Part 1 - Kedai Kopi

46 8 1
                                    

Hari ini hujan turun deras membasahi kota. Jalanan sepi, semua orang menepi tak ingin basah. Hanya beberapa mobil lalu lalang menerobos derasnya hujan sore itu. Maura turun dari mobil pribadinya yang berwarna putih. Ia menutup pintu kencang sembari berlari memasuki sebuah kedai kopi.

"Selamat datang mbak, silahkan untuk berapa orang?" Sambut salah seorang lelaki ramah.
"Saya sendiri mas" ujarnya lirih sembari melemparkan pandangan pada interior kedai kopi yang baru kali ini dikunjunginya. Matanya langsung tertuju pada sebuah meja bundar kecil dengan sebuah sofa berwarna hitam yang terlihat empuk disudut ruangan.
"Saya duduk disana ya, hot moccachino nya satu. Less sugar." Kemudian ia berjalan menuju meja yang ditunjuknya tadi, meja dengan nomor 12 rupanya. Maura meletakkan tas merah mudanya, mengeluarkan sebuah notes kecil serta pena bertinta biru. Ia duduk memandangi tiap tetes hujan yang turun. Seolah tak ingin melewatkan satu tetes pun. Baginya hujan adalah rezeki dari sang pencipta.

Maura Julieta. Gadis berdarah campuran Indonesia-Belanda itu merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Adik perempuannya, Lara Julieta kini sedang mengenyam tahun pertama pendidikan sekolah menengah atas nya di Australia. Ayah dan Ibunya adalah pekerja keras. Sungguh. Mereka kerap kali tenggelam dalam larutnya pekerjaan. Tak heran jika dalam urusan materi rasanya tak ada yang tak mungkin Maura miliki. Apapun keinginannya, secepat mungkin akan terpenuhi. Maura sendiri sudah biasa memaklumi kesibukan kedua orang tuanya. Sedari kecil maura dan adiknya diurus oleh baby-sitter. Kemana-mana mereka selalu diantar supir pribadi. Dirumah sendiri ada si mbok, orang kepercayaan keluarga Maura yang sudah lama mengabdi. Si mbok juga adalah orang yang telaj menjaga dan membesarkan Ibunya Maura. Walaupun kini usia Si mbok telah senja, tahun depan genap menginjak kepala 6 ia tetap menemani keluarga kecil ini. Maklum, Si mbok adalah seorang janda. Suami dan anaknya meninggal puluhan tahun silam dalam sebuah tragedi naas. Rumah mereka kebakaran. Tiada yang selamat. Si mbok kala itu sedang sibuk hingga larut malam karena bertepatan dengan hari ulang tahun Maura yang ke-5 tahun. Semenjak saat itu, keluarga Maura yang secara langsung ataupun tidak bertanggungjawab atas peristiwa tersebut berjanji akan menjadi keluarga bagi Si mbok. Janji itu tetap dipegang utuh hingga saat ini.

"Maaf mbak pesanannya" Suara seorang lelaki memecahkan lamunan panjang Maura

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Maaf mbak pesanannya" Suara seorang lelaki memecahkan lamunan panjang Maura. Lelaki itu membawa nampan dengan gelas kecil berisikan minuman yang Maura pesan tadi. Maura hanya menoleh, tersenyum dan mengisyaratkan kepada lelaki itu untuk segera meletakkan pesanannya lalu pergi. Maura hanya sekedar ingin sendiri. "Ini bill nya mbak" lelaki itu meletakkan secarik kertas kecil, lalu beranjak melangkah pergi.

Unconditional LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang