01

288 64 49
                                    

"Pagi."
Vall berucap sembari menuruni tangga rumahnya.
Adiknya, Reano, yang sedang duduk manis di meja makan mengembangkan senyum di bibirnya. "Pagi kak Len!" sapa nya balik, membuat Vall ikut mengembangkan senyumnya.
"Non Lendra, hari ini saya anter ya?" tanya Mang Dede, supir yang dipekerjakan ayahnya.

"Gausah Mang, saya naik angkot aja." jawab Vall tersenyum ramah. Mang Dede yang tak ingin membantah hanya mengangguk, lalu pamit pada Vall untuk kembali ke belakang, ini bukan pertama kalinya Vall menolak untuk diantar ke sekolah. Entah, alasan yang dia berikan hanya sekedar 'biar irit bensin'.

Kembali menoleh ke adiknya, Vall merangkul pundak Reano, "No, kamu sekarang sekolah?" tanyanya.

Reano mengangguk, "Iya kak, kenapa?" Vall menggelengkan kepalanya, "Gapapa, hari ini kamu dianter Mang Dede aja ya? panas, ntar kamu jadi gosong kayak kakak." Vall terkekeh pelan.

Reano merenggut, "Kakak mau naik angkot, masa aku gaboleh ikut naik angkot, lagian kakak ga gosong dih." Perkataan Reano membuat Vall tersenyum gemas, mencubit pelan pipi adiknya itu "Bawel, udah bentar, biar kakak bilang sama Mang Dede." Vall yang hendak ke belakang ditahan oleh Reano. "Biar Rean aja, kakak sarapan dulu sana." ucap adiknya, membuat Vall mengangguk mengiyakan.

Segera beranjak, Vall menduduki salah satu kursi yang tersedia disana, lalu menyantap nasi goreng yang dibuat oleh Bi Ema.

Vall merenung, berfikir juga, untuk apa rumah sebesar ini kalau hanya ditempati empat orang.
Mama dan Papanya lebih sering menginap di luar, karena urusan pekerjaan, ataupun hanya sekedar untuk hiburan mereka sendiri.

Entahlah, Vall berasa tidak punya orangtua, karena yang Vall dan Rean butuhkan adalah kasih sayang, bukan harta yang berlimpah.

Entahlah, Vall berasa tidak punya orangtua, karena yang Vall dan Rean butuhkan adalah kasih sayang, bukan harta yang berlimpah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jevi melengos, menepuk keras pundak sang kakak, Jeffrey. "Abang kok kayak tai, motornya mau gua pake, gausah ngadi ngadi deh." ucapnya seraya mendelik.

"Yaelah Cep, lo naik angkot aja napesi, motornya gua yang pake, mau nge-band anjir udah hampir telat." Jeffrey merebut kunci motor dari tangan sang adik.

"BANG HEH ANJIR, ah elah." Jevi mendecak, berjalan keluar rumah sembari mengomel atas kelakuan sang abang.

Keluar gerbang, ia dikejutkan oleh penampakan sang pujaan hati. Matanya kemudian berbinar. "Lendra!" panggilnya.

Vall menoleh, tak lama kemudian melengos, melanjutkan langkahnya kembali untuk keluar komplek dan mencari angkot.

Jevi kemudian mengejar, menyamakan langkah, lalu tersenyum. "Pagi, gimana tidurnya semalem? nyenyak? mimpiin gue ga?"

"Hm, brisik banget lo masih pagi." jawab Vall tanpa menoleh sedikit pun.

"Ya gapapa dong len, gue kan mencerahkan pagi ini, biar hari lo bahagia selalu, apalagi kalo lagi sama gue." senyum Jevi tak pudar, sepertinya dia tak akan lelah tersenyum kepada Vall.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 17, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

៸៸ ᴍᴇʟᴛᴇᴅTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang