-;-
Semburat jingga dari ufuk barat menyapa kulit Nara yang tengah berdiri terpaku di depan sebuah gundukan tanah yang nampak masih baru, dengan sebuah nisan bertuliskan Deeka Maherendra di atas gundukan itu. Menundukkan pandangan, Nara mengusap kembali--untuk yang kesekian kalinya--sebuah notes berwarna hitam legam yang baru beberapa jam diberikan oleh ibunda dari Deeka. Menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan, Nara pun memutuskan untuk membuka notes itu, apapun risikonya.
10 Desember 2014
Hai, gue Deeka. Kata Mama, sih, gitu. Atau lebih tepatnya, gue nggak inget apapun tentang diri gue sendiri. Iya, tahu. Ini seperti kisah-kisah di sinetron saja. Tapi suer, gue nggak bohong.
Dua puluh hari yang lalu--kata Mama--gue kecelakaan, sampai menyebabkan kepala gue terbentur aspal dengan keras, kehilangan banyak darah, dan yang paling parah, gue kehilangan kemampuan untuk menyimpan memori di otak gue. Mereka menyebutnya Anterograde Amnesia. Secara medis, gue dipastikan nggak bisa mengingat apapun sejak kecelakaan. Tapi bukan kejadian lampau, melainkan kejadian yang akan datang.
Its okay, gue juga bingung kenapa bisa gitu. Tapi yang pasti, gue ingat satu nama; Nara. Entah siapa dia, yang pasti Mama bilang kalau nama itu yang gue ucapin waktu pertama kali gue sadar.
So, Nara, would you guide me to remember you, again?
Nara menelan ludahnya, berikut dengan batu penghalang besar di kerongkongannya. Sesak itu seketika menjalari dadanya, tatkala ingatan Nara terlempar pada kejadian empat tahun silam.
Di depan sebuah sekolah berpenghuni penduduk putih-biru, Nara ingat betul suara decitan dan klakson yang memekakkan telinga itu. Terjadi secepat kilat, Nara yang tengah menyebrang dikejutkan oleh sebuah dorongan keras yang membuat tubuhnya terdorong beberapa meter dari tengah jalan. Lalu secepat itu pula, pandangan Nara mengabur, diiringi rintihan dari seorang cowok yang kini tergeletak di tengah jalan dengan kepala penuh cairan berwarna merah pekat. Dapat Nara dengar bahwa bibir cowok itu menggumamkan namanya beberapa kali, sebelum kemudian bibirnya terkatup rapat.
Isakan pelan keluar dari bibir Nara, disusul dengan tetesan air mata yang jatuh membasahi kertas.
"Kenapa? Kenapa kamu nyelametin aku waktu itu, Deeka? Kenapa kamu nggak ngebiarin saja aku?" tanyanya dengan suara yang membaur bersama udara di sekitarnya, lalu lenyap tak terbalas.
Memantapkan hatinya, ia membalik lembaran notes milik Deeka.
7 Desember 2018
Mama benar-benar membuat gue seperti dipingit. Setiap hari, yang gue lakuin cuma mandi, salat, makan, minum, buang air, nonton tv, lalu tekan tombol repeat.
Tapi hari ini, ada sesuatu yang berbeda dari biasanya; gue ketemu Nara! Di depan tempat fotokopi dekat kedai thai tea yang biasa gue dan Mama kunjungi setiap akhir pekan. Kata Mama, rambut lo lebih panjang dari terakhir kali Mama liat. Tapi satu hal yang bisa gue pastiin, gue nggak bisa ngelepas sedikitpun pandangan gue dari lo. Gue ngeberaniin diri buat nemuin lo, walaupun kayanya pertemuan gue sama lo kelihatan canggung, ya? Nggak apa-apa, deh. Yang penting bisa salaman sama kamu, hehe.
Catatan: gue bilang kalau gue nge-fans sama Nara.
Nara terkekeh pelan, menyeka air matanya yang enggan berhenti mengalir. Nara ingat hari itu, di mana ia sedang kesal menunggu hasil fotokopi-an yang antreannya malah direbut oleh pelanggan lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
REGRETFUL; Tiga Hari untuk Deeka
Storie breviSelama tiga hari, Deeka bisa merasakan kebahagiaan yang tak mampu ia jabarkan dengan kata-kata, meski permintaan Deeka pada hari terakhirnya tak akan pernah bisa terwujud. #GiveawayRegretful #PenerbitInari