Prolog

4 3 0
                                    

Pagi hari yang terlalu biasa untuk hari senin yang cerah. Aku mendapati diriku dikelilingi banyak orang yang menatapku kasihan. Ahh, atau mungkin tatapan menghina yang telah melekat dalam diriku. Hingga semua yang kulakukan di mata mereka selalu hina.

Aku menunduk dan tersenyum miris dengan diriku sendiri. Aku ingin menangis tapi air mataku seolah kering biarpun setetes saja tak kunjung menetes. Mungkin karna terlalu terbiasanya aku jadi tak pernah sedikitpun bisa menangis kembali. Ini sudah seperti makanan sehari-hari untukku jadi cukup diam dan tunggu mereka selesai meluapkan emosi mereka pada diriku.

Lalu aku bisa bebas dari lemparan telur, air bekas pel-an sekolah atau mungkin itu air kencing mereka, bahkan air bekas minuman mereka. Kata-kata kasar yang mencemooh dan makian serta hinaan terhadapku terus menerus berdenging di telingaku. Hingga membuatku memejamkan mataku dan semua menggelap.

***

Hari ini hujan turun cukup deras. Adahal yang membuatku menyukai hujan tapi juga enggan untuk basah-basahan di antara hujan. Siapa juga yang mau berdiri di antara rintikan air yang turun dari langit itu. Kecuali salah satu film india kesukaanku dulu saat aku masih sangat kecil.

Aku suka hujan. Karena setelah hujan akan hadir Pelangi. Yup, Pelangi. Ituloh, yang warnanya cantik-cantik kaya aku. Yaa promosi sedikit siapa lagi coba yang mau muji aku kalo bukan diriku sendiri.

"PELANGIIIII...." Teriakan seseorang menyadarkanku dari jendela dan menatap ibu-ibu dengan seragam yang sama seperti ku. Jadi ibu yang di depanku ini adalah atasanku. Aku bekerja sebagai cleaning service atau bahasa gaulnya OG bukan yang om-om buncit yang banyak duitnya loh. Tapi ini tuh, office girl.

"Pelangi, astagaaa" ucap atasanku sampai ngelus dada. Sepertinya hari ini dia sedang mengalami tamu bulanan karena daritadi sudah ngomel-ngomel seperti singa ga di kasih makan.

"Iya bu" ucapku dengan sopan sebelum dia kembali mengomel dan meracau tidak jelas.

"Daritadi kamu ini ngelamun terus, jadi gak denger perintah saya. Huft, kamu naik keatas bawa pel an. Diatas banyak jejak kaki sekalian bawa kardus biar cepat kering" suruhnya membuatku bergegas agar tidak kembali mendapatkan peringatan yang akan membuat kupingku panas. Aku berjalan cepat menuju gudang dan mengambil barang yang di butuhkan lalu menaiki tangga darurat.

Oh iyaa, sebelumnya kenalkan. Namaku Cinta Pelangi. Namaku sangat bagus bukan? Tapi meskipun namaku bagus kehidupanku tak sebagus namaku. Tapi namanya hidup ya ga semua sama. Jadi, cukup diterima dan dijalani saja. Seperti salah satu lagu yang lagi beken saat ini. 

"Karena ku selow... sungguh seloww... sangat selow... santaiii..." nyanyianku menggema di tangga darurat hingga sampai dilantai yang disuruhkan. 

Tunggu dulu tadi Ibu pengawas suruh ke lantai berapa? Aduhh Pelangi-pelangi bisa-bisanya main ngacir tanpa bertanya. Dengan ragu aku menyalakan Radio kecil yang setiap OG ataupun OB disini punya. Aku sangat suka memakai radio kecil ini. Ah kalo disini namanya HT atau di sebut juga Walkie Talkie.

"TES... HALOO CINTA PELANGI DISINI, PANGGILAN PADA IBU PENGAWAS PELANGI KE LANTAI BERAPA YA BU?" ucapku dengan nada di merdu-merdukan. Ya siapa tau ada yang kecantol gitu sama suara merdu pelangi. Secara radio kecil ini juga menyambung ke beberapa karyawan dan satpam disini. Lumayankan cari jodoh, hihihi.

"Masuk, lantai 3 kamu naik lift aja kalo naik tangga bukannya kamu pel lantai malah pel tangga darurat pake kaki kamu sambil gelindingan" ucap ibu pengawas sambil terkekeh mengejekku. aku mendengus sebal.

"Baiklah ndoro, Cinta Pelangi akan mematuhimu" ucapku dengan kikikan lalu mematikan radio bergegas keluar mencari salah satu lift yang kosong. Tidak mungkin aku naik dengan beberapa karyawan dengan membawa ember cantik, semprotan yang cukup wangi, kardus dan yang tidak ketinggalan Pel an cantik yang masih baru.

Aku bekerja di salah satu perusahaan besar yang ada di kotaku saat ini. Perusahaan yang dibilang dengan gaji lumayan. Dulu juga aku bermimpi bekerja seperti mereka yang berbalutkan kemeja serta name tag atau tanda pengenal. Namun, ada beberapa hal yang membuatku harus melupakan hal itu.

Aku memasuki Lift dan baru saja pintu akan tertutup sebuah tangan berada di tengah-tengah pintu yang akan tertutup membuatku terperanjat dan tidak sengaja berteriak cukup nyaring. Seorang pria masuk dengan memakai jaket serta topi yang membuatnya seperti maling di siang hari. Dari ujung dagunya aku dapat merasakan tadi dia menatapku. Aku pun pura-pura melupakan adegan aungan singaku buset kenapa jadi kek film tapak budha. Itu loh tante-tante yang cukup berisi dengan tatanan rambut yang hobby merokok.

Setelah sampai pada lantai yang ku inginkan. Aku bergegas keluar meninggalkan orang aneh tadi. Untung saja hanya selisih satu lantai kalo tidak bisa-bisa aku mati kehabisan napas. Karena sedari tadi di dalam lift aku tidak bernapas sama sekali dan baru kulakukan saat keluar lift. Aku bergegas membersihan area lantai ini. Karena jam pulang karyawan sebentar lagi otomatis dua puluh menit setelah karyawan kami juga akan pulang. Dengan catatan semua sudah bersih dan kinclong.

PELANGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang