thirteen, dumbass.

5.5K 930 73
                                    

hari ini mereka kembali dan akan melanjutkan aktifitas mereka sebagai mahasiswa biasa. acara makrab tersebut memang menyenangkan bagi semua orang, ditambah ada yang mencuri-curi kesempatan untuk berduaan dengan kekasih masing-masing di sana. contohnya saja kevin dan beberapa temannya.

kondisi felix membaik, ia hanya kelelahan karena terlalu semangat bermain dan angin malam selama di sana membuat tubuhnya menjadi lemah. changbin mengangkatkan tasnya, menggandeng laki-laki yang lebih muda itu untuk keluar dari villa dan naik ke atas bus.

fisiknya mungkin saja membaik, setidaknya tak separah semalam. hatinya kacau, sangat kacau. bahkan ketika teman-temannya menyalakan musik dan bernyanyi bersama di dalam bus, felix memilih diam di kursinya. duduk menghadap ke arah jendela dengan changbin yang setia menggenggam tangannya. bayang-bayang bagaimana chaewon dan changbin waktu itu, membuatnya hancur.

felix tahu ia bodoh, sangat tahu. ia bodoh karena changbin. ia sudah dibodoh-bodohi changbin. yang dilakukan pria bermarga seo itu hanya menyakitinya, menganggapnya sebuah mainan, ia bahkan mungkin tak berharga di mata changbin.

kalimat yang dilontarkan chaewonㅡ yang selama ini tak ia sangka adalah kakaknya, felix seharusnya sadar sejak awal.

what are you thinking about?” changbin menyadarkannya, kembali ke realita dimana ia masih berada dibawah kendali pria di hadapannya itu.

felix menggeleng, tak mau memperlihatkan kehancuran hatinya. ia memilih untuk menyender pada lengan kekar lelaki di sebelahnya, lagi-lagi tak bisa melawan kekuasaan changbin pada dirinya.

changbin mencium pucuk kepalanya, lalu bersandar balik dan memejamkan matanya. hatinya masih beku, bahkam hingga detik ini.







••••






“sampai ketemu dua hari lagi guys!” younghoon akhirnya menutup acara tersebut di halaman kampus, membubarkan deretan mahasiswa yang terlihat kelelahan.

changbin dan felix melangkah ke arah mobilnya, masuk ke dalam kotak besi berjalan itu. pria bermarga lee memakai sabuk pengamannya, melirik sang penguasa masuk ke dalam mobil dan melakukan hal yang sama.

“lo mau ke dokter dulu?” tanya changbin sembari menyalakan mobil.

felix menggeleng, “enggak usah, kak. gue gapapa, kok.” balasnya sembari tersenyum.

seharusnya senyuman itu bisa melelehkan changbin.

namun nyatanya tidak sama sekali. hati pria itu masuk beku, lebih beku daripada sebuah es balok.

changbin mengangguk, melajukan mobilnya dengan kecepatan normal sembari sesekali melirik felix yang berkali-kali menghela nafasnya. menatap jalanan kota yang terlihat ramai sore ini. kosong. felix terlihat kosong. hanya itu yang changbin sadari dari laki-laki di sebelahnya ini.

diraihnya tangan mungil laki-laki berdarah australia itu, menggenggamnya lalu mencium punggung tangannya.

lagi, changbin bersikap seperti felix adalah sebuah perhiasan berharga mahal. felix merasakan hal tersebut. walau kenyataan berkata lain.

ia bukan sebuah perhiasan berharga, ia hanyalah sebuah mainan.

sekali belokan, changbin dan felix sampai di apartemen mereka. membawa barang-barang masuk dan menghempaskan tubuh kelelahan itu pada sofa. hanya changbin, felix memilih masuk ke kamar dan melepaskan pakaiannya. mengganti bajunya menjadi sebuah piyama yang agak kebesaranㅡ changbin yang membelinya.

dibaringkannya tubuh kurus berkulit putihnya itu di atas ranjang, memejamkan mata berusaha menetralkan pikirannya yang melayang entah kemana. berusaha menata hatinya sendirian.

changbin masuk ke kamar, mendapati felix yang tertidur (walau laki-laki lucu itu tak benar-benar tertidur) sembari memeluk bonekanya. dilepaskannya kaos yang menutupi tubuh berisinya, changbin menghampiri felix, mengecup keningnya pelan dan masuk ke dalam kamar mandi.

satu-satunya yang mencari hanya hati felix di sini.

di balik fakta bahwa hatinya pula yang satu-satunya hancur.

ponsel berbunyi, memperlihatkan sebuah nama dari nomor seseorang yang sudah lama laki-laki bersurai coklat terang itu simpan dan tak menghubunginya pula. bertepatan dengan changbin yang baru saja selesai membersihkan dirinya.

tangannya meraih ponsel felix yang tergeletak di atas nakas, melihat panggilan masuk kedua dari sebuah kontak yang sangat ia benciㅡ ia tak tahu mengapa ia sangat membenci laki-laki yang menelpon felix ini.

tanpa izin dari sang pemilik, changbin meng-switch off ponsel tersebut. meletakkannya kembali ke atas nakas. dilemparnya handuk yang tadi bertengger pada lehernya menuju sebuah kursi di sudut ruangan, merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan di sebelah felix.

memeluk laki-laki bermarga lee itu dengan posesif, tanpa mengetahui bahwa sosok yang ada di pelukannya itu belum benar-benar tertidur dan sedang menahan gejolak aneh yang seolah bergerak di dalam perut datarnya.

ㅡㅡ
i'm sorry for left you guys for two months, aku bakal daily update lagi fanfik ini. or at least i'll update it sekali seminggu :")
i promise.

DUMB.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang