Muda yang Tua

9 1 0
                                    

Aku berjalan di lorong yang cukup panjang, remang dan hening tanpa suara. Dindingnya berlumut dan sedikit basah. Cukup dingin, sampai - sampai aku harus menggosok - gosokkan kedua telapak tanganku agar tak kedinginan.

Lune tetap bertengger di pundakku. Dia tetap melihat ke depan dengan percaya diri. Aku mengeluarkan ponselku, ternyata sekarang sudah pukul 4 sore.

Perutku mulai keroncongan, aku belum makan siang. Aku meraih ranselku dan membawa sebuah roti untuk mengganjal rasa lapar ini. Lune tiba - tiba melihatku.

" Kau mau?" Tanyaku.

Tak menunggu jawaban, aku pun langsung menyobekkan bungkus roti ini dan mengambil sebagian roti lalu melemparnya ke atas. Lune langsung melompat dan menangkap roti itu dengan paruhnya. Dia kembali ke pundakku.

" Terimakasih." Ucapnya.

Aku membalasnya hanya dengan acungan jempolku saja.

Aku dan Lune masih berjalan di dalam lorong, masih belum terlihat tanda - tanda akhir dari lorong ini. Tiba - tiba...

" Aku sudah menunggu lama disini, Dares."

Di depanku ada seseorang yang berdiri sambil bersandar pada dinding lorong. Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas. Namun, aku merasa pernah mendengar suara orang ini.

" Siapa kau? Apa maumu?!" Tanyaku.

" Berhati - hatilah Dares, dia mungkin berbahaya." Bisik Lune padaku.

" Aku?..." Ucapnya.

Dia berjalan menuju ke arahku. Dia semakin dekat. Kedua matanya bersinar, ungu menyala.

" Kau lagi! Apa maumu?!" Bentakku.

Dia berhenti berjalan.

" Serahkan cincin Bulan itu padaku, atau..." Ucapnya.

" Atau apa?!" Bentakku lagi.

" Ayahmu yang lemah itu berakhir, Hahahahah!" Lanjutnya.

" JANGAN MENGHINA AYAHKU!" Emosiku memuncak.

Cincin bulan yang kupakai tiba - tiba bercahaya. Tangan kiriku bergetar. Aku segera menggenggamnya. Namun tiba - tiba mulutku berbicara sendiri.

Wahai Sang Bulan,

Wahai cahaya bulan yang suci,

Kabulkanlah pemintaan kami,

Berilah aku kekuatan.

Mataku terpejam, aku merasakan aliran energi menuju ke tubuhku. Mataku terbuka kembali, dia hanya tersenyum licik.

" Dares! Matamu bersinar!" Ucap Lune.

" Sepertinya kau memang pewaris suci cincin itu, namun dengan kekuatanmu sekarang kau tidak akan bisa menyelamatkan Ayahmu."

" Halah, kau banyak bicara! Rasakan ini." Aku benar - benar menghiraukan setiap ucapannya.

Aku mengepalkan tanganku sekuat mungkin dan berlari ke arahnya dengan cepat. Setelah aku berada tepat di depannya aku langsung meninjunya dengan tanganku.

Aku tepat meninju di kepalanya, namun seketika dia berpindah secepat kilat dan dia sekarang berada di sampingku.

Aku langsung membantingkan tangan kiriku sekuat mungkin kearahnya, namun dengan cara yang sama ia kembali berpindah secepat kilat. Sekarang Ia berada di belakangku.

" Kau tak percaya? Lihatlah, tidak ada satupun pukulanmu yang terkena padaku." Ucapnya.

" Dares, sebenarnya aku tak tahu dimana ayahmu sekarang." Ucap lelaki aneh itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 04, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TROUVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang