3. September

19 1 3
                                    

Bulan September hampir usai. Namun musim gugur semakin semangat untuk menunjukan dirinya. Seperti itulah A.J. hari ini.
Berangkat ke sekolah sambil berjingkrak-jingkrak seperti anak kecil berumur 5 tahun dengan senyuman terlebar yang ia miliki.

Sesampainya di kelas,ia melompat-lompat menuju bangkunya. Ia memasukan tas ke laci mejanya yang di penuhi sesak buket bunga dan coklat. Ia melirik Clara yang sibuk membaca seperti biasa.
"Clara, kau tahu hari ini hari apa ? "
"Kamis"
"Kok' hari Kamis ?"
"Iya A.J. hari ini hari Kamis"
"Kita 'kan sahabat, masa' kau tidak tahu hari ini hari apa"

Clara menghela nafas,
"Biarku tebak, PR geometrimu belum selesai jadi kau mau minta bantuanku."
"Jadi cepat keluarkan bukumu"

A.J. cemberut. Sambil mengambil buku tugasnya A.J. sibuk mengomel sendiri.
Clara melirik A.J. Diam-diam Clara harus mengakui bahwa A.J. begitu tampan bila sedang mengomel sendiri.

Sambil pura-pura tersenyum malas, Clara menyodorkan sebuah bungkusan kertas coklat yang di ikat benang wol.
A.J. membuka bungkusannya. Di dalamnya terdapat sebuah kalung dengan liontin panjang mengkilap berwarna hitam legam dengan ukiran menawan khas penyihir.

"Wow. Terima kasih, Clara" sorak A.J.
"Tapi.....apa ini ?"
Clara terkekeh,
"Itu tulang kucing hitam yang kami buat beberapa tahun lalu,"
"APAAA!!!! KUCING HITAM ?!" A.J. berteriak kencang-kencang sampai seisi kelas kelas menatapnya dengan aneh.
"Kau membuat liontin dengan tulang kucing hitam yang lucu itu ?" A.J. menahan nafasnya merasa geli dan kasihan.

"Kami melemparkan beberapa kucing hitam ke dalam kuali, lalu merebusnya sampai hanya tersisa tulang dan kulitnya. Setelah itu kami mencari tulang yang paling hitam." Jelas Clara tanpa mengalihkan perhatiannya dari buku.
"Itu jimat dariku. Terima saja."

"Jimat ?" A.J. bingung
"Untuk keberuntungan,"
"Keberuntungan ? Seperti apa ?"
Clara menghela nafas, A.J. memang terlalu banyak bicara. "Tentu saja untuk mendapat nasib baik atau mendapatkan hati seorang gadis," jelas Clara yang tidak terlalu memperhatikan kata-kata yang keluar dari mulutnya.
"Seorang gadis ?" A.J. bingung

"Kalau untuk mendapatkan hati gadis menyebalkan yang duduk du sebelahku, bisa ?"
Tanya A.J. menatap lurus ke depan dan sesekali melirik usil ke arah Clara.
Clara menatap tajam ke arah A.J. berusaha menyembunyikan kekagetan sekaligus senyumnya.
A.J. yang menyadari bahwa Clara menatapnya seperti itu, langsung mengalihkan pandangannya ke arah buku tugas geometrinya yang kosong.
"Maksudmu ?"
"Aah..... tidak kok..." A.J. tertawa dalam hatinya ia merutuki pertanyaan konyolnya. Setelah tawa A.J. habis, keadaan malah semakin canggung.

Angin berhembus dan dahan-dahan mengikis lembut jendela seolah-olah berkomentar :
"Betapa konyolnya kau A.J."
A.J. terus melamun sambil sesekali menatap buku tugasnya.

Bel sekolah berdering seperti gelas yang di ketuk dengan sendok perak.
A.J. terkejut, bangun dari lamunannya . Pen yang ia pegang terjatuh, bergulir di lantai.
A.J. berlutut mengambil pennya.
Clara menoleh ke bawah.
Ketika A.J. mencoba berdiri, ia merasa kepalanya membentur sesuatu. Ia mendongak.
Wajah Clara menyempul merah, menatap mata A.J. yang berwarna abu-abu.
Rambut A.J. yang berwarna coklat perunggu memantulkan sinar musim gugur yang lembut.

Mulai melelehkan,
Hati Clara yang membeku.

*****************

A.J. berjalan sambil melompat-lompat kecil di jalanan kota. Sementara Clara berjalan di belakang A.J. sambil memutar bola matanya dengan malas.
Di dalam hati, Clara merasa iri pada A.J. kenapa ia tidak bisa seceria A.J.
Clara mempercepat langkahnya, "Clara, sekarang 'kan hari ulang tahunku, kapan kau berulang tahun ?"
Clara tidak menjawab,
"Kau pernah merayakannya bukan ?" Tanya A.J.
Clara menggeleng,
"Merayakan ulang tahun itu konyol,"

"Tidak semua perayaan ulang tahun itu konyol, maksudku terkadang perayaan ulang tahun anak-anak memang sedikit konyol. Tapi kau bisa mengganti perayaan ulang tahun dengan berkumpul bersama keluarga, berkemah, bla....bla...bla...bla...bla..."
Clara pun membiarkan A.J. terus memgoceh. Tapi lama-lama ia mulai berpikir ocehan A.J. memang ada benarnya. Ia mulai ingat tentang perayaan ulang tahunnya ketika ia masih kecil.

Diam-diam Clara tersenyum menatap A.J.
Sahabatnya itu memang sangat tampan bila sedang mengoceh.

Sesampainya di rumah, A.J. terhenyak di tempat tidurnya. Tanpa sadar, A.J. tersenyum, ingat kejadian yang tadi di sekolah. Benturannya dengan Clara, tugas geometri yang belum selesai, omelan Mrs. Mcville dan ocehannya sepanjang jalan. Sepertinya kota Humminghill tidak se-membosankan seperti yang orang kira.

Tok..tok..tok...
Terdengar ada yang mengetuk jendela kamarnya. Awalnya A.J. mengira itu hanyalah bunyi burung atau ranting pohon yang menabrak kaca jendela.

Bunyi itu terulang sekali dan dua kali.
A.J. berdiri, ia melihat Jacob berdiri di luar jendela.
Tok..tok..
"Hey ! Kakak ipar, cepat buka jendelanya !" Teriaknya dari luar.
A.J. bergegas membuka jendela kamarnya. Angin dingin yang kencang lansung menyerobot masuk ke kamarnya.
Jacob melayang masuk, "mengendarai" angin seolah-olah angin itu adalah skateboard.
"Halo, kakak ipar !" Sapanya
"Wow ! Hebat, kau bisa mengendarai angin," takjub A.J.
"Tentu saja ! Aku 'kan pengendali elemen," Jacob terkekeh
"Ayo kita jalan-jalan."

"Jalan-jalan ?"
"Iya,"
"Naik angin ?" A.J. menyernit.
"Tentu saja. Kau belum pernah naik angin 'kan ?"
A.J. menggaruk kepalanya. Jacob tertawa, melihat wajah calon kakak iparnya yang kebinggungan.
"Ah, sudahlah ! Ayo cepat selagi anginnya masih kencang !" Jacob mendorong punggung A.J. lalu melompat keluar jendela.
A.J. melangkah mundur, "Oh, tidak. Ini ide yang buruk." Ia tidak siap untuk berakhir di rumah sakit. Dengan gemas, Jacob narik tangan A.J. "Ayo cepat !"
Begitu keluar jendela A.J. merasa ringan, kakinya serasa seperti menginjak sesuatu yg lembut.
"Aku mengendarai angin," ia berteriak kencang.
"Tidak usah berteriak," ucap Jacob gemas menahan tawa
"Ayo cepat, sebelum ada yang melihat kita."

Jacob mengajari A.J. "meluncur" di angin musim gugur yang ia kendalikan. Tak terasa mereka sampai ke rumah keluarga Emerson dan masuk ke jendela kamar Jacob yang terbuka.

Kamar Jacob luar biasa berantakan.
"Maaf berantakan," Jacob terkekeh
"Tidak usah di pikirkan. Kamarku juga berantakan," A.J. tersenyum.
Ia sibuk memperhatikan barang-barang Jacob yang berserakan.
Perhatiannya tertuju pada sebuah pigura foto kecil di sudut meja.
Ada seorang pria mengendong seorang gadis kecil yang tertawa. Sementara di bawahnya ada anak laki-laki cina yang jauh lebih kecil merengek-rengek.

Anak laki-laki cina itu pasti Jacob, pria itu adalah ayahnya. Tapi... gadis kecil yang di gendong di punggung ?
A.J. mengerutkan dahinya.
"Kau tidak mengenalinya ?" Tanya Jacob yang membaca pikiran A.J.

Begitu Jacob menyentuh pigura itu, foto di dalamnya bergerak. A.J. merasa seolah-olah berada di dalam pigura itu.
Ia melihat pria itu melihat pria itu menggendong gadis kecil itu sambil melompat-lompat kecil.
Gadis kecil itu terus saja tertawa seperti belum pernah sebahagia itu.
Lalu anak laki-laki cina datang dan menarik ujung baju pria itu.
"Aku juga mau di gendong. Clara, Turun ! Ini giliranku !" Rengeknya.
Gadis itu menggeleng sambil memeluk pria itu lebih kencang.
"Tidak boleh ! Aku masih ingin bersama ayah."

*****************

Jacob mengajak A.J. ke basement. Ia menunjukan sebuah daun pintu berwarna hijau lengkap dengan bingkainya.
Ia membukanya. " Ayo masuk"
A.J. menyernit, tidak ada ruangan di balik pintunya. Jacob menarik A.J. melewati pintu.

A.J. terkejut kini ia berada di sebuah hutan pohon pinus berkabut. "Kalian punya hutan pribadi,"

Jacob terkekeh,
"Gunung apa itu ?" A.J. menyunjuk pada gunung hitam yang ada di seberang hutan. Jacob tersenyum misterius. "Kau mau berkeliling ?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 29, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sorceress'sagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang