Dua

6 3 0
                                    

"Itu kenapa?"

Kania mengernyit, mengikuti arah telunjuk Zefa, kemudian mendengus. Zefa mengangkat sebelah alisnya tak mendapati jawaban.

"Udah diobatin belum?"

Kania lagi-lagi bungkam. Mengabaikan lelaki disebelahnya yang mulai heran. Pandangannya jatuh pada jalanan yang meski selepas diguyur hujan masih juga tetap ramai. Kendaraan lalu lalang. Kemacetan di depan. Suara klakson sesekali terdengar kencang.

"Aw!" jerit Kania, kaget sekaligus nyeri. Matanya memelototi Zefa, menyingkirkan tangan lelaki itu dari dahinya.

"Tanganku bersih kok," bela Zefa.

"Sakit tau!"

"Nah gitu dong bersuara. Aku sampai takut, yang disebelahku ini orang atau bukan," ujar Zefa disertai senyumnya yang menyebalkan.

"Jadi, itu kenapa?" Zefa kembali bertanya.

"Nggak tau, rasanya perih tapi," jawab Kania singkat. Masih membahas perihal nodula di dahinya.

"Jerawat rindu kali ya?"

Kania mendengus, "Iya, tiga hari nggak ketemu jadi begini jerawatku. Parah! Tanggung jawab lah kamu."

Zefa tertawa, "Abang jadi malu nih."

Kania tak bisa menahan tawanya, "Apasih, Jep!"

"Kamu nggak cuci muka ya kemarin? Make up juga nggak dibersihin. Diperparah kamu ke lapangan kemarin. Kulitmu katanya lagi sensitif."

Kania menoleh, dirinya tertangkap basah.

TBC

31 DWCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang