1 : Pertama

2.5K 55 1
                                    

Guratan bolpoin berwarna menghiasi buku tulisnya. Beberapa menit yang lalu, guru Sejarah Indonesia sudah meninggalkan kelas, menyisakan teman-temannya yang sibuk untuk menulis ulang materi. Termasuk dirinya juga. Padahal, kalau boleh jujur, dia lebih memilih untuk menyalin ulang materi di rumah.

Namun dia yakin, sesampainya di rumah, jangankan untuk menyalin materi, membuka buku saja dia belum tentu bisa. Karena mematikan ponsel, kemudian lanjut belajar saat pulang sekolah biasanya hanya bisa dilakukan oleh orang yang professional.

Dia tidak pernah mengelak, ketika ada teman-temanya yang lain memutuskan untuk meng-hasud-nya, mengajaknya untuk meninggalkan buku dengan garis-garis sebanyak tiga puluh kolom itu. Karena pada dasarnya, memang, setiap orang juga butuh waktu luang untuk menjernihkan pikirannya. Betul bukan?

"Lyra! Hayu atuh, sini makan dulu." Ajak temannya yang saat ini sudah duduk manis di bawah papan tulis.

"Tau nih, kata indung aing kalo belajar mulu ntar bisa gila." Sambung temannya yang lain.

Gadis itu, Lyra, hanya tertawa kecil menanggapi secuil perhatian dari teman-temannya. Dia menandai halaman terakhir, lalu menutup buku tulis serta mematikan perekam suara di ponselnya. Ah, benar juga. Lyra bahkan baru menyadari kalau perutnya sudah keroncongan sedari tadi. Sepertinya, terlalu fokus pada pelajaran membuatnya lupa untuk meluangkan waktu makan siang.

Dengan gerakan cepat, Lyra buru-buru mengambil kotak makannya yang berwarna violet. Lalu ikut bergabung bersama teman-temannya di depan.

"Sini, udah disiapin tempat buat Neneng Lyra." Kata Meiza, teman sebangkunya sembari menggeser tempat duduk, menyisakan tempat untuk Lyra.

"Kalian tau penjaga perpus yang baru gak?"

"Oh, yang pake kacamata itu kan?"

"Yup. Ganteng anjir."

Penjaga perpustakaan yang baru? Lyra mengerutkan keningnya bingung. Setahunya, penjaga perpustakaan hanya Pak Jerry, dan setahu Lyra lagi, Pak Jerry tidak menggunakan kacamata.

"Iya sih emang, gantengan dia sama Pak Jerry."

"Dih, ganteng Pak Jerry dong, kayak bule tau."

"Yang baru lebih seksi, ah."

Lyra tidak menanggapi obrolan teman-temannya itu. Meskipun ya, telinganya masih bisa menampung omongan-omongan yang masih membahas dan memperebutkan siapa penjaga perpustakaan yang terbaik.

"Ceuk kamu penjaga perpus yang baru ganteng gak, Ra?" Celetuk Meiza yang membuat Lyra menghentikan kunyahannya tepat yang kedua puluh satu kali.

Gadis itu terdiam sesaat, "Biasa aja sih," Sahutnya dengan enteng.

"Ih kamu mah."

"Emang ganteng, nya?" Lyra balik bertanya.

"Sok coba tanya ke kelas tetangga, si Zulfah aja sampe ngejar-ngejar tau." Tanpa diberi komando, Anisa justru ikut nimbrung dalam percakapan absurd tersebut.

Namun, perdebatan perihal penjaga perpustakaan dengan kacamata yang bertengger di hidungnya, harus terhenti karena bel berbunyi, yang menandakan kalau istirahat telah usai. Anak laki-laki yang baru saja selesai nongkrong di warung belakang, dengan langkah santai masuk ke kelas. Beruntun, satu per satu dengan tertib. Anak perempuan yang masih sibuk merapikan kembali kondisi di bawah papan tulis sampai menyoraki mereka, yang gayanya sangat kontras dengan boyband saat masuk ke stage.

***

Esoknya, Lyra datang paling awal ke sekolah. Sengaja, dia ingin mengambil tempat duduk paling depan. Apalagi sekarang ada pelajaran Kimia dan Fisika. Aduh, rasanya Lyra ingin berteriak di depan kelas. Meluapkan keluh kesah otaknya, bahkan sebelum pelajaran akan dimulai.

Saat gadis itu sudah menyimpan tas di atas meja, kantung kemihnya justru penuh. Memberikan kode agar dirinya segera membuang zat eksresi tersebut. Buru-buru Lyra meninggalkan kelas, dan berlari ke arah toilet di belakang panggung.

Udara sejuk di sekitarnya, justru malah membuat kantung kemihnya berteeriak semakin kencang, menyisakan Lyra yang meringis kesakitan. Oh, dia menyesal tidak buang air di rumah saja. Saat toilet itu berada di depan matanya, Lyra justru salah fokus melihat pada seorang pria seperti yang dibicarakan oleh teman-temannya kemarin. Turun dari motor, dengan perlengkapan tubuh yang serba hitam. Jangan lupakan kacamatanya, dan hal itu meyakinkan Lyra bahwa seseorang di hadapannya ini adalah seseorang yang sama dengan yang dikejar-kejar oleh tetangga kelasnya.

Tidak mau dicap sebagai siswi yang tidak menarapkan peraturan lima es, Lyra memilih untuk menghampiri pria itu. Menyapanya singkat dan berkata, "Selamat Pagi, Pak.". Lantas buru-buru menuju toilet tanpa menghiraukan pria itu yang masih menatap punggung Lyra yang mulai mengecil, menjauhinya.

*

Gdstya,
Nov 30 '18

MISTERIOUS ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang