Tetesan air memecah keheningan. Menetes secara bergantian melalui lubang kecil di bagian atap.
Naruto hampir membuka suara ketika guntur membelah langit, menciptakan kilatan mengerikan di balik gelapnya malam. Memantulkan wajah sang Penasihat Kerajaan yang meringkuk di sampingnya. Mengabaikan fakta bahwa beberapa puluh menit lalu, perempuan itu menyelamatkan nyawanya.
Laki-laki tersebut tidak tahu bagaimana mereka bisa berakhir seperti ini. Semua di luar kendali ketika dalam pelarian, langit meneteskan peluh; menghujani tubuh mereka. Mengamuk, melemparkan kilat, dan seolah belum cukup, angin menerjang hingga memaksa keduanya untuk menepi.
Rasa terkejut Naruto belum hilang ketika lagi-lagi dia harus berada dalam posisi seperti ini. Saling berimpitan dengan masing-masing pundak yang menempel erat.
Naruto beranjak. Dia harus keluar dari situasi ini, mencari penginapan untuk bermalam. Namun, baru dia bergeser sejauh lima inci, niatnya terpatahkan lagi oleh gemuruh di atas sana.
"Badai di Northeast datang secara mendadak. Jika Anda ingin keluar, setidaknya tunggu sampai mereda." Ujar Hinata pelan. "My Majesty ...."
Perempuan itu tidak ada niat apa pun. Suaranya melirih, tetapi di telinga Naruto, kalimat barusan seperti singgungan.
"Bagaimana bisa kau berada di sini?"
Hinata menoleh hanya untuk mempertemukan matanya dengan sepasang samudra kelam. Menyorot dingin di bawah kegelapan.
"Saya hanya kebetulan berada di Northeast, dan secara tidak sengaja menemukan Anda sedang kesulitan." Jawab Hinata tenang.
Wajah Naruto mengeras. "Apa yang Penasihat Raja sedang ingin lakukan di sini? Mencoba melangkahi kuasaku, lagi?"
Hinata terdiam. Meski Naruto mengucapkannya disertai senyum samar, Hinata tahu bahwa laki-laki itu sedang memprovokasinya.
"My Majesty, maaf atas kelancangan saya. Namun, saya di sini untuk urusan pribadi." Ujarnya cerdas. Kalimatnya meyakinkan, tidak ada keraguan.
Naruto dibuat berpikir. Hinata bukan tipe orang yang akan dengan mudah membuka bibir atau sekadar menunjukkan emosinya.
"Benarkah?" Naruto balik menatap, menaikkan sudut bibirnya ke atas. Tatapannya yang semula keras, melunak. Menatap dengan pandangan datar yang dibayangi oleh aura menantang. "aku tidak bisa membedakan yang mana kebohonganmu atau bukan," dia memberi jeda ....
"Bahkan, jika kau memberitahuku kebohongan, aku tetap akan percaya. Bukankah itu yang sudah kau lakukan, Lady Hyuuga?"
Sisi lain Hinata terpukul. Jelas dia tahu apa yang Naruto maksud, karena peristiwa itu sangat membekas di masing-masing hati mereka dengan artian yang berbeda.
"Kalau begini, apa yang harus aku lakukan?" Naruto meratap, rautnya berubah. "menghukummu, atau sesuatu semacamnya?"
Tanpa bisa Hinata kendalikan, kepalanya berpaling. Dia hendak memejamkan mata, menghela napas, sebelum gerakan Naruto yang tiba-tiba membuat suaranya seperti tersangkut di tenggorokan.
Naruto menyentuh wajahnya, menuntunnya untuk menghadap ia kembali.
Muka mereka hanya sejengkal berjarak.
"Aku sedang berbicara, Lady. Perhatikan sikapmu." Ujarnya bersamaan datangnya kilatan dari langit.
Hinata menurunkan tangan Naruto, menyingkirkannya dengan satu gerak lembut. "My Majesty, hamba tidak akan lari atas apa yang telah hamba lakukan, tidak akan pernah juga menyesalinya. Bukankah, jawaban ini yang Anda inginkan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tale of Northwind
Fiksi PenggemarUzumaki Naruto, Putra Mahkota kerajaan Northwind, negara besar di Benua Utara. Sejak kecil ia sudah dididik menjadi penerus raja. Hyuuga Hinata, penyihir putih yang juga seorang Penasihat Agung kerajaan Northwind. Wanita yang sedari kecil merupakan...