Seorang gadis menatap layar gadget nya dengan senyum tipis, laki-laki berbadan tegap yang sedang ia tatap memberi balasan senyum kepadanya.
"Tunggu! Bergerak sejengkal aja dari tempat lo sekarang, lo bakal liat akibatnya!" laki-laki itu memicingkan sebelah alisnya.
"Posesif" Gadis itu memutar bola matanya.
"Lo cuma bisa nafas ditempat"
"Iya, cepet. Gue capek banget ni"
"tutt.." panggilan video terhenti.
Lula menaruh gadgetnya kedalam tas mini yang ia bawa.
Matahari sangat terik membuat rasa haus yang ia rasakan makin menjadi, ingin rasanya membeli sebotol minuman dingin. Tapi terlintas ucapan yang tadi Bara katakan kepadanya membuatnya enggan bergerak selangkah dari tempat duduk."Begonya gue, selalu nurut. Huft"
Tak lama kemudian Bara datang dengan motor matic merah kesayangan nya, plastik berwarna putih yang tergantung di sisi bawah berisi beberapa botol minuman isotonic terlihat oleh Lula dari kejauhan.
Dengan penuh semangat Lula bangkit dari tempat duduk dan ingin segera menghampiri Bara.
"Eiisstt!" Bara seakan memberi peringatan.
"Ups, gue lupa"
"Stay.. Gue parkir motor dulu" Bara memberhentikan laju motornya.
Setelah itu kemudian Bara menghampiri Lula yang terlihat sangat kesal dipermainkan olehnya.
"Nih, diabisin tapi pelan-pelan" Bara memberikan satu botol minuman kepada Lula.
Tak sampai 1 menit botol itu telah bersih, habis tak tersisa.
"Udah gue bilangkan. Habisin nya pelan-pelan" Bara mencubit pipi kanan Lula.
"Lo ga liat matahari ada diujung kepala gue? Haus bandel gue nunggu lo lama banget" Lula memalingkan pandangan nya dari Bara.
"Iya sorry, mau minum lagi nggak?"
"Nggak, kembung"
"Yaudah yuk pulang"
"Udah boleh gerak?"
Bara menganggukan kepala seraya memberi jawaban iya kepada Lula.
"Pegangan La.."
"Nggak ah, nanti lo modus"
Bara melajukan motornya, memecah jalan Ibukota.
Hampir 20 menit bergelut dengan macetnya Jakarta, mereka berdua sampai didepan sebuah rumah putih dengan gerbang berwarna abu-abu tua. Tampak seorang tukang kebun yang menyapu halaman menghampiri mereka berdua."Mbak Lula, sudah pulang" sapa Pak Gun sambil membukakan gerbang.
"Iya pak, lho kok ada motornya Radit?"
"Iya mbak, mas Radit nya sudah nunggu dari tadi"
Lula turun dari motor dan melepaskan helm nya. Menatap Bara yang sedang sibuk memperhatikan kaca spion.
"Yuk Bar, masuk dulu"
"Ngga La, gue langsung cabut aja. Salam buat nyokap lo ya"
"Yauda deh, thanks ya Bar. Kabarin gue kalo udah sampe rumah!"
"Oke, see u"
Lula berjalan menjauh masuk, sementara Bara masih terus melihat kearah Lula yang semakin jauh darinya.
Rasa sesak seakan menahan nafasnya kini.
Hatinya seperti terkikis dan kian rapuh, andai ada cara yang dapat Bara lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BARA
Jugendliteratur"Aku baru saja mengenalnya, dan menyadari ini adalah sebuah kesalahan" -Bara Adi Kwangsa [Cerita ini akan Membolak-balikan perasaan kalian]