"Semuanya terlalu lurus. Aku merasa bosan. Tapi, aku juga terlalu takut ketika ini akan berkelok dan bercabang."
[Ar]Sebuah pintu kamar bercat cokelat dibuka oleh tangan seorang gadis. Dirinya masuk ke dalam ruangan berukuran 4 x 6 meter tersebut.
"Hari yang biasa!" Gumamnya pada dirinya sendiri.
Sendiri di dalam rumah di saat seperti ini adalah hal yang biasa. Orang tuanya sibuk bekerja mencari uang untuk putri semata wayangnya.
Jangan salah sangka. Dia bukan putri dari orang kaya yang kekurangan kasih sayang dari orang tuanya. Dia adalah seorang gadis berkecukupan yang menolak kasih sayang orang tuanya. Dingin dan datar.
Masa lalu? Trauma? Tidak ada. Bahkan hidupnya berjalan lurus seperti umumnya. Sikap dinginnya memang sudah ada sejak lahir. Dia sendiri yang menginginkan untuk memeluk dan memelihara sifat tersebut. Orang tuanya juga sudah biasa terhadap dirinya. Temannya, juga sudah biasa.
***
"Ar, makan malam, nak!" Panggil ibunya dari ruang makan.
"Iya, bu."
Ar segera menuju ke dapur. Dirinya beserta kedua orang tuanya makan dalam keheningan. Suasana ini sudah seperti adat bagi mereka.
Ar kembali lagi ke dalam kamarnya. Dirinya mulai menyusun buku untuk esok pagi. Tugas dari sekolah, sudah dia kerjakan saat ada waktu luang. Karena itu, terkadang pada hari Sabtu pun dia mengurung diri di rumah. Lain halnya untuk hari Minggu. Ar selalu mengosongkan semua jadwalnya untuk menikmati waktu santainya.
Mau tahu bagaimana cara bersantai seorang Ar? "TIDUR".
Drrt drrt..
"Hallo" Ar terdiam menunggu sahutan dari seberang sana."..."
"Hallo" Panggilnya karena tak juga ada sahutan.
"..."
"Silakan berbicara!" Ucap Ar dingin dan memerintah.
"..."
Tutt..
Ar memutuskan sambungannya."Orang aneh!"
Pukul 10.14 PM
Waktunya untuk tidur. Ar segera menyelesaikan urusannya di kamar mandi dan bergegas untuk tidur, salah satu hal yang disukainya.Lampu tidur sudah dihidupkan. Dan kini, tersisalah kesadaran Ar yang berusaha melarikan diri ke alam mimpi setelah melewati hari seperti tadi.
***
Di sisi lain.
"Hei, kau sudah mendengar suaranya?" Tanya seorang perempuan cantik yang tengah berbaring sambil memandangi seseorang."Kak, berhentilah menyuruh dan mengingatkanku!" Jawab seorang laki-laki tampan dengan wajah kesalnya. Diletakkannya handphonenya di meja.
"Kamu sih, kalau gak diingatkan pasti gak mau bantu kakak. Tadi aja kamu gak mau kan mendengar suaranya kalo gak kakak suruh untuk telepon dia?" Perempuan cantik tersebut bangkit dari posisi tidurannya menjadi duduk.
"Kenapa harus menelpon dia segala sih? Aku seperti orang bodoh yang diam saja tadi. Pasti dia mikir kalau yang menelpon dia itu orang aneh."
"Berhentilah kesal begitu! Hanya itu cara agar kamu bisa mendengar suaranya. Kamu gak mau bantu kakak, Bertin?"
"..." Laki-laki bernama Bertin tersebut terdiam malas di sofa menanggapi pertanyaan kakaknya.
"Ah, lupakan pertanyaan kakak! Gimana tadi suaranya. Apa kau bisa berteman dengannya?" Tanya kakak Bertin penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE AROELLA
Teen FictionDia bahkan tidak tahu apa, siapa, untuk apa dirinya sendiri. Hidupnya persis seperti air yang mengalir dengan tujuan akhirnya adalah laut. Laut, tempat terakhir sebelum menuju fase kehidupan yang selanjutnya. "Ini terlalu aneh." "Bahkan kau selalu...