[Un]

1K 39 0
                                    

Hujan. Itulah yang saat ini dapat menggambarkan keadaan di sekitarku. Aku menatap sendu rintikan-rintikan air yang jatuh terus-menerus ke atas tanah.

Perasaanku saat ini tidak dapat di definisikan. Semuanya terasa hambar. Tak ada yang bisa ku lakukan selain menulis sebuah kata di atas selembar kertas, dan menjatuhkan liquid bening pada kertas itu.

Sudah terlalu lama laki-laki itu hilang, seolah di telan oleh bumi. Mencarinya pun hingga sekarang tidak ada hasilnya. Laki-laki itu bersembunyi dengan sangat baik.

Selama lima tahun ini, aku memikirkannya. Namun, apakah dia juga memikirkan ku? atau dia sudah mempunyai kehidupan barunya yang lebih baik? entahlah, bagiku semuanya ini benar-benar sulit. Tak ada jejak yang dia tinggalkan untukku, atau semacam jejak agar aku bisa mencarinya.

Sepertinya dia benar-benar ingin meninggalkan ku. Iya kan?

Aku hanya dapat tersenyum miris. Dan sesekali melirik ke arah kertas yang kini sudah kusut karena ulahku.

Surat ini, untuk mu lagi. Tuan.

Kali ini aku menulisnya saat hujan turun lagi. Tapi kali ini tanpamu yang menemaniku ketika menulis.

Hujan, apakabar dengan dirinya?
Aku disini merindukannya.
Menantikannya yang tak kunjung tiba.

Hujan, dia begitu jahat bukan?
Meninggalkan ku tanpa ada kata-kata,
Setidaknya, berikan aku ucapan perpisahan, agar aku tahu bahwa aku tidak perlu menunggunya.

Hujan, sudah berapa lama aku menuliskan surat-surat curahan hatiku ini untuknya?
Untuk dia yang tidak memikirkan perasaanku kepadanya.
Untuk dia yang pergi menghilang membawa sebagian hatiku dengannya.

Hujan, teruslah temani aku dalam mendungnya awan.
Dan kumohon, jangan seperti dirinya yang hilang ketika aku sudah merasa nyaman.

Hujan, ku titipkan rinduku padamu, ku curahkan segala isi hatiku denganmu, ku izinkan kau jatuh ke atas tanah untuk mewakilkan perasaanku.

Ekspresi ku berubah saat menatap surat yang sudah ku coretkan pena. Kalimatku yang ku tuliskan tidak sulit sebenarnya, namun terasa sulit untukku.

Aku kembali kehilangan seseorang yang kusayangi untuk kedua kalinya. Yang pertama adalah Ayahku, yang kedua adalah dia.

Ah, aku melupakan sesuatu. Aku belum memperkenalkan 'dia' kepada kalian.

Namanya Richard, lebih tepatnya Richard Park

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Namanya Richard, lebih tepatnya Richard Park. Laki-laki bertubuh atletis dan bertelinga lebar yang menjadi ciri khasnya, tak lupa dengan happy virusnya yang membuatku terlalu banyak tersenyum jika dengan dirinya.

Tak banyak yang dapat ku perkenalkan tentangnya kepada kalian. Hanya segelintir tentangnya yang akan ku ceritakan pada kalian.

Yang jelas, memilikinya dan menjadi miliknya adalah suatu kebahagiaan yang pernah aku rasakan. Walaupun setelah itu dia pergi entah kemana.

Terlalu hanyut dalam dirinya membuatku lupa dengan secangkir coklat hangat yang tersedia di hadapanku. Aku menyeruput minuman yang sebenarnya sudah tak sehangat tadi, namun aku masih menikmatinya.

Padangan ku lurus pada jalanan yang tampak lengang dari luar jendela cafe ini. Terlalu sering aku kesini membuat penjaga cafe ini akrab denganku.

"Hai Rane." Luna menyapa ku seperti biasa dengan senyuman khasnya.

"Hai Luna." Aku membalas sapaannya tak kalah ramah.

"Masih menunggunya?" Luna mengambil alih kursi yang ada di hadapanku. Gadis itu duduk dengan elegan seperti biasa.

"Seperti yang kau lihat," aku tersenyum. "Aku berharap jika dia akan datang kesini suatu hari nanti."

Gadis di hadapanku menghela nafasnya kasar, "Sampai kapan kau akan begini, Rane? Kau juga harus menjalani kehidupanmu sendiri. Tidak terus-terusan menunggu-nya yang bahkan tidak kau ketahui keberadaannya."

"Aku... tidak bisa berhenti," ucapku lirih. "Dia seolah-olah mengunciku agar tetap menunggunya. Aku tidak mengerti dengan diriku sendiri."

"Rane, dengar." Luna menarik tanganku dan menggenggamnya. "Kau sudah ku anggap sebagai adikku sendiri, dan setiap hari aku merasa sedih melihatmu termenung untuk laki-laki itu. Aku mengerti tentang perasaanmu padanya, tapi kau harus menjalani kehidupanmu, Rane. Tuhan mempunyai rencana terbaik untukmu, maka dari itu, ikuti alur yang telah dibuat Tuhan untukmu."

Aku mengencangkan genggaman tangannya di tanganku, airmata-ku kembali turun.

Luna, orang yang entah keberapa kali yang memaksa ku untuk tetap hidup seperti biasa. Tidak terlalu larut pada keadaan di masa lalu.

"Tapi Luna... Apakah dia akan kembali? setidaknya hanya sebuah kalimat perpisahan untukku? Agar aku tahu jika aku tidak perlu menunggu. Aku lelah, sangat lelah." Airmata-ku kembali turun dengan sangat deras.

Luna menundukkan kepalanya dan memejamkan mata. Aku melepaskan genggaman tangan Luna dan bergegas pergi dari cafe milik Luna.

"Terimakasih." Itu kalimat terakhir yang ku ucapkan pada Luna.

•••

mudah-mudahan ga ke unpub😇

see ya!

decu | PCY OSH ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang