PART 2

142 41 31
                                    

“Kamu tidak apa-apa?’ Penjual rujak itu bertanya kepadaku.
“Tidak apa-apa, saya meminta maaf karena melamun di jalan sehingga menabrak kamu.”
“Nama kamu siapa?Nama saya Toni.” Tanya pemuda itu sambil membereskan nasiku yang jatuh.
“Nama saya Stevani, panggil saja Vani.”

  Aku mengambil sepedaku dan Toni menata nasi kuningku yang jatuh dan meletakkannya di dalam keranjang. Aku menatap wajahnya, seandainya suamiku kelak baik seperti itu, alangkah bahagaianya aku.
“Kalau begitu, saya permisi dulu.” Kata penjual rujak tersebut.

  Sesampainya di rumah, aku selalu memikirkan kejadian tadi. Lalu aku beranjak ke kamar mandi. Setelah itu, aku duduk di kursi ruang tamu. Aku memikirkan bagaimana kehidupanku di masa depan. Aku bertekad bahwa suatu saat aku harus mengubah rumahku menjadi istana dan mengubah kehidupan aku dan adikku agar tidak selamanya hidup susah seperti sekarang ini.

  Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu rumahku. Aku membuka pintu, dan tampaknya yang datang ialah Risa.“Risa, silahkan duduk.” Pintaku kepada Risa.
Aku dan Risa bercerita tentang masa lalu dan bernostalgia masa-masa yang indah saat SMA dulu, saat senang maupun sedihnya. Tidak lama kemudian, Fajar pulang dari sekolahnya.
“Kak Risa, kapan pulang?” Tanya Fajar
“Kamu sekarang sudah besar yaa, Jar. Dulu kan kamu suka meminta permen kaki kepada kak Risa.” Risa tersenyum.
“Ah, Kak Risa.Aku jadi malu.” Lantas semua tertawa.

  Aku pergi ke dapur dan mengambil makanan serta minuman yang telah aku siapkan dan meminta Risa untuk memakannya.
“Ayo Risa, di makan jangan malu-malu.”
“Hmm..Jangan repot-repot. Keluarkan saja semua makanan dan minumanmu, nanti aku habiskan.” Canda Risa. Dari dulu memang Risa tidak berubah, senang sekali bercanda. Risa bisa dibilang perempuan yang hampir sempurna. Kaya, cantik, berpikir kritis, baik hati juga. Aku harus belajar banyak dari Risa.
Risa membuka tas kecil dan ingin memberi sesuatu kepadaku.
“Oh, ya, hampir saja lupa aku kesini ingin memberimu sesuatu, sesuai dengan kataku yang tadi siang.”
“Sesuatu?Apa itu?”Rasa penasaranku semakin menjadi-jadi.

  Risa memberiku selembar kertas. Aku membuka kertas itu perlahan-lahan dan membacanya. Ketika aku membaca surat itu, seakan aku sedang bermimpi. Aku tidak menyangka kalau aku akan mendapatkan hadiah yang begitu istimewa dari Risa, dalam surat itu terlihat undangan acara lomba memasak.

 Aku tidak menyangka kalau aku akan mendapatkan hadiah yang begitu istimewa dari Risa, dalam surat itu terlihat undangan acara lomba memasak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

  Hatiku berdegup kencang ketika melihat isi dari kertas selembar itu. Senang dan tidak tahu ingin berkata apa. Aku bersemangat untuk mengikuti lomba tersebut. Kesempatan sudah ada di depan mata. Seolah-olah mimpiku akan segera menjadi kenyataan. Doaku selama ini terjawab. Aku memeluk Risa dengan penuh kehangatan dan keluarlah air mata bahagiaku ini.
“Sekarang, mimpimu ada ditanganmu. Tinggal memilih ingin kau raih atau kau buang mimpi itu.” Kata Risa sambil memelukku.
“Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Hanya orang bodoh yang membuang mimpi ini.” Ujarku sambil melepaskan pelukan. Aku sangat berterima kasih kepada Risa.

  Sekilas, Risa melihat jam yang ada di tangannya, dan berpamit denganku untuk pulang. Aku dan Risa berpelukan lagi. Kebaikan dan kepedulian Risa membuatku tidak akan melupakannya. Risa pulang, kehadirannya sangat berkesan. Membekas di hatiku. Memberi jalan cahaya untukku agar bisa berjalan di jalan yang bersinar.

  Bulan Dan Bintang menghiasi langit. Aku melihat jam menunjukkan pukul  21.00 dan ini saatnya untukku tertidur agar saat esok aku berangkat ke Jakarta aku dalam keadaan sehat. Tetapi aku tidak bisa tertidur, karena aku memikirkan apakah aku dapat memenangkan lomba itu atau tidak. Dengan terpaksa, aku tidur malam ini.

  Ini adalah hari Sabtu. Sehabis subuh, aku pergi ke Dapur untuk memasak sarapan pagi untukku dan adikku. Hari ini aku memasak sarapan lebih pagi karena aku ingin pergi ke Jakarta. Lalu aku membangunkan Fajar yang masih tertidur.
“Jar, sarapannya sudah jadi!” Aku berteriak dari meja makan.
“Iya, Kak. Sebentar.” Teriak Fajar dari dalam kamar.

  Aku dan adikku sarapan bersama. Sebelum makan, kami membaca doa terlebih dahulu. Kami makan dengan lahap, walau hanya dengan mie rebus. Rasa cintalah yang mengubah mie instan menjadi spaghetti. Setelah makan, aku bersiap untuk pergi ke Jakarta dan pamit dengan adikku. Aku menitipkan adikku ke paman.
“Jar, kamu baik-baik ya disini. Jangan nakal. Harus nurut dengan paman ya.” Aku menasihati adikku.
“Iya, Kak. Kakak juga hati-hati ya di Jakarta.” Kata Fajar. Aku dan adikku berpelukan karena pasti akan lama untuk berjumpa dengannya.

  Aku pergi ke Jakarta menggunakan bus. Sampai di Jakarta aku segera mengikuti lombanya. Aku memasak masakan yang biasa aku jual saat berdagang di desa, yaitu nasi kuning. Setelah semua lomba dalam acara tersebut aku ikuti, aku menunggu pengumuman untuk menjadi pemenangnya.

  Beberapa jam kemudian, pengumuman dibacakan oleh Juri, aku bersykur karena aku adalah pemenang lombanya dan aku berhak mendapat semua hadiahnya. Aku tidak menyangka, mimpiku menjadi kenyataan. Aku berterima kasih kepada tuhan karena telah memberiku jalan untuk menjadi orang yang lebih baik, lebih sukses dan tidak dipandang sebelah mata oleh orang lain. Aku berpikir seandainya ada orang tuaku disampingku saat ini, pasti ia merasakan bangga dan bahagia karena aku telah mewujudkan cita-citaku.

  Sudah beberapa hari ini aku tinggal di Jakarta. Aku rindu sekali dengan adikku dan orang-orang di desa. Aku ingin memberitahu kabar gembira ini kepada keluargaku yang ada di desa. Tetapi, aku masih memiliki kontrak kerja dengan salah satu hotel yang mempekerjakan aku sebagai koki disini. Aku hanya bisa menelepon keluargaku menanyakan kabar adikku. Aku juga sangat berterima kasih kepada sahabatku, yaitu Risa. Karena berkatnya, aku dapat mengikuti lomba seperti ini dan memenangkan lomba tersebut.

  Satu bulan lamanya aku tinggal di Jakarta, akhirnya aku diperbolehkan untuk pulang ke desa. Di hari Minggu yang cerah ini aku pergi ke kampung halamanku, yaitu Cilacap. Aku segera menemui adikku dan keluargaku yang ada di desa. Sesampainya di Cilacap, aku segera pergi ke rumah pamanku.

  Setelah tiga belas jam perjalanan, aku sampai di rumah paman. Adikku nampaknya sedang mengerjakan tugas sekolahnya.
“Assalamualaikum.” Kataku dari luar rumah.
“Waalaikumsalam. Kak Stevvv!!!! Aku rindu sama kakak. Kakak lama banget di Jakarta.” Adikku kaget melihatku yang baru saja pulang ke kampung halaman.

  Aku menceritakan semuanya kepada adikku dan keluarga, mereka terharu dan senang sekali melihatku menjadi sukses seperti itu. Aku juga sering masuk acara di tv dan menjadi koki baru yang terkenal. Semua anggota keluargaku bangga kepadaku, tetapi aku tidak mau sombong aku harus tetap rendah hati dan menjadi diriku yang dulu. Aku mengajak keluargaku untuk tinggal di rumah baruku dan menikmati hasil kerja kerasku. Keinginanku merubah hidupku dan keluargaku telah tercapai.

  Tidak lama kemudian, aku bertemu dengan seorang pria yang dahulu pernah aku tabrak namanya Toni.Ia menjadi seorang dokter, aku menikah dengannya dan dikaruniakan dua orang anak kembar yang bernama Lula dan Lila.

  Akhirnya lengkap sudah kehidupanku. Aku dan keluargaku menjalani hidup dengan bahagia.

TAMAT

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 27, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mimpi yang Menjadi KenyataanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang