Aku Tanpa Kamu

1.3K 110 36
                                    


Di dunia ini "menetap" adalah kata kerja sementara yang tidak akan pernah benar-benar terlakasana. Mereka hanya singgah sebentar kemudian berlalu pergi.

Dan kamu pun begitu,

Pergi. Meninggalkanku sendiri dengan luka yang entah kapan bisa terobati.

•••

Hujan yang mengguyur kotanya semalam masih meninggalkan sisa. Dedaunan di pekarangannya masih basah, aroma petrikor yang ditimbulkan tanah setelah hujan juga masih tercium. Menenangkan, mungkin memang seperti itulah peran petrikor.

Gadis beriris madu itu meloncat pelan, kakinya yang tanpa pelindung menjejak pada tanah yang digenangi air, menciptakan percikan yang mengotori kaki jenjangnya.

Mendongak, ia tatap langit kelabu yang terlihat mendung. Sepertinya hujan semalam belum puas mengguyur bumi. “Kelabu. Seperti hariku saat tanpa kamu,” gumamnya pelan. Seperti teringat sesuatu, ia lantas tersenyum lalu melanjutkan langkah riangnya.

Tapaki satu persatu batu pijakan yang tertanam pada rumput di halaman rumahnya, ia kembali terdiam. Memperhatikan wajahnya yang terpantul dari genangan air, seketika ia mengernyit seraya meraba matanya yang terlihat bengkak, lengkungan hitam di bawah matanya juga terlihat mengerikan. Seperti habis menangis. Tapi ... karena apa?

“Sebenernya, Deeka niat gak sih ngasih aku bunga? Kok buketnya patah kayak gini?” Kini ia beralih memperhatikan buket mawar merah di tangannya, kemudian mendengkus sebal.

Sahabat yang kini merangkap sebagai kekasihnya itu memang tidak pernah romantis. Namun sepertinya buket ini termasuk ke dalam kategori sesuatu yang romantis, Deeka jarang sekali memberinya hal semanis ini.

“Aku janji gak akan pernah ninggalin kamu.” Ia tersenyum kala mengingat janji yang diucapkan Deeka beberapa waktu lalu.

Ya! Deeka memang tidak boleh meninggalkannya, karena Nara tidak akan bisa hidup tanpa penyemangatnya. Deeka.

Ah, rasanya ia begitu merindukan lelaki itu.

Langkah kakinya terhenti di depan sebuah pagar setinggi satu meter. Melihat keadaan yang sepi, Nara mengernyit heran. Sudah siang begini, kenapa masih sepi? tanyanya dalam hati.

Abaikan semua keheranannya, Nara mendorong pintu pagar tersebut lalu masuk ke sana. Ketika sepasang netranya bergulir menatap jendela kamar Deeka yang gordennya masih tertutup, sebuah decakan lolos dari bibirnya. “Dasar, Kebo! Udah siang juga masih tidur aja.”

Nara berjongkok, memungut sebuah batu berukuran kecil lalu melemparkaannya pada kaca jendela, menimbulkan bunyi yang seharusnya bisa membangunkan si sang empunya kamar. Sayangnya sampai pada lemparan ketiga, di dalam sana tak kunjung ada pergerakan.

“DEEKA, INI NARAAA!!” Pada akhirnya ia memilih untuk berteriak.

“DEEKA TURUN DONG! KATANYA MAU NGAJAK AKU JALAN-JALAN.”

“DEEKA, KALO KAMU GAK TURUN AKU MARAH, NIH!”

"DEEKA, AKU SERIUS! KALAU KAMU GAK TURUN, AKU GAK MAU KETEMU KAMU LAGI!"

"Dee..."

Mengembuskan napas lelah, ia kembali berjongkok. Bukan untuk mengambil batu, hanya sekadar mengistirahatkan tubuhnya yang terasa begitu letih.

“Ayo dong, Dee ... keluar,” ucapnya parau. Entah untuk alasan apa, mendadak saja setetes cairan bening luruh dari sudut matanya. “Aku cuma mau nanya, kenapa buketnya bisa patah kayak gini? Kamu marah sama aku?”

Air mata itu jatuh semakin banyak. “Salah aku apa? Kenapa kamu gak mau nemuin aku?” Memeluk lutut, ia tumpukan kepalanya di sana. Memikirkan kesalahan apa yang mungkin telah dia perbuat hingga Deeka marah padanya.

“Nara?!”

Menghapus cepat air matanya, Nara mendongak antusias. “Dee—oh, Tante?” ucapnya lesu dengan bahu merosot.

Melangkah tertatih, ia hampiri ibu Deeka yang berdiri di depan pintu lalu memegang erat tangan wanita itu. Jika dilihat dari jarak sedekat ini, kantung mata wanita itu juga terlihat sama bengkaknya. “Tante, Deeka lagi marah sama Nara, dia nggak mau nemuin Nara. Udah Nara panggil-panggil tapi dia gak nyaut. Tante, izinin Nara masuk, ya? Nara mau cubit Deeka biar dia bangun. Boleh 'kan—” Sebuah usapan lembut yang mendarat di lengannya berhasil menghentikan ucapan Nara.

“Sudah ya, Nak. Kamu pasti capek. Lebih baik sekarang kamu pulang terus istirahat.

REGRETFUL; Aku Tanpa KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang