Aku berjalan pelan menyusuri lorong yang kian menyepi.
Dug dug dug
Terdengar suara pantulan bola basket dari arah lapangan. Sebenarnya, jam segini itu waktunya kami pulang, tapi memang masih saja ada anak yang betah berada di sekolah. Salah satunya adalah dia, Rhaleno Giatama. Dia kakak kelasku.
Aku sengaja lewat lapangan basket jam segini. Untuk melihat dia. Nggak, aku nggak suka dia. Orang sombong, tidak berperi kemanusiaan, kehewanan, dan ke ke lainnya. Suka memerintah orang lain bak raja. Jadi, mana mungkin aku menyukainya.
Dia anak pemilik sekolah ini. Pantas dia berperilaku seperti itu. Tapi, herannya dia itu pintar. Padahal aku saja tidak pernah melihatnya belajar. Peduli setan dia belajar atau tidak.
Tapi, beberapa kali aku pernah melihatnya di perpustakaan entah sedang apa. Sepertinya dia sedang tertidur, tapi entahlah.
Matanya menatap tajam ke arah ring. Leno mendribble rendah bolanya, mendekati ring dan loncat memasukkan bola basket itu ke ring bak pemain profesional, dan kemudian
Bang
Bola itu masuk dengan mudahnya.
Peluhnya sudah bercucuran. Pasti kalau yang disini adalah teman temanku, mereka sudah menjerit tidak karuan. Bagaimana tidak? Sejujurnya memang dia tampan.
Iya, dia setampan itu kalau tidak akhlakless. Ah tapi, apa peduliku.
Aku berjalan lebih cepat karena aku mendadak ingat dengan tugas yang menumpuk.
...
Keesokan harinya
Pagi ini seperti biasa, setelah berpamitan dengan orang tuaku. Aku segera berjalan kaki menuju sekolah. Maklum, rumahku dengan sekolah hanya berjarak 260 m. Lumayan dekat walau tidak sedekat yang dibayangkan.
Di tengah perjalanan, aku mendengar suara sebuah sepeda motor yang melaju kencang dari belakangku. Ah bahkan tanpa menoleh pun, aku tau siapa dia.
Itu Leno.
Dia melewatiku dan semakin melajukan motornya menjauh dariku.
Sesampainya di sekolah, seperti biasa aku melihat Rhaleno Giatama melakukan pemalakan pada seorang cowok yang disebutnya cupu, karena memakai kacamata sedikit tebal. Leno itu tukang rundung. Pokoknya di mataku dia itu gak ada bagusnya. Ya walaupun dia kaya, pintar dan tampan. Mau bagaimanapun aku tidak dapat menyangkal kedua hal tersebut 'kan?
Setelah beberapa saat, uang milik si cupu sudah berada di tangan Leno. Leno pergi dengan gaya santainya. Menegakkan bahu dan mengangkat dagunya setinggi tingginya. Sombong!
Krincing
"Eh Jelek, ambilin kunci gue gih. Gara-gara liat lo tiba tiba kunci gue jatoh."
Penitah!
Ah udahlah aku langsung berbelok ke lorong barat, di mana kelasku berada.
...
Sore ini tak seperti biasanya, aku langsung pulang karena hari ini ada kerja kelompok di Kafe A. Jadi ya, tidak ada waktu untuk melihatnya di lapangan basket.
Aku bergegas pamit ke orang tua dan segera mengendarai motor butut ayahku. Keluarga kami bukanlah keluarga berada, jadinya yaa ... kendaraan pun gantian menggunakannya.
Kafe A berada sedikit jauh dari rumahku. Kafe A adalah salah satu tempat yang lumayan menyenangkan. Dengan berbagai sudut yang instagramable. Dan harganya yang terjangkau, membuat kafe ini jadi rame didatengin remaja yang mau kerja kelompok, temu kangen, atau sekadar duduk duduk santai.
Gak kerasa aku udah mau sampe kafe itu. Aku memarkirkan motor ayah ini di pelataran kafe.
Tapi, mataku dan telingaku menangkap sesuatu yang gak aku duga.
"Ini Bu, buat ibu sama anaknya."
"Alhamdulillah ... terima kasih Den. Semoga Allah membalas kebaikan Aden."
Aku sedikit merutuk melihatnya. Perasaan gampang banget ketemu manusia bernama Leno itu.
Aku melihat sekeliling, memastikan cowok ini sendirian atau bersama temannya.
Oh aku baru ingat, seorang Rhaleno gapernah membawa teman. Tapi yasudahlah, apa peduliku? Dia mau apa juga bukan urusanku. Yang jelas sekarang aku lagi mendorong pintu kafe, dengan sesekali melirik penasaran pada Leno dan ibu itu. Yang sekarang menjadi akrab(?)
"Hei Aretha... sini duduk. Bawa bahannya kan lo."
Aku hanya tersenyum dan mengeluarkan bahan yang dimaksud Refa.
"Eh ngerti gak si Fa? Di depan itu ada pengemis sama ... Leno." Kalimat ini adalah kalimat pembuka dariku untuk memulai perbincangan.
Refa menyeruput pink latte-nya dan matanya menatap lurus kepadaku. Seperti ingin mengatakan sesuatu.
"Ekhem."
Refa berdeham dan menghembuskan nafas panjang. Sebelum ia mulai bicara,
"Kak Leno tuh emang gitu."
Sekarang matanya menerawang menatap langit langit kafe. Keadaan yang tadinya biasa biasa saja, menjadi lebih muram. Entah karena apa.
"Orang-orang selalu liat gimana jailnya dia, gimana sombongnya dia, pokoknya semua yang terlihat dari luar. Dan orang selalu nyibir dia sama itu semua. Padahal sebenernya..."
Matanya seketika natap mataku dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Eh eh bentar, ini gue cerita gapapa?" Tiba tiba dia memotong ucapannya sendiri.
Aku hanya mengangguk karena sudah terlanjur penasaran.
"Dia berandal buat nutupin semua kebaikannya. Dia berandal, karena sesekali dia pengen dilirik. Dia pengen diperhatiin sama orang lain. Dia pengen diperhatiin orang tuanya. Dan lagi dia gasuka kebaikannya itu jadi buat orang nyanjung dia."
"Kok lo tau banget?"
"Gue pernah pacaran kurang lebih 2 tahun. Dari kelas 9 smp dan di pertengahan semester kemaren, kita putus karena suatu hal."
Sekejap aku mengerjapkan mata tak percaya. Refa tertawa melihatku.
"Kak Leno mau kebaikannya yang kecil itu selalu dikenang walau sama sedikit orang. Dan lo tau, em dari yang gue tau sih, sampai semester kemaren orang tua kak Leno belum pernah merhatiin dia. Yang katanya keluarga kak Leno itu harmonis berarti mereka cuma ngeliat dari perspektif mereka. Dan gamau liat lebih dari sisi lain."
Menghela napas sekali lagi. Kini Refa menundukkan kepalanya.
"Kak Leno gak punya temen. Karena menurut kak Leno, temen itu cuma orang yang sok-sok an baik di depan tapi nusuk dari belakang. Kak Leno gak pernah mau ngubah arti temen di hidupnya.
Karena... dia pernah terluka gara gara temannya. Jadi, dia gamau ngulangin hal yang sama. Hal yang buat dia gabisa lupa dengan cepet."
Kita berdua diem di antara puluhan manusia yang sekarang sudah mulai menyesaki kafe. Sekarang aku tau, Leno gak seburuk kelihatannya.
"Em, btw Ta, aku pacarannya sama adeknya kak Leno. Hehe."
-The end
...
Setelah aku baca ulang ... wah aku dulu kenapa begitu ya [meratapi diri sendiri]. Banyak banget typo-nya, haha. Tapi emang yaa bocah smp. Thankss buat segala feedback-nya ;)
Edited : 10 Mei 2020
- 260723
KAMU SEDANG MEMBACA
Narpati
Short Story[1/1] "Eh jelek ambilin kunci gue dong." ... (c) Cryshantemum23, 2018 Cover by @fairyboost__