Terkesima sekali Afnan terhadap film yang baru saja ditontonnya itu. Begitu film selesai, ia tak segera beranjak dari tempat duduk. Dihirupnya napas dengan perlahan, memejamkan matanya sesaat, lantas mengepalkan tangannya dan menempelkannya di dada. Ia membungkuk. Dalam dan begitu khidmat. Petugas yang sedang sibuk membereskan ruang teater dibuat heran dengan prilakunya yang ganjil itu.
"Mas, maaf, film sudah selesai, anda boleh meninggalkan ruangan sekarang" tegur petugas tadi sambil menepuk bahunya.
Afnan mendengarnya, ia pun menurut. Satu menit kemudian, ia sudah berada di luar bioskop.
Senyumnya terus mengembang, ia berjalan dengan pembawaan ceria. Setiap adegan hebat di film itu masih membayang di benaknya. Favoritnya adalah pertarungan epik antara Thanos dengan Doctor Strange. Dia suka sekali bagaimana trik sihir Doctor Strange untuk memperbanyak diri. Baginya itu sangat keren. Pun, ia terus saja menjentikkan jarinya meniru gerakan simpel Thanos yang membuat orang-orang hancur menjadi debu.
Saat imajinya masih tertinggal di ruang teater, tepat di layar proyektor, seketika seseorang memanggilnya.
"Afnan!!!"
Suara itu menarik kembali kesadaran Afnan ke dunia nyata. Siapa yang memanggil?
Orang itu tak lain dan tak bukan ialah temannya dulu semasa SMA. Wanita yang berparas cantik itu. Yang berkulit eksotis, yang rambutnya tergerai, dan pakaiannya yang selalu sederhana tapi menawan. Dengan tubuhnya yang tak begitu jangkung tapi berisi itu, mana mungkin bisa dilupakannya. Afnan diam-diam pernah mengaguminya. Maka tak bisa dielakkan lagi, pertemuannya yang mendadak, sejak tak bertemu setelah perpisahan SMA itu membuat dirinya salah tingkah.
Afnan pun meliriknya, melihat dia yang sedang berjalan ke arahnya."Hei, kebetulan yang menyenangkan ya? Ga nyangka bakal ketemu kamu disini. Apa kabar?" begitu kalimat pembuka percakapan mereka.
"E-eh, baik kok Sal. Kamu gimana?"
"Baik. Dari mana mau kemana nih? Kenapa sendiri?"
Ohiya, namanya Salsa. Salsa Dala Asta. Nama yang kerap kali menghiasi buku puisi kecilnya dulu.
"Abis nonton Sal, dua jam lebih perut kosong, mesti diisi dulu."
"Wah, bagus tuh. Aku ikut ya, sekalian ngobrol ngobrol, udah lama banget kan?"
Tanpa disadari tangannya digenggam dan ditarik Salsa. Afnan yang masih belum bisa mencerna setiap kejadian yang sangat cepat dan singkat itu, awalnya ragu, dia belum bergerak dari posisinya. Tapi Salsa terus saja mendesak.
Apa daya, Afnan takkan mampu menolak permintaan Salsa. Mereka berjalan dari semula Salsa yang menarik tangan Afnan, kini berbalik. Afnan yang menentukan tempatnya.
Mereka keluar dari Mal, lalu berjalan kaki 100m di trotoar menuju Rumah makan di belokan jalan. Meninggalkan kendaraan yang masih terpakir di basement.
Sepuluh menit berlalu, mereka sudah memasuki Rumah Makan Sunda, tempat makan favorit Afnan. Memilih meja di lantai dua, supaya lebih terbuka, sembari melihat hilir mudik kendaraan di bawah sana.
Salsa membaca baca menu, sibuk memilih makanan. Afnan berinisiatif memilihkan, Salsa tak keberatan. Lima menit berlalu, dua porsi nasi Tutug Oncom hangat, dengan lauk ayam geprek, tahu, juga daun daun lalap, ditambah 2 gelas teh tawar hangat telah tersaji di meja. Keduanya mencelupkan tangan ke masing masing kobokan yang telah disediakan, lantas mengelapnya, kemudian mulai melahap hidangannya.
Di sela-sela kunyah dan telan yang bergantian, Salsa memulai perbincangan, memecah senyap.
"Nan, tadi kamu nonton film apa? Seru ga?"
Afnan masih saja berpaling menghindari tatapan, dia tak percaya Salsa sedang berdua bersamanya. Dulu saat SMA, melirik dia saja badannya gemetar, apalagi mengobrol. Namun setelah satu tarikan napas yang berat, dia memberanikan diri.
"Avengers, Sal. Seru. Anehnya aku kaya tersadar sesuatu gitu."
"Apa?"
Sesuatu itu meluncur begitu saja dari bibir Afnan. Benteng rasa malu yang kokoh itu tiba tiba luluh lantak. Bukannya membahas film, dia malah bermaksud bercerita.
"Banyak sal, aku juga heran kok bisa begitu banyak kesamaan antara film yang baru ku tonton sama kejadian yang belum lama berlalu."
Nah kan, dia mulai bersemangat. Salsa pun tampak tertarik.
"Hmmm. Kesamaan gimana maksudnya?"
"Panjang, Sal. Emang kamu mau denger?"
"Gaapa, kita kan ga terburu waktu. Reuni kita lama dikit ga masalah kan?"
"Oke, tapi kamu harus sabar dengerin aku cerita. Ini bakalan panjang dan penuh emosi."
"Mulai aja dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Puisi buat Salsa
General FictionAfnan sempat lepas dari belenggu rindu. Selama bertahun tahun tanpanya, ia menjalani hidup normal. Namun akhirnya ia kembali. Puisinya yang sendu.