My (broken family) life

27 4 0
                                    

Ada masa dimana aku merasa lelah saat sepi merajam malamku.
Ada masa dimana aku kuat, tertawa sesukaku tanpa memikirkan masalah apa yang sedang terjadi.

Kadang, aku rindu menjadi anak kecil kembali. Serumit apapun masalahnya, aku tidak peduli.

Aku; anak yang lahir dari keluarga yang tidak utuh.
Aku; korban dari orangtuaku yang egois, mereka hanya memikirkan bahagianya tanpa memikirkan bahagiaku.

Memposisikan diri sebagai anak yang terlahir di keluarga yang patah, tidak berlebihan jika aku ingin mengatakan bahwa aku ingin dipahami dengan baik.

Sesuatu akan terasa lebih berharga saat "kehilangan" telah menyapa. Lantas, bagaimana rasanya jika hati telah merasa "kehilangan" namun pada kenyataannya belum sempat memiliki seutuhnya?
Kunamai perasaan ini sebagai sebuah "hilang yang kehilangan" -tentang keluargaku yang hilang sebelum aku memiliki mereka seutuhnya.
Di kepalaku, lebih banyak kenyataan pahit yang terekam dengan jelas. Meski menyedihkan, aku selalu berupaya menemukan alasan untuk merasa baik-baik saja. Sungguh, tidak ada penyesalan tentang kehilangan yang aku alami meski kesedihan yang tercipta itu abadi.

Aku pernah meminta Tuhan mencabut nyawaku karena kenyataan yang sama sekali sulit aku terima. Bagaimana bisa aku dengan mudah menerima bahwa ayah dan ibuku kini bukan lagi sepasang suami istri.
Beberapa saat aku hidup bersama kesunyian yang memenjarakan tubuh tabahku, aku menyalahkan diriku sendiri atas kehancuran keluargaku. Aku mengira-ngira bahwa akulah penyebab mereka berpisah. Aku membenci diriku sendiri. Aku rapuh. Aku takut. Aku kehilangan. Dan aku hancur.
Hingga akhirnya aku menyadari satu hal, hidup memang tidaklah mudah. Ada kenyataan yang harus aku hadapi. Aku tak ingin jika kenyataan kembali merampas bahagiaku.

Apa yang lebih menyenangkan dari kenyataan bahwa kita mampu berdiri di atas puing-puing kehancuran?

Aku pernah meratapi hidup yang aku jalani karena ketidakberdayaan keluargaku. Aku pernah marah pada kedua orangtuaku perihal keadaan keluarga yang tidak menyenangkan. Aku pernah menyalahkan Tuhan. Aku seringkali terjerumus ke ruang yang menyedihkan. Bahkan ada satu masa dimana aku kehilangan diriku sendiri, kepalaku tidak mampu mengenali siapa aku dan apa inginku. Dan kepada diriku sendiri aku tidak lagi mampu memahaminya dengan baik. Hal-hal apa yang dulu membuatku tenang, kita tak lagi kutemukan alasannya.
-lagi-lagi, aku kehilangan.

Sungguh, ternyata aku lupa bahwa masa kecilku tak seindah seperti yang aku rindukan! Seketika aku ingat kembali betapa banyak luka dan masalah yang terjadi ketika masa itu.

A K UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang