Sore tak akan pernah lengkap tanpa kehadiran senja di ufuk barat mengantar matahari sang penguasa siang menuju peraduannya. Namun keindahan senja tidak akan membuai jika sang jingga tak pernah hadir mendampinginya memancarkan keanggunan karya tuhan. Senja dan jingga adalah pasangan paling serasi di muka bumi ini. Mengalahkan pasangan romeo dan juliet serta rama dan sinta. Kisah romantis mereka memang tak pernah diceritakan dalam buku ataupun film namun keindahan mereka tersaji harmoni di kaki langit di sore hari.
Dan ini adalah kisah tentang senja dan jingga di abad ini. Kisah tentang aku Jingga dan sahabatku Senja. Jangan tanya gimana caranya aku bisa kenal dan berteman dengannya, karena aku juga nggak tau gimana caranya nih cewek aneh bin ajaib bisa hadir dalam hidupku menjelma menjadi sohib aku. Tapi kalau kalian tanya apa yang mempertemukan aku dengan Senja, itu sangat gampang untuk aku jawab. Hujan, hujan yang mempertemukan aku dengan Senja.*
"Hujannya deras juga yah? Kapan berhentinya kalau begini?" Suara itu tiba-tiba muncul.
"Jangan tanya sama aku. Aku bukan pawang hujan!" Jawabku datar.
"Aku juga nggak nanya kamu pawang hujan atau bukan, aku kan Cuma nanya kapan hujan ini berhenti. Lagian ngapain sih kamu berdoa di tempat kayak gini, di bawah hujan lagi!"
"Aku nggak berdoa!"
"Kalau nggak berdoa ngapain itu tangan menengadah ke atas?"
"Aku lagi berusaha buat ngumpulin air hujan!"
"Buat apa?"
"Buat mandiin peliharaan aku!"
Setelah beberapa lama kami berdua larut dalam pikiran masing-masing, tiba-tiba dia sudah tidak lagi berada di sampingku, dia menghilang entah kemana. Pertemuan pertama memberiku kesan kalau dia adalah manusia unik.
"Cewek yang tadi mana yah? Aneh, yang tadi manusia atau jelangkung sih. Datang tak di jemput pulang tak diantar. Eh iya cewek tadi namanya siapa yah?"
Sosoknya yang unik semakin membuatku penasaran, siang itu selesai perkuliahan aku beralih profesi menjadi detektif dadakan. Ruang tata usaha adalah tempat pertama yang kudatangi, disini sedikit informasi tentang cewek itu aku dapatkan. Namanya SENJA, dari jurusan Sastra, yang artinya dia satu jurusan dengan aku. Untuk kali ini penyelidikan aku berakhir memuaskan, setidaknya aku tidak lagi menyebut dia cewek aneh atau unik atau ajaib.
Senja dan Jingga memang ditakdirkan berpasangan, itu juga yang terjadi dalam hidup aku. Pertemuan aku dengan Senja beberapa waktu yang lalu ternyata bukan yang pertama dan terakhir kalinya kami bertemu. Yah, aku dan Senja kembali dipertemukan oleh takdir di sebuah unit kegiatan mahasiswa. Kami sama-sama terpilih menjadi anggota jurnalis kampus, tidak hanya itu kami juga mendapat tugas meliput berita yang sama atau dengan kata lain kami satu kelompok. Mungkin tuhan telah mentakdirkan Senja menjadi seseorang dalam hidup aku.
"Hai ketemu lagi Senja?"
"Dari mana kamu tau nama aku?"
"Kita kan satu jurusan, nggak lupa kan?"
"Aku ingat Jingga."
"Kamu juga sudah kenal nama aku juga ternyata, salam kenal Senja!"
"Salam kenal juga Jingga, semoga kita bisa menjadi teman yang baik."
**
Senja adalah sebuah cerita yang tak akan pernah terhapus dalam catatan hidupku, kehadirannya membuatku kembali percaya tentang arti seorang sahabat. Senja adalah lembaran kepercayaan yang kembali aku susun dalam bingkai hatiku. Senja adalah nasib baik dalam hidupku yang sial ini. Senja adalah senyumanku yang hilang. dan Senjaadalah kisah yang tidak akan pernah tergantikan oleh kisah apapun.
Dulu sebelum Senja datang dan membawa ceritanya dalam hidupku, luka karena terlalu percaya akan indahnya persahabatan lebih dulu menuliskan kisahnya dalam lembar hatiku. Luka yang membuatku tak percaya dan tak ingin lagi percaya tentang arti setia seorang sahabat. Aku terluka, aku kecewa, aku sakit hati. Semua telah pergi meninggalkan percah-percah hati yang tak seorang pun bisa mengurainya. Air mata hanya bisa mengenangnya, kata-kata hanya bisa menyesalinya, jeritan hati hanya bisa meratapinya dan pena hanya bisa menuliskannya.
Kucoba mengikat semua cerita itu dalam simpul kerelaan, namun semakin erat ikatan itu semakin erat pula luka dan kekecewaan itu menggenggam sanubariku. Entah kenapa aku sendiri pun tak berniat untuk membuka ikatan itu, ikatan yang sesungguhnya sangat menyiksa batinku.
Dibatas kuatku melawan luka, di batas senyumku menahan air mata. Senja hadir dan merangkai kembali percah-percah hatiku yang berantakan karena kecewa. Aku mencoba menggapai uluran tangan itu, memberi satu ruang di hatiku. Aku mencoba berdamai dengan semua yang telah terjadi meski semuanya diawali dengan kepura-puraan.
Di batas kuatku, Pelan tapi pasti Senja bisa membuat ku bangkit meski harus merangkak. Semua telah berubah dan semua tak lagi sama, kata-kata Senja berusaha aku benarkan."Semua orang punya masa lalu Jingga, dan aku mengerti menghapus masa lalu, tidak gampang. Tapi hidup dengan masa lalu adalah awal dari kegagalan dalam hidup kamu!"
"Andai kamu datang jauh sebelumnya Senja, mungkin aku tidak akan jatuh sedalam ini. Dia yang selama ini aku anggap sahabat, dia yang selama ini adalah warna dalam hidupku. Namun ternyata dia juga yang telah memperkenalkan aku dengan luka dan kecewa."
"Seperti yang aku bilang tadi, semuanya memang tidak mudah. Dan tanpa aku pun sebenarnya kamu bisa. Sayangnya kamu terlalu meratapi semuanya, sampai-sampai kamu nggak mampu lagi untuk berdiri seperti yang dulu."
"Kamu benar Senja, aku terlalu meratapi semuanya. Sampai aku lupa kalau masih ada tempat untuk bahagia."
"Pelangi saja masih bisa menampakkan keindahannya walau ia berada di antara mendung, hujan pun tak pernah lelah untuk kembali hadir meski harus merasakan sakit karena jatuh berkali-kali."
"Jingga coba kamu lihat bunga itu, dia tidak tak selamanya terlihat indah bermekaran seperti itu, terkadang dia juga harus layu karena musim."
Senja tidak sedang menghakimiku, atau bahkan membuatku semakin jatuh, sama sekali tidak. Meski sering aku berpikir demikian. Senja juga tidak sedang membenarkan langkahku selama ini yang hidup di bawah bayang-bayang masa lalu. Senja hanya menjalankan perannya sebagai seorang sahabat, membantuku bangkit dan perlahan menjauh dari masa lalu, membawaku pada kehidupan yang sebenarnya.
Aku yang keras kepala mungkin sering membuat Senja merasa jengkel, marah atau bahkan lebih dari itu.
"Nggak Pernah merasakan yang namanya Sakit hati yah?" Umpatku pada Senja suatu hari. Tersinggung, yah itu pasti yang dirasakan Senja, namun Senja tidak pernah menampakkan atau bahkan melampiaskan sakitnya dengan menjauhiku. Tapi sebaliknya.
"Jingga mungkin selama ini kamu nggak suka dengan sikap aku, tapi yang harus kamu tau Jingga aku melakukan ini karena aku sayang sama kamu, aku ingin kamu kembali tersenyum seperti dulu, aku mau kamu mendapat kebahagiaan kamu kembali, Cuma itu Jingga.""Terima kasih Senja untuk semua yang telah kamu lakukan buat aku. Seharusnya kamu nggak perlu ngelakuian ini buat aku."
"Sama-sama Jingga, aku ngelakuin ini karena aku ingin kita seperti Senja dan Jingga yang setiap sore membuat langit begitu indah."
"Senja dan Jingga di langit sore?"
"Iya, seperti Senja dan Jingga yang selalu membuat orang tersenyum bahagia kala memandang dan menikmatinya."
"Hahaha lucu yah Senja, dua orang yang satu Senja dan yang satunya Jingga. Bertemu dalam suasana yang berbeda. Tapi akan terus bersama nggak yah?"
"Senja tidak akan terlihat anggun mempesona tanpa ada Jingga mendampinginya, dan itu akan berlaku selamanya. Begitu pun dengan kita."
"Karena kita adalah Senja Jingga di kehidupan nyata, yang keharmonisan dan keindahannya bukan karena lukisan alam, tetapi dilukis oleh sebuah kisah dan air mata."
Fityana Mawardi (Senja_Vee)
30 jully
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Terakhir
Short StorySenja memberiku pelukan nyaman saat aku menatapnya. Jika aku kesepian, aku kembali melihat senja. ~Adel Senja dan jingga adalah pasangan paling serasi di muka bumi ini. Mengalahkan pasangan romeo dan juliet serta rama dan sinta. ~Jingga Senja mengaj...