Untuk pertama kalinya, aku memberanikan diri menulis cerita tentangmu. Tentangmu yang dulu pernah singgah di hatiku, meskipun tidak pernah ku miliki.
-------
Pertemuan kita memang tidak seromantis cerita di drama Korea, aku mengenalmu ketika mengikuti open trip ke salah satu gunung di daerah Bogor. Perkenalan kita terasa biasa saja, caraku memandangmu masih biasa saja, kau yang saat itu mengenakan celana cargo pendek, kemeja flannel kotak-kotak khas anak pecinta alam, headband di kepalamu dan membawa carriel yang cukup besar dipunggungmu, menambah kesan bahwa kau memang sudah sering mendaki gunung. Pendakian kala itu cukup membuatku lelah karena aku jarang sekali mendaki, meskipun aku memang suka sekali dengan hiking, tapi rasanya berbeda dengan mendaki gunung. Sepanjang pendakian, kau pun mengajak ku ngobrol agar perjalanan tidak terasa berat. Berawal dari obrolan basa basi biasa, berlanjut ke hobi kita yang ternyata sama sama menyukai dunia seni lukis cahaya, berbagi pengalaman selama menanjak, memotret, music kesukaan, dan banyak lainnya. Mengobrol bersamamu seperti tidak ada habisnya, menertawakan banyak hal, seolah kita sudah saling mengenal sejak lama.
Selepas pertemuan di gunung itu, obrolan kita tetap berlanjut lewat pesan singkat yang hampir setiap malam kau kirimkan kepadaku, dengan pembahasan yang cukup random namun entah kenapa selalu berhasil membuat perasaanku bahagia. Biasanya, kau selalu bertanya bagaimana hariku dan aku selalu menceritakan aktivitas sehari-hariku, berkutat dengan deadline design setiap hari, bagaimana lelahnya kerja di travel agent yang cukup terkenal di Indonesia. Lama kelamaan aku mulai terbiasa menceritakan segala hal kepadamu, kau pun sering mengirimiku lagu-lagu band Indie yang awalnya tidak ku ketahui, Efek Rumah Kaca, SORE, Stars & Rabbit, yang pada akhirnya malah membuatku mencintai music-music yang pada awalnya begitu asing ditelingaku.
Bulan pun berlalu, aku dan kau masih sering berkirim pesan setiap malam, terkadang diselingi dengan pertemuan kita seperti nonton film bareng, hunting foto bareng, makan bareng ketika pulang kerja, main bareng, nonton konser bareng, ah segalanya terasa menyenangkan kala itu.
Hingga hari itu tiba, hari ketika kau mengenalkan seorang perempuan, yang pada awalnya kau kenalkan sebagai saudara. Tapi aku merasa aneh, cara dia memandangmu berbeda, tidak terlihat kalau kalian bersaudara. Dan beberapa kali ketika kita bertemu, ia selalu melihatku dengan tatapan aneh seolah mengejek, entah ini perasaanku saja atau gimana. Intensitas obrolan kita pun berkurang jauh, kau chat seperlunya saja, jarang mengirimkanku lagu-lagu, dan satu hal yang sangat ku sadari, perhatianmu ke dia lebih besar dibandingkan kepadaku.
Beberapa bulan kemudian, kita seolah sudah saling tidak mengenal, saling tidak berkirim pesan, ingin menanyakan kabar pun aku sudah sungkan. Kau sudah berbeda, sudah tidak seperti orang yang ku kenal dulu, aku menyadari satu hal. Kau menjauh dariku. Aku menyadarinya, sangat amat menyadarinya. Dan sampailah pada hari dimana kau berpacaran dengannya. Aku tidak sakit hati dan tidak merasa kau mempermainkanku, karena mungkin memang ini salahku yang sudah berani-beraninya berharap -meskipun sedikit- kepadamu. Mungkin dimatamu dia memang jauh lebih menarik dariku, jauh lebih segalanya dariku. Aku pun memberi ucapan selamat kepadamu walaupun memang tidak munafik, hatiku sedikit sakit melihatmu bersama dia. Aku berusaha bersikap sewajarnya saja kala bertemu denganmu, ngobrol denganmu. Memang sepertinya disini hanya aku yang sempat berpikir punya perasaan lebih kepadamu, mungkin kau hanya sekedar menganggapku adikmu saja.
Terima kasih sudah memberikan pengalaman, yang meskipun cukup sakit untukku, tapi sangat berharga. Pengalaman yang membuatku sadar, tidak semua orang yang baik dan perhatian kepadaku, menyukaiku. Mungkin memang itu sifat alaminya untuk baik kepada semua orang, dan hanya aku yang menganggapnya berbeda.Terima kasih pernah singgah dihatiku, meskipun kau tidak pernah aku miliki.
Semoga kau bahagia bersamanya.-----