Basah dari rambutnya tidak serta-merta membuat Kevin menggunakan handuk di pundak untuk menghentikan titik air yang jatuh ke layar ponselnya.
Kecepatan jarinya mengetik untuk meladeni orang di seberang sana jauh lebih penting.
Lupakan debaran yang Kevin kutuk sampai mati, dia bisa mereda itu nanti. Ah...atau kapan-kapan saja, Kevin merasa jijik kepada diri sendiri, tapi justru debaran itulah yang membantunya hidup. Memberi warna pada degup jantungnya yang begitu-begitu saja temponya.
Di belakangnya, pemandangan indah matahari tenggelam tidak berhasil membuat Kevin membalikkan tubuhnya. Kevin memilih menampilkan punggungnya, masih fokus dengan ponsel.
“Sekali putaran lagi, Vin?”
Kevin menghentikan ketikan di ponselnya. Dia mengangkat kepala, tampak berpikir.
Senyum penuh makna dia sembunyikan dari sosok yang akhir-akhir ini ramai muncul nyempil bersamanya. Kabar kedekatan dengan berbagai tanda kutip tentu saja sampai di telinga Kevin.
“*Sesuk wae, Ro. Aku ada urusan.”
Kevin memberikan senyum terbaiknya.
Ada hal lain yang mampu membuatnya tersenyum sore itu, melebihi ajakan Aero untuk menaiki jetski barang satu putaran ketika matahari perlahan terbenam.
Aero menaikkan alis bingung.Siapa?
.
“Tumben.”Kevin menghentikan gerakan merapihkan kerah kemeja.
Kaget, tidak menyangkan orang yang akan dia temui ini masih sama. Peka terhadap keberadaannya, meski langkah pelan sudah Kevin usahakan.
Yah, wajar saja.
Kepekaan ini mereka buat dengan susah payah agar berguna ketika bertanding di lapangan.
Kevin menata napasnya. Percaya diri tampilannya tidak kusust untuk muncul di hadapan orang yang tengah menunggunya sendirian.
Meja privat sengaja di pesan, lokasinya berada di balkon resto yang menjorok ke pantai. Kevin pikir orang ini seperti sengaja sekali menyindir aktivitas di lautnya yang akhir-akhir ini terekspos.
“Gak telat?”
Orang itu menoleh bersamaan dengan tangan Kevin yang mengambang di udara, niatnya ingin memeluk orang itu dari belakang.
Betapa Kevin rindu dengan sentuhan yang dulu dia dapat.
Tapi pelukan itu dia urungkan, Kevin memilih melakukan tos sekalipun dirasanya canggung. Untungnya disambut dengan lebih antusias dari ‘teman’ makan malamnya kali ini.
Begini-begini, Kevin tahu diri.
Orang di depannya bukan miliknya.
Mendapatkan perhatian berupa ajakan makan berdua di tengah kesibukan ‘rumah tangga’ orang di depannya sudah mampu membuat Kevin melambung tinggi.
Kevin menampilkan senyum terbaiknya, menjadi sosok yang sangat disayang oleh orang di depannya.
“Kan lokasinya gak jauh dari tempat main jet ski, Koh.”
Yah, bahagia seorang Kevin itu sederhana.
END
*Besok aja
A/N : Holaaaa :3 author jangan dijitak karena punya 2 fanfik belom selesai sudah pindah haluan kapal.
TAPI MASIH SETIA SAMA JOTHONY SEBAGAI KAPAL UTAMA.
Emmm jadi ceritanya author agak bete aja sama RoVin (tapi ga sampe benci kok. Author juga mengakui kalau hints mereka emang unyu hmmm. Malah Rovin it's actually a ship karena mereka mainnya kan di laut //woy) ya gitu lah.
Mungkin efek bete juga tadi Kimia sudah lama berjuang latihan soal ke sana kemari, eh taunya yang keluar ecek-ecek soalnya //dibalang sendal.
Wattpad ini emang tiap update cerita perlu cover ya? Sekalipun 300 kata gitu? Heu, biasanya nulis di AO3 yang ga ribet, nyebur ke wattpad demi konten lokal rasa bocah ilang gini.
Oke, keknya malah cerita sama A/N lebih panjang curhatan author.
Di sini saya pake buat uplod drabble Marvin.
Mohon bantuannya jugaaa! Krisar membangun saya terima heuheu