Part 2 - Nana

16 2 0
                                    

"Astagaa tugas Bahasa Inggris ku selesai"
"Tugas apa? Setau ku kita tidak punya tugas apapun."
"Sungguh, hmm resume artikel ilmiah!"
"Ah kamu gak up to date, Maura. Tugas itukan sudah dikumpulkan seminggu yang lalu."
"Bercanda kamu!" Maura tak percaya dengan perkataan teman baiknya, Nana.
"Mana pernah aku bercanda untuk hal seperti ini, Maura!"
"Kalau begitu cepat, kita harus ke kelas sekarang. Aku belum sedikitpun."
Tanpa basa basi, Maura menarik tangan Nana yang sedang asik makan bakso di kantin. Nana berusaha sekuat tenaga melepaskan cengkaman sahabatnya itu. Sayang tenaga Nana tak sekuat itu.
"Tunggu duluuu, aku bisa mati tertelan bakso karnamu!" Nana terbatuk.
"Ayo cepat ini genting, kelas akan dimulai 45menit lagi." Maura merengek dan terus menarik tangan Nana. Tanpa ia sadari suaranya memenuhi kantin. Beberapa orang menoleh kearahnya. Nana lekas berdiri, mengambil sebotol teh yang telah dibeli dan baru ia minum beberapa teguk. "Ayoo!"

Mereka berjalan cepat menelusuri koridor menuju kelas. Rasa cemas memenuhi dada Maura. Tugas Bahasa Inggris ini sudah lama diberikan. Hampir satu bulan yang lalu. Entah mengapa kali ini ia lupa mengerjakannya. Ditambah lagi pada pertemuan sebelumnya Maura sempat sakit jadi ia tidak bisa hadir di kelas mata kuliah kesukaannya.
Sesampainya dikelas, Maura mengambil lembar tugas didalam tasnya. Hanya 2lembar. Tak banyak. Bahkan terasa mudah untuk seorang gadis cerdas seperti Maura.
"Buruan kerjain, jangan gak dapet nilai A ya kamu! Aku hampir mati tertelan bakso!" Nana menggerutu, mencubit lengan Maura. Sungguh ia kesal. Kini perutnya lapar, ia menyayangkan bakso yang terpaksa ia tinggalkan. Kini ia hanya punya sebotol teh.
"Dont call me Maura if i cant do this" ucap Maura sembari mengibaskan rambut panjangnya kearah Nana. Yaa benar, Maura memang sedikit menyebalkan.

Maura mengerjakan tugasnya ditemani oleh Nana yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya. Sesekali Nana menoleh kearah Maura, memastikan ia mengerjakan tugasnya. Demikian pula Maura, beberapa kali ia melihat kearah sahabatnya untuk sekedar mengetahui apa yang sedang ia kerjakan.

"Kamuuu... inget gak sih?" Suara Nana memecahkan kesunyian ruang kelas. Raut wajahnya nampak serius.
Maura mengerutkan dahi pertanda ia tidak tahu dan bingung disaat bersamaan.
"Kok diem sih? Apaaa? Kasih tau dong!" Maura berhenti menulis dan memfokuskan pandangannya pada Nana.
"Ituu.. hmmm" perkataan Nana terpotong dengan suara Dosen yang tiba-tiba sudah ada didalam kelas. Kelaspun dimulai.

..........

"Kamu tadi mau ngomong apa, Na?" Tanya Maura sembari melangkah menjajari Nana.
"Hmmm anuuu.."
"Apa?" Sekarang Maura penasaran karena sahabat baiknya itu tak pernah menyembunyikan sesuatu darinya.
"Nanaaa jawab!" Maura memegang tangan Nana. Memaksanya menjawab.
"Lelaki yang namanya tak boleh disebut, Ra" Nana bingung bagaimana cara menyampaikannya.

Lelaki yang namanya tak boleh disebut itu menghubungi Nana kemarin malam melalui dm instagram. Ia menanyakan perihal Maura. Mulai dari kabar hingga percintaannya.

Maura menghela nafas. Seketika kepala nya penuh. Tiba-tiba kepalanya sakit. Kini ia tak lagi penasaran.

"Yaudahlah gak usah dibahas, ngapain lagi sih, Na?"
"Iya aku gak mau bahas, tapi kamu maksa"
"Aku kan udah berkal-kali bilang, cukup Na cukup! Anggap aja dia gak pernah ada didalam kehidupan aku. Apa perkataanku ini belum jelas?"
"Aku tau Ra. Tapi keadaannya sekarang berbeda. Dia..."
"Gak ada yang beda. Dan gak akan pernah beda!"

Maura memotong ucapan Nana kemudian melangkah cepat meninggalkan sahabatnya. Sungguh untuk urusan seperti ini ia tidak bisa mentoleransi.

Entah mengapa setiap kali mengingatnya hati Maura benar-benar sakit. Remuk redam seketika. Kejadian itu sudah lama. 7 tahun. Beberapa kali Maura sempat merelakan hatinya untuk beberapa lelaki. Maura menjalin hubungan. Berusaha sebisanya untuk mencoba menerima, berdamai, bahkan mencintai. Namun tak jarang bayangan lelaki itu menghantui. Mungkin otak Maura berupaya kuat membunuh semua hal tentangnya. Mungkin. Namun pada kenyataannya, Maura tulus mencintai lelaki itu. Cinta pertamanya.

7 tahun bukan waktu yang singkat. Sama sekali tidak. Namun ternyata, tahun tidak dapat menjamin kesembuhan sebuah luka. Hati Maura masih terluka. Ya, luka itu belum kunjung sembuh. Selama itu pula Maura menguatkan dirinya. Meyakinkan bahwa lelaki itu hanyalah bagian dari masa lalu nya.

Maura bisa apa?
Hati telah memilih.

Sejauh yang Maura tau, beberapa kali ia sudah benar-benar menyayangi seseorang. Seolah ada dua hati didalam dirinya. Hati kecilnya selalu teguh berpegang pada cinta pertamanya. Cinta yang telah memporak porandakan hatinya.

Apa jadinya hidup Maura jika ia terus menggantungkan hatinya pada lelaki itu? Ia bahkan tidak tau dimana lelaki itu sekarang. Kemungkinan terburuk saat ini adalah lelaki itu telah menikah. Berkeluarga. Memiliki keturunan. Lantas Maura bisa apa? Menjadi istri keduanya? Sama saja ia berbahagia dengan mengorbankan banyak hati. Tidak. Tidak. Pikiran Maura kacau. Bagaimana mungkin ia berpikir sejauh ini...

Unconditional LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang