Wangi pengharum ruangan yang bercampur dingin AC menyeruak. Menembus tiap jengkal pori-pori kulitku. Menghantarkan rasa dingin hingga ke ujung telapak kaki.
Aku merapatkan jaket denim yang membalut tubuh kurusku. Menjadikan jaket ini sebagai tameng dari dingin AC yang sedari tadi seolah menusukku.
Aku menatap sekeliling. Menemukan kurang lebih tujuh orang yang sedang duduk di tempat mereka masing-masing, menatap notebook di hadapan mereka yang terbuka dan sedang menampilkan situs yang entah, aku sendiri tak ingin tahu. Aku hanya ingin kegiatan ini cepat berakhir.
Kemudian, pandanganku tertuju pada sebuah AC yang terletak pada tembok yang tepat berdiri kokoh disamping kiriku. Ingin sekali rasanya kumatikan AC itu. Ini benar-benar dingin. Setidaknya, itu menurutku.
Ruangan ini cukup luas kurasa, untuk ukuran wifi corner yang pengunjungnya memang tak seberapa hari ini.
Aku menatap layar notebook yang menampilkan halaman web sebuah instansi seleksi masuk perguruan tinggi itu, dalam pandangan ragu.
Ya, hari ini adalah pengumuman hasil tes seleksi masuk perguruan tinggi se-Korea Selatan. Kurasa, ini akan berlangsung lama, mengingat web ini pasti akan di akses oleh seluruh lulusan yang mengikuti tes dari penjuru Korea, dan bisa saja, membuat server utama menjadi down.
Aku menghela napas sembari menatap Donghae yang menggigit jari di sampingku. Lee Donghae, dia satu-satunya orang yang ... sejauh ini bisa kusebut teman. Dia yang selalu berada di sisiku selama tiga tahun aku mengenyam bangku menengah atas ini. Kurasa, hanya dia yang betah menjadi teman dari orang sepertiku.
Saat ini, anak itu sedang harap-harap cemas. Menanti halaman web yang memuat data dirinya itu selesai termuat seutuhnya.
Aku bahkan tak yakin, anak lulusan sekolah teknik seperti kami bisa lolos dengan mudah masuk perguruan tinggi. Jangankan perguruan tinggi, masuk perusahaan dengan kantor ber-AC dan kursi putar yang empuk pun, tak sekalipun mampir dalam bayanganku.
Jemari kecilku terulur. Menarik paksa jemari Donghae yang masih saja bertengger manis di bibirnya.
"Sudahlah, Donghae-ya. Nanti malam saja kita cek lagi. Siapa tahu server-nya sedang down karena diakses oleh hampir seluruh penjuru Korea." Ujarku sembari menghela napas lelah. Jujur, aku begitu malas berada di sini. Tempat ini dingin. Ditambah dengan sikap pesimis yang membuatku ingin segera pergi dari sini.
Tubuhku sedikit membungkuk, dan menempelkan pipi kananku di atas meja yang bersisian dengan notebook Donghae yang masih menyala, sembari menatap AC ruangan kosong. Membelakangi Donghae yang duduk di samping kananku. Aku tak ingin dia tertular pikiran negatifku bila melihat air muka keruhku.
"Toh kita juga lulusan sekolah teknik. Mana mungkin kita bisa masuk perguruan tinggi dengan mudah? Apalagi,"
"Kata siapa? Anak teknik seperti kita bisa masuk perguruan tinggi khusus politeknik." Anak ini kebiasaan! Suka sekali memotong perkataan orang lain.
"Iya aku tahu. Tapi ini, kau bahkan dengan bodohnya mendaftar di Universitas Seoul,"
"Kau juga mendaftar disana kalau kau lupa." Donghae benar. Apa itu berarti aku juga bodoh? Menaruh harapan pada kampus bergengsi sekelas Universitas Seoul untuk menerima anak sekelas aku dan Donghae.
Ya, meski tak dipungkiri kami lulus dengan nilai uji kompetensi terbaik, tapi kan .. haish.
"Yesung-ah. Jangan pesimis. Kita pasti bisa." Donghae merengkuh bahuku dengan susah payah dari belakang. Mencoba membagi aura positifnya kepadaku. Aku jadi heran, bagaimana bisa anak seaktif dan sepositif dirinya begitu betah berteman denganku yang pasif ini? Aku jadi meragukan kinerja otaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FACE
FanfictionJangan hanya melihatku dari luar. Karena apa yang kau lihat, belum tentu apa yang sebenarnya kurasakan.