Kania memejamkan matanya, berusaha meredam amarah yang membuncah. Bisa-bisanya Zefa berniat memulai kembali kerja sama bisnisnya dengan salah satu temannya, Dimas. Padahal, masih jelas dalam ingatan Kania, bahwa kerja sama terakhir keduanya berakhir berantakan. Intinya, Zefa ditipu oleh Dimas.
"Emang nggak ada orang lain buat kamu ajak kerja sama?"
Zefa memusatkan atensinya sejenak pada Kania, membagi fokus dari nasi goreng yang sedari tadi dimakannya. "Baru rencana. Mau liat dulu proposalnya gimana."
"Terus kalau bagus?" desak Kania.
"Bisa dipertimbangkan, Iyya. Aku punya alasan kenapa nggak langsung aku tolak. Konsepnya bagus," ujar Zefa, kalem, melanjutkan sesi makannya.
"Terus? Setelah itu kamu ketipu lagi gitu ya sama dia?"
"Itu lima tahun yang lalu, Iyya."
"And then?"
Kania tahu, Zefa selalu penuh dengan perhitungan. Penuh dengan rencana-rencana. Memiliki banyak cara pula. Tetapi, keputusannya kali ini benar-benar mengusik dirinya. Syak. Kania dipenuhi dengan syak terhadap keputusan yang Zefa ambil kali ini. Dia hanya tak ingin masa lalu kembali terulang lagi.
Orang yang dikhawatirkannya dengan sangat, justru tengah terlihat begitu menikmati makanannya.TBC