00: full moon

1.7K 280 14
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang pemuda pemburu dengan nama alias Si Tudung Merah."

Adalah sang nenek yang tengah menimang cucu kecilnya, membiarkan sang cucu meringkuk tatkala sang nenek bercerita. Di luar sana, salju sedang turun. Setidaknya di sini mereka punya perapian yang berpijar dan selimut hangat untuk bergelung mengungsi dari dingin menggigit. Dan tak lupa pula, sebuah dongeng sebelum tidur. Bukan hal yang asing. Nenek selalu membacakan dongeng sebelum tidur, tapi baru kali ini dongeng Nenek tidak disertai sebuah buku. Tidak ada buku. Tidak ada detil yang serupa dengan buku.

"Tapi, Nek. Bukannya Si Tudung Merah itu anak perempuan?"

Tanya itu membuat sang nenek tertawa kecil. Tanya lugu yang dilontarkan sang cucu akibat kebingungan. Gurunya berkata bahwa Si Tudung Merah adalah anak perempuan yang tidak mendengar kata orang tua, yang justru bermain saat disuruh cepat ke rumah nenek. Anak perempuan yang akhirnya dimakan serigala karena kenakalannya.

"Ini dongeng yang beda, Sayang." Sang nenek tersenyum lembut. "Di dongeng ini, Si Tudung Merah itu laki-laki. Di dongeng ini, Si Tudung Merah yang memburu serigala jahat. Kau mau dengar?"

Tawaran itu menggiurkan. Sang anak beringsut mendekat. Matanya menatap neneknya antusias, minta diceritakan lebih dalam. Siapa yang akan menolak dongeng, terlebih dongeng yang belum pernah didengar sebelumnya?

"Mau."

.

.

.

Setiap kali bulan penuh berakhir, Minho akan mengunjungi kota baru.

Dan itu berarti bahwa perburuannya telah usai. Senapannya ditenteng, moncongnya dibiarkan terseret-seret menyentuh tanah, mencicipi jejak merah darah yang tersisa. Hanya ada baret-baret kecil di lengan Minho. Sudah biasa. Tidak ada pergumulan dengan manusia serigala yang berlangsung tanpa luka-luka. Mereka adalah makhluk ganas yang membabi-buta, dan pada bulan penuh, mereka akan kehilangan kendalinya.

Bulan penuh telah turun perlahan, hendak digantikan fajar. Tubuh-tubuh berbulu yang bergelimpangan adalah bukti pertarungan Minho kali ini. Tetap disayangkan, keterlambatannya membuat kampung kecil ini kembali tak bertuan. Ia gagal melindungi manusia terakhir yang tersisa di saat-saat terakhir, tetapi setidaknya ia memusnahkan teror serigala itu selamanya.

Setidaknya ia menyelamatkan beberapa nyawa di masa depan. Dan itu, adalah hal terpenting untuk Minho.

Di sekelilingnya dihiasi merah: tanah, sol sepatunya, rerumputan yang meruntuk tak ingin melihat pembantaian. Merah, seperti tudungnya yang berkibar dipermainkan angin malam. Tudungnya yang dihiasi percik-percik darah musuhnya—para manusia serigala. Merah, tanda perburuannya.

Fajar telah terbit. Kalau Minho tidak salah ingat, kota berikutnya tidak jauh dari sini. Lembar baru perburuannya dimulai lagi, putih tanpa bercak merah.

red riding hood. ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang