Berceritalah Afnan pada Salsa. Tentang film yang baru saja ditontonnya, mengingatkan dia kepada sesosok perempuan tangguh, ibunya.
Seminggu lalu, saat ibunya sedang shalat subuh sendirian, tepat ketika dahinya menempel di sajadah, sujud terakhirnya itu benar-benar jadi gerakan terakhir dalam hidupnya. Ia tak pernah bangun kembali. Sungguh kematian yang damai.
Bahkan penghuni rumah baru tahu setelah mereka bangun untuk sarapan. Mereka biasanya tak pernah bangun kesiangan seperti ini jika saja malamnya tak bergadang merayakan si adik yang baru diterima di perguruan tinggi favorit.
Dilihatnya oleh mereka, seorang wanita sudah terkapar, kedua lututnya tertekuk kedepan, tangannya luruh, dengan mukena yang masih membungkus tubuhnya yang renta. Ayahnya mendekat mencoba membangunkan, tapi tak ada reaksi sedikitpun. Lalu ia memastikan dengan memeriksa napas dan denyut nadinya. Semuanya berhenti. Tanda-tanda kehidupan tak lagi ditemukan. Seketika bola mata tiap-tiap yang melihatnya basah, meleleh sampai ke pipi. Mereka tak berada di samping almarhumah saat beliau menghembuskan napas terakhir. Afnan segera merengkuh tubuh ibunya, erat, seakan tak mau melepas. Ia menangis tersedu. Ia telah kehilangan.
Kebahagiaan malam itu seketika luntur, berubah jadi isak yang membuat sesak.
Sekejap kemudian rumah menjadi ramai oleh orang-orang yang hendak melayat, ikut mengurus jenazah. Di pagar depan rumah telah terpasang bendera kuning. Ayahnya sibuk menerima tamu satu persatu. Mereka menyampaikan kedukaannya serta turut berbela sungkawa. Ayahnya berkata pada mereka, bahwa almarhumah meninggal dengan damai, dalam keadaan husnul khotimah. Orang-orang tak begitu kaget, mereka tahu, semasa hidupnya, almarhumah banyak berbuat kebaikan. Banyak yang merasa tertolong.
Dulu ketika ekonomi mereka sedang sulit, mereka sering utang sembako di warungnya. Ataupun utang uang, tak pernah sulit, juga tak menekan. Mereka membayar seadanya, sekemampuan mereka. Mereka menyukai sosok almarhumah yang ramah dan aktif bergaul. Di barisan ibu-ibu PKK ia menjadi ketua. Ia juga menjadi bendahara di pengajian. Pun tak pernah absen jadi panitia kurban.
Pengurusan jenazah, dari memandikan, mengkafani, dan men-shalat-kan tak memakan waktu lama, kini telah rampung. Almarhumah disemayamkan di pemakaman keluarga yang tak begitu jauh dari rumahnya, bisa ditempuh dengan jalan kaki.
Semua prosesi itu melekat benar di memori Afnan. Sebab ia juga ikut membantu. Itu bakti terakhir yang dapat dilakukannya kepada mendiang ibunya.
Hari demi hari dirasakannya berbeda dan cukup berat. Kekosongan peran ibu dalam rumahnya sangat terasa. Selama 7 hari itu, tahlilan digelar tiap ba'da isya. Afnan intensif berdoa, memohonkan ampunan untuk dosa yang pernah diperbuat ibunya selama masih hidup.
Di hari ke-8 ia berusaha menghibur diri, melipur kesedihan. Afnan pergi ke bioskop sendirian. Afnan menonton film yang sedang ramai diperbincangkan dimana mana. Di radio, televisi, media cetak dan media digital. Tak lain film The Avengers. Melihat poster film yang terpajang di dinding bioskop itu, huruf 'A' dengan panah, ia langsung tertarik.
Afnan menonton dengan seksama. Menikmati setiap sajian audio, aksi-aksi hebat dengan sentuhan teknologi yang rapi dan memikat, akting para pemain yang mengalir, juga ceritanya yang menarik, menimbulkan kesan nyata. Semuanya sangat memukau dan sempurna. Saat daftar berisi nama-nama mulai bermunculan tanda film telah berakhir, Afnan tak segera beranjak dari tempat duduk. Ia menyadari sesuatu. Ada sedikit kesamaan antara apa yang ada dalam cerita dengan apa yang dialaminya.
Ia tersenyum, mengingat poster yang dilihatnya sebelum memesan tiket. Lambang Avengers yang disimbolkan dalam huruf 'A' dengan panah itu, cocok dengan inisial dirinya, juga ibunya. 'A' untuk Afnan juga 'A' untuk Ayushita ibunya. Ia juga mengaitkan avenger dengan hubungan antara dirinya dengan ibunya. Avenger itu melindungi orang, sama seperti Afnan yang senantiasa dilindungi ibunya. Avenger itu kuat, sama seperti ibunya yang tak kenal lelah mengurus rumah tangga, juga usahanya.
Tak ketinggalan aksi Doctor Strange yang memperbanyak diri, sama seperti ibunya yang 1 tapi memerankan banyak sekali peran dalam dirinya. Pendidik, pengurus rumah tangga, pemilik warung, juga ketua PKK, dan bendahara pengajian menjelma dalam satu diri insan yang berkarakter hampir sepenuhnya positif. Semua itu dijalankannya dengan sangat baik. Bagi Afnan ibunya lah superhero nya. Meski tak mempunyai kemampuan terbang, atau menembakkan laser dari matanya, tak apa. Ibunya yang menjadi sandaran Afnan ketika lemah, ibunya yang menjadi inspirasi , juga ibunya yang menjadi mentor lewat ajarannya tentang nilai-nilai arif dalam mengarungi kehidupan, begitulah definisi sederhana Afnan tentang superhero. Tak muluk muluk.
Namun kini, seperti halnya jentikan jari Thanos yang memusnahkan 50% populasi makhluk, Afnan juga kehilangan 50% bagian penting di hidupnya. Kepergian ibunya. Begitu dalam makna yang didapat Afnan dari film tersebut. Maka dari itu, ia tak segera pergi meninggalkan ruang teater. Ia duduk sebentar,
dihirupnya napas dengan perlahan, memejamkan matanya sesaat, lantas mengepalkan tangannya dan menempelkannya di dada, ia membungkuk. Dalam dan begitu khidmat. Itu adalah bentuk dari apresiasinya pada karya berarti yang membuatnya mengerti tentang makna superhero. Juga rasa syukurnya pada tuhan, yang telah memberikannya seorang ibu terbaik.Salsa menatap Afnan penuh haru dan simpati. Dari awal hingga akhir cerita, ia takzim menyimak, tidak memotong sekalipun. Predikat pendengar yang baik cocok sekali untuk Salsa.
"Dan alasan mengapa aku mengajakmu makan kemari, aku gemar sekali pada nasi tutug oncom, masakan di sini sebaik yang dibuat ibu. Semacam nostalgia." tutup Afnan.
"Aku turut berduka atas kepergian ibu kamu ya nan." ucap Salsa dengan nada lembut, terdengar menenangkan.
"Makasih. Maaf buat suasana reuni kita jadi sedih begini."
"Oh gaapa, semoga dengan berbagi sama aku, kamu merasa lebih baik"
Sesaat senyap menyelimuti mereka berdua. Afnan menatap jalan raya di bawah, sudah jam pulang kerja, macet. []
KAMU SEDANG MEMBACA
Puisi buat Salsa
General FictionAfnan sempat lepas dari belenggu rindu. Selama bertahun tahun tanpanya, ia menjalani hidup normal. Namun akhirnya ia kembali. Puisinya yang sendu.