kian melalap Shion. Namun bagai terkena mantra, ia bahkan tak bisa melakukan apa-apa. Tubuhnya kehilangan fungsi motorik.

Shion di sana. Mengerang dengan sisa tenaga yang menggambarkan rasa sakit yang bahkan tak kan bisa diterima oleh pikiran terliar Naruto. Air mata Naruto mengikuti gravitasi, dadanya terasa ditusuk melihat kekasihnya perlahan terenggut nyawanya di depan mata.

The Tale of NorthwindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang