CHAPTER 14

20.6K 1.6K 313
                                    


"Noona ... pakai ini. Di luar dingin."

Jihyun menurut, sedikit menundukkan kepala dan membiarkan Jungkook memasangkan syal hitam milik adiknya.

Mereka akan berkencan hari ini, terpikirkan setelah merasa bosan dan bingung ingin melakukan apa selama seharian di rumah. Jungkook sendiri memilih tidak pergi ke kantor meski rasa keinginannya bekerja begitu besar. Tapi ternyata belum mampu menandingi rasa ingin menjaga wanitanya di rumah. Jihyun tetap menjadi prioritasnya.

Dan sungguh di luar dugaan Jungkook, kakaknya justru menawarkan salah satu keinginan terbesarnya.

Pergi berkencan.

Meski selama sekolah lelaki itu cukup terkenal, Jungkook sendiri belum pernah melakukannya. Menurutnya satu wanita sudah cukup. Dan wanita yang diinginkannya hanya Jeon Jihyun, kakaknya.

"Kau mau ke mana?" tanya Jihyun menawarkan tempat yang sekiranya ingin adiknya kunjungi.

Bukan ingin menyempurnakan sandiwaranya, Jihyun memang benar-benar merasa bosan dan ingin menghirup udara segar. Terkurung di dalam rumah selama beberapa hari bukan kebiasaan yang ia sukai. Ia lebih suka berjalan-jalan santai ke luar rumah walau hanya beberapa menit.

Tetapi Jungkook terlalu mengekangnya, menahannya agar tidak pergi jauh dari sisi lelaki itu.

"Pantai. Bagaimana?"

Jihyun hanya mengangguk, menyetujui saran konyol pergi mengunjungi laut di musim yang hampir memasuki salju.

"Aku rindu Busan."

Langkah semula yang dilakukan Jihyun langsung terhenti seketika. Mendengar adiknya berbisik merindukan kampung halamannya, hampir berhasil mengembalikan jati diri Jihyun yang dulu. Dia tidak akan mampu menyakiti adiknya jika Jungkook sudah melemah begitu.

Sialan, memang siapa orang yang membawa paksa Jungkook meninggalkan kampung halamannya jika bukan dirinya yang bodoh itu.

Jihyun merutuki dirinya, mengingat kembali betapa egoisnya ia dulu ketika merengek menginginkan Jeon Jungkook. Dan sekarang ia kembali bersikap egois karena menginginkan adiknya pergi selamanya dari hidupnya.

Jahat, katakan saja dia begitu.

"Ya sudah, ayo. Sudah hampir sore."

Jungkook tersenyum tipis melihat kakaknya yang justru mengabaikannya setelah mendengar pengakuannya.

Bukan. Bukan tatapan seperti itu yang kakaknya biasa berikan. Jihyun yang ia kenal begitu lemah jika sudah menyangkut tentang dirinya. Apalagi jika dia sudah menunjukkan wajah memelasnya, Jihyun pasti akan segera bertingkah seperti seorang ibu yang siap memberikan apa pun agar putra satu-satunya berhenti menangis.

Kakaknya kembali merencanakan sesuatu.

Senyuman miring disela senyuman manisnya mulai terbentuk secara perlahan. Mempercayai wanita egois itu sulit. Jungkook sudah hafal betul yang seperti itu.

"Iya, ayo!"

Disusulnya segera langkah Jihyun yang berada beberapa langkah di depannya. Memandangi punggung kecil miliknya dari belakang. Sangat indah, pikirnya. Namun disela pemikirannya, kepalanya juga mulai menebak-nebak rencana apa lagi yang akan dilakukan kakak tersayangnya.

Jungkook itu suka permainan. Semua permainan di komputer sudah hampir dicobanya semua, tapi belum ada bisa mengalahkan sensasi menyenangkan bermain langsung dengan kakaknya. Jihyun memang lawan bermainnya yang paling menghibur.

Disamakannya langkah kaki Jungkook dengan sang wanita setelah hampir tertinggal jauh. Merebut sebelah tangan kosongnya dan memasukannya pada kantong mantel tebal miliknya.

"Sudah hangat?"

Meski sedikit terkejut, Jihyun segera mengiakan pertanyaan Jungkook. Suhu tubuhnya sedikit lebih baik setelah jemarinya digenggam erat di dalam kantong mantel adiknya.

Tangan Jungkook itu besar, begitu sempurna menyelimuti jemari kecilnya. Memberikan kehangatan meski hanya lewat sentuhan kecil.

"Pulang nanti kau ingin makan apa?"

"Makan noona," sahut Jungkook yang langsung mendapatkan tatapan terkejut dari Jihyun. "Bercanda!" sambungnya cepat. "Makan di luar saja, bagaimana?"

"Kau sudah tidak ingin makan masakanku?"

"Tentu saja tidak! Masakan noona yang paling terbaik. Tapi aku ingin sesekali makan malam di luar bersama pacarku."

Ah, pacar, ya? Jihyun bahkan tidak pernah berpikir akan menjadi kekasih adiknya sendiri. Terlepas memiliki hubungan darah atau tidak, Jungkook tumbuh besar bersamanya. Berlindung pada induk yang sama, meski sekarang sudah mati dibunuh lelaki itu sendiri. Biadab memang.

Beruntungnya jarak pantai dengan rumah tidak terlalu jauh, tidak perlu berlama-lama berjalan kaki dan mati membeku di jalan. Salahkan Jungkook yang tidak ingin menggunakan kendaraan, ingin kembali membentuk otot-otot di kakinya.

"Noona, cepat ke sini! Ada bintang laut."

Jihyun hanya bisa menggelengkan kepala, memandang dari kejauhan adik laki-lakinya yang berlari ke sana kemari seperti bocah. Jungkook sepertinya memang merindukan kampung halamannya, dan sialnya Jihyun kembali mulai merasakan penyesalan.

"Noona sakit?" tanya Jungkook setelah dirinya berada di depan wanitanya. Memandang dengan wajah penuh kekhawatiran.

Namun semuanya langsung ditepis lewat gelengan pelan Jihyun. "Tidak. Aku baik-baik saja. Lanjutkan saja mainmu, aku akan menunggumu di sini."

Sejujurnya Jungkook sedikit sebal lantaran kakaknya tidak mau menemaninya bersenang-senang. Tapi ia tentu tahu penyebabnya, Jihyun tidak menyukai pantai. Lebih lagi, sekarang udara semakin dingin, kakaknya benci kedinginan.

Tanpa aba-aba Jungkook segera melepaskan satu-satunya mantel yang memberikannya kehangatan. Memasangkannya pada tubuh kecil Jihyun hingga wanita itu tenggelam karena ukuran besarnya.

"Kook ...."

"Terlalu dingin. Noona tidak boleh sampai sakit," katanya sambil tetap merapihkan mantel dan syal agar menutupi sempurna tubuh wanitanya.

Jihyun hanya diam. Perlakuan manis Jungkook seharusnya mampu membuatnya merasa tersentuh, namun kebencian di dalam dirinya terlalu besar. Membakar habis kenangan indah maupun kebaikan yang dilakukan adiknya.

"Kau akan sakit dengan kaos tipis itu," ujar Jihyun seraya melirik satu-satunya pakaian yang melapisi tubuh tinggi adiknya.

"Kan ada noona," sahut Jungkook dengan bibir yang tersenyum lebar hingga menampakkan dua gigi kelincinya. "Noona harus merawatku jika aku sakit."

"Sakit tidak enak, Kook. Kau tidak akan suka."

"Aku suka selama bersama noona! Tapi tidak tahu noona bagaimana, bisa jadi hanya terpaksa suka padaku."

Sebelah alis Jihyun terangkat mendengar nada bicara Jungkook yang seperti tidak mempercayainya.

"Kau tidak percaya padaku?"

"Eh, memang aku bilang begitu, ya? Percaya dengan noona, kok. Tapi noona juga percaya denganku, kan?"

"Ya, tentu saja."

"Jadi percaya jika aku bilang, bukan aku yang membunuh appa dan eomma?"

"Apa?!"

"Astaga, jangan terlalu serius, Noona. Hanya bercanda! Aku 'kan seorang pembunuh. Iya, kan ... Noona."

Jihyun tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya, adiknya memiliki banyak sisi yang belum ia ketahui. Dan bisa saja apa yang dikatakannya barusan adalah petunjuk lain yang diam-diam dilemparnya. Atau mungkin sebuah jebakan lain yang harus dihindarinya?

[]

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 27, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

POSSESSIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang