BAB 1 - When it Start

13K 815 5
                                    

KEIRA

Aku menatap pantulan diriku sembari merapikan penampilanku di depan kaca. Aku baru saja selesai mengganti pakaian pelayanku dengan sebuah sweatshirt ungu, jeans serta sneakers merah milikku. Aku tersenyum sedih saat melihat penampilanku, harus kuakui, aku menyukai penampilanku yang seperti ini casual dan terkesan cuek. Tapi entah kenapa jika aku mengingat masa lalu, Aku juga turut merindukan penampilanku yang dulu sebelum aku pindah ke Indonesia.

Tanpa sadar aku mendesah sedih ketika mengingat kejadian yang membuatku harus pindah dari negara asalku ke Indonesia. Hingga akhirnya harus terjebak menjadi seorang pelayan dan sekarang berada di dalam sebuah ruang ganti. Sebuah ruangan sempit, hanya sebuah bilik kecil berukuran 1x1 dengan sebuah kaca besar di salah satu sisinya, serta beberapa gantungan baju dan sebuah tirai untuk menutupi bilik kecil ini.

Tiba-tiba terdengar seseorang menggeser tirai ruang ganti yang tengah kupakai ini. Seketika aku menoleh, mendapati seorang wanita cantik dengan tubuh mungilnya tengah berkacak pinggang sembari menatapku kesal.

"Keira, lama sekali di dalam," gerutunya.

"Maafkan aku, Cal. Aku sudah selesai, ayo pulang." Aku segera meraih tas bulukku, lalu menghampiri wanita itu.

Calista, namanya. Dia adalah salah satu teman baikku di restaurant. Dia sangat cantik dengan wajah campurannya, Ayah seorang Jerman dengan Ibu seorang asli Indonesia. Meskipun wajahnya agak kebulean, tapi sayangnya dia hanya memiliki tinggi rata-rata wanita Indonesia. Katanya sih gen tubuh mungil yang berasal dari ibunya menurun kepadanya. Namun apapun pembelaannya, tetap saja dia sangat cantik dan juga anggun tanpa perlu berusaha keras terlihat seperti itu.

Calista bekerja sebagai Chef di restoran ini. Benar-benar seorang calon Istri idaman Mertua manapun. Cantik dan pintar memasak. Tidak sepertiku yang hanya bisa menggambar. Untuk urusan dapur, aku hanya bisa memasak seadanya. Benar-benar berbeda jauh dengan Calista.

"Kei, kita ketemu para sahabatku dulu ya," ajaknya sembari memasang seatbelt-nya.

Aku hanya mengangguk menyetujuinya. Saat ini kami berdua sudah berada di dalam mobil Calista untuk bersiap-siap pergi. Beberapa hari terakhir ini, Calista selalu mengantarku pulang ke kos yang berada tidak jauh dari hotel. Tapi untuk hari ini sepertinya aku harus menemaninya dulu.

Sejujurnya, Aku baru mengenal Calista selama sebulan terakhir. Wanita itu sama sepertiku, sama-sama baru bekerja di restaurant yang ada di hotel ini. Kebetulan sekali, kami berdua sama-sama mulai bekerja di hari yang sama. Menyenangkannya, sejak awal perkenalan kami berdua bisa langsung akrab. Mungkin, karena kami juga kebetulan seumuran.

"Sahabatmu, mereka seperti apa?" tanpa sadar mulutku tiba-tiba bersuara. Aku orangnya tidak terlalu suka berkenalan dengan orang baru. Bagaimana kalau mereka tidak menyenangkan atau aku dicap buruk oleh mereka saat pertemuan pertama.

"Mereka baik, memangnya kenapa?"

Aku tersenyum tipis padanya. "Aku tidak terlalu baik berkenalan dengan orang baru. Aku hanya takut tidak bisa masuk diobrolan kalian nantinya."

Calista terkekeh pelan. "Aku juga jarang bisa masuk dengan obrolan mereka, makanya aku mengajakmu."

Tiba-tiba Calista membelokkan mobilnya ke sebuah kafe di sekitar jalan Graha Family Surabaya. Kami bergegas turun dari mobil setelah dia berhasil mendapatkan tempat parkir strategis yang berada tidak jauh dari pintu utama kafe.

Suasana sore itu nampak ramai dan penuh mobil-mobil yang terparkir di sepanjang jalan depan kafe. Calista tanpa meminta persetujuanku, langsung menyeretku memasuki kafe, membuatku sedikit gelagapan karena ulahnya.

Aku mulai memperhatikan setiap sudut ruangan dan menemukan dua gerombolan wanita yang tengah berbincang. Gerombolan pertama terdiri dari tiga wanita cantik dan juga sangat berisik. Melihat gaya pakaian dan brand merk tasnya, pastilah mereka orang kaya. Sedangkan gerombolan kedua adalah empat orang remaja berhijab yang tengah cecikikan, aku menduga mereka tengah membahas topik yang tidak jauh dari laki-laki.

Aku menghela nafas pasrah. Tuhan, aku lebih berharap Calista akan menggeretku ke tempat para remaja berhijab itu dari pada wanita kaya yang berisik.

"Come on, Kei, fokus!" Calista terus menyeretku hingga kami melewati dua gerombolan wanita di sana. Aku menghela nafas lega, karena aku tidak akan berada di tengah-tengah wanita yang tidak aku kenal dan berisik seperti mereka, bisa-bisa aku tidak akan nyambung.

"Hi, boys," sapa Calista kepada siapapun saat ini.

Aku yang sejak tadi memperhatikan sekitarku, segera mengalihkan pandanganku menuju ke meja di hadapanku. Seketika aku terpaku saat menemukan dua orang laki-laki tampan, sangat tampan malah tengah berdiri di depanku. Tinggi mereka hampir sama, hanya saja ekspresi yang mereka tampilkan berbeda.

"Kei, ini Raka, Caraka Arsjad." Calista menunjuk seorang pria tampan yang berdiri tepat di sebrangnya. Laki-laki yang kuyakini keturunan Tionghoa, terlihat dari kulit putih khas orang Asia dengan mata sipit di balik kacamatanya. Aku juga menebak bahwa pria ini pasti orang yang sangat serius dan sangat cerdas, karena hal itulah yang tersirat ketika aku melihat ekspresi datar wajahnya.

"Raka," ucapnya sembari mengulurkan tangan, tanpa senyum di wajahnya.

Aku membalas uluran tangan itu dengan canggung, karena dia nampak begitu kaku. "Han Keira."

Calista mengalihkan perhatiannya pada seorang laki-laki tampan lain di sebelah Raka. Pria yang sejak tadi sudah berdiri tepat di hadapanku. Dia tersenyum ramah, hingga membuatku tanpa sadar membalas senyumannya. Dari wajahnya aku yakin dia bukan keturunan campuran seperti Calista, tapi benar-benar pria asli Eropa atau pria bule asli lebih tepatnya. Pria ini sangat tampan dengan wajah tegasnya, membuat hatiku sejuk ketika melihatnya dan seketika teringat dengan salah satu aktor tampan kesukaanku, Chace Crawford.

"Lalu, pria di hadapanmu itu Ben, Benjamin Orlando."

Ben mengulurkan tanganya sembari terus menebarkan senyumannya. Senyuman itu bisa kusebut magical, karena ketika dia tersenyum, bibirku tanpa sadar turut tersenyum membalasnya. "Benjamin Orlando," ucapnya.

"Keira, Han Keira." Aku segera membalas uluran tangan Ben dengan sedikit kikuk akibat senyum penuh pesonanya itu.

Kami berempat duduk berhadapan di meja. Dari cerita mereka, aku mengetahui bagaimana mereka bersahabat. Raka adalah sahabat Calista sejak kecil sedangkan Ben adalah sahabat Raka yang kemudian menjadi sahabat Calista juga. Baik Raka maupun Ben, keduanya sama-sama berprofesi sebagai Dokter.

Siapapun akan percaya bahwa Raka adalah seorang Dokter, terlihat dari wajahnya yang serius. Tapi, ketika melihat bagaimana isengnya Ben memperlakukan Calista di tengah-tengah obrolan yang berlangsung, dia benar-benar nampak tidak seperti seorang Dokter. Awalnya aku menduga adalah seorang model, dia hanya terlalu tampan untuk menjadi dokter.

Beberapa menit menunggu, akhirnya pesanan kami datang. Selama makan berlangsung kami terus saja bersenda gurau. Bahkan, aku yang biasanya menghindari bertemu orang baru dan susah bergaul dengan orang baru, merasa berbeda ketika bersama dengan dua pria ini. Mereka membuatku melupakan fakta bahwa kami baru berkenalan beberapa menit yang lalu.

Selama itupula tanpa sadar aku terus memperhatikan Ben, laki-laki yang duduk tepat di hadapanku itu. Kedua mata abu-abunya membuatku tidak bisa berkutik. Sayangnya kedua mata itu sejak tadi hanya menatap Calista, walaupun terkadang tatapannya kembali pada piring di depannya. Hanya beberapa saat, kemudian tatapannya akan kembali menatap Calista.

Aku menoleh dan menatap Calista. Tidak salah bahwa Ben menatap Calista penuh puja seperti itu. Dia begitu cantik, she's like an Angel from above. Aku kembali menatap Ben, dia masih melempar tatapan matanya pada Callista. Tanpa sadar aku tersenyum sedih. Aneh tapi nyata, aku baru saja merasa bahwa aku jatuh hati padanya saat pertama kali menyadari betapa Ben memuja Calista.

I never believe in love for the first sight, but maybe he's the only exception for me. I think I love you, Ben.

*****

SHIT HAPPENS [RE-PUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang