Prelude: Ankara Jenovin Raksa

251 33 10
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TIDAK seperti kebanyakan orang, menurut Jeno, dunia bukan terdiri dari hitam dan putih. Pun dengan kehidupan yang juga bukan tentang baik dan buruk.

Menurutnya, yang ada hanyalah semu. Abu-abu. Semacam sesuatu yang sulit dijelaskan dengan frasa. Seperti sebuah kehadiran yang selalu dianggap tak kasat mata.

Tidak, Jeno bukan arwah atau pun semacamnya yang kalian pikirkan. Sungguh. Dia hanya anak lelaki tujuh belas tahun yang menjadi idaman para gadis seantero sekolah. Yap! Si ketOS tampan yang hidung dan rahangnya mampu menyayat kulit kalian.

Ah... tidak juga. Itu hanya hiperbola, okay?

Ankara Jenovin Raksa.

Sebuah nama yang menjadi sasaran orang-orang untuk memujinya. Tentu saja. Nama yang indah, bukan?

'Nama kamu udah bagus banget loh itu. Kok dipanggilnya Jeno?' Adalah kalimat yang sudah menjadi santapannya baik di sekolah, tempat bimbel, bahkan di kedai kopi manapun.

Seperti saat ini, di hadapan seorang barista, Jeno menyebutkan pesanannya. "Americano," ia berucap pelan.

"Sizenya, kak?" Tanya barista wanita itu dengan ramah.

"Venti,"

"Atas nama siapa?"

"Jeno,"

"Oke kak Jen--" sang barista menatap badge nama di seragam Jeno. "Gimana kalau kak Ankara?"

Ya. Terjadi lagi.

"...bagus namanya," dia berusul sambil tersenyum lebar, seolah idenya adalah ide paling brilian di dunia.

Jeno tersenyum seadanya, "Jeno, mbak,"

"Oke kak Ankara,"

Terserah, Jeno membatin dongkol.


"Kenapa? Perkara Jeno dan Ankara lagi ya, bang?" Tanya lelaki berseragam putih biru itu tepat saat Jeno kembali ke kursinya dengan wajah masam.

"Capek. Abang tipe-x-in juga badge ini lama-lama."

Jessen tertawa sambil mengunyah permen karet. "Itu fakta. Ankara lebih keren daripada Jeno. Atau, Jenovin aja sekalian, gak usah dipotong-potong," katanya.

Jeno mendelik. "Udah berapa kali Abang bilang, Jenovin kedengeran kaya nama fuckboy."

"Yaudah berarti An--oke, aku diem." Jessen langsung mengatupkan bibirnya sambil menahan tawa saat melihat mata kakaknya itu mulai melotot.

sandyakalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang