4 - Pria Jangkung

15 4 0
                                    

***

Kaki ini masih membeku, entah sudah berapa lama aku meringkuk di sini, aku belum makan. Aku hanya minum dari tetesan air hujan yang turun. Ibu belum mengunjungiku lagi sejak hari itu. Hujan, panas, dingin, terik, aku masih belum beranjak, masih tetap di sini, di samping kuburan adikku. Kau bisa bayangkan betapa suramnya hari-hariku.


Sore ini cukup teduh, aku pun masih berusaha untuk menggerakan kakiku, lalu tiba-tiba aku mendengar suara. Aku sangat mengenali suara itu, aku mencari sumber suara dengan tergesa-gesa, sialan. Kalau saja kakiku tidak patah, aku sudah pasti menemukan suara itu!


"Hoy, Oly... Kenapa kau terlihat begitu murung?"


Hah... Suara itu, dari mana asalnya?


"Ini aku bro, kau tidak mengingat adikmu sendiri, huh?"


Aku terkejut bukan main, tapi di sisi lain aku senang juga. Danny, ia ada, ia menampakan dirinya di hadapanku. Dia nyata, aku bisa melihatnya, ini bukan ilusiku! Setidaknya aku berpikir begitu.


"Dari mana saja kau? Aku sangat mengkhawatirkanmu!"

"Hahaha... Kau ini, aku kan selalu ada di sini, bersamamu, hanya saja kau tidak pernah mendengarku."

"Hah? Yang benar saja... Apa kau baik-baik saja?"

"Yap, tentu. Aku baik saja kok, kenapa dengan kakimu?"

"Kakiku mengalami patah tulang dan belum bisa kugunakan untuk berjalan, bergerak saja sangat sulit rasanya."


Cukup lama ia menatap tajam ke arah kakiku yang masih terbalut kain perban.


"Ini pasti karena mobil oleng itu, aku tak menyangka akan sampai begini jadinya."

"Eh tapi... kamu kan..."


Belum sempat aku melanjutkan kalimatku, Danny seakan membaca pikiranku dan langsung menjawab.


"Sudah mati? Ya, aku memang sudah mati, yang kau lihat ini rohku, hanya beberapa orang yang bisa melihatku."

"Oh ya... Ayah saat ini sangat marah padaku dan berkata bahwa akulah penyebab kematianmu. Mereka meninggalkanku di sini."

"Kenapa mereka begitu tega? Ini semua bukan karena kau, Oly, memang sudah saatnya."


Aku tak tahu lagi harus bagaimana. Aku payah, Danny ada di sini, tapi aku tidak bisa apa-apa.


"Hey, main kejar-kejaran yuk!"

"Danny... Kakiku."

"Oh iya, maaf Oly, aku lupa, jangan cemberut begitu dong, hahahaha."


Ia terlihat riang, masih bisa tertawa walau sudah mengalami hal menyakitkan seperti ini.


"Ayolah, kenapa melamun begitu, aku akan membantumu agar kau bisa berjalan lagi, oke?"

"Sungguh? Kau mau menunggu selama itu?"

"Iyalah! Kita mulai dari yang termudah, menggerakannya sedikit demi sedikit, aku akan membimbingmu."

"Baiklah."


Aku pun berusaha menggerakan kakiku, namun semua usahaku sia-sia.


Setidaknya aku tidak merasa kesepian, aku masih bisa berinteraksi dengan Danny. Ku harap ibu segera ke sini, aku ingin berkata padanya bahwa aku dan Danny baik-baik saja.


Hari demi hari kami lewati bersama, kakiku sudah bisa digerakan sedikit, aku ingin segera lancar berjalan. Saat Danny tidak ada–entah kemana–seseorang menghampiriku, tubuhnya jangkung dan kurus, ia berjalan sedikit bungkuk dan memiliki kantung mata yang tebal dan gelap. Aku bergidik saat melihatnya.


"Ehem. Sedang apa kau di sini?"


Aku terkejut.


"A-anu, aku..."

"Kau terlihat payah sekali, bagaimana bisa kau ada di sini? Sudah berapa lama kau diam di sini? Kau pasti sangat kelaparan. Aku punya sedikit roti daging, aku akan membaginya untukmu juga, nah makanlah."


Orang aneh ini ternyata tidak semenyeramkan bayanganku, ia baik. Ia mengelus kepalaku, lalu membagi rotinya padaku. Ia sangat mengerti bahwa aku sedang kelaparan.


"Te-terima kasih!"


Kami pun makan bersama dengan lahap, aku tidak begitu kenyang, namun setidaknya cacing di perutku sudah berhenti mengamuk.


"Jadi, kau tidak bisa berjalan? Kenapa kau bisa ada di sini?"

"Ya... begitulah. Hmm... aku"

"Coba ku lihat, sepertinya ini patah tulang, kecelakaan ya?"

"Iya..."

"Rumahmu di mana?"

"Aku dulu punya rumah, namun sejak orang tuaku meninggalkan aku di sini, aku hanya diam di sini selama berhari-hari."

"Astaga, tega sekali. Ingin menumpang di rumahku?"

"Ahh... Sepertinya aku di sini saja."

"Ehh... yang benar, kau mau tinggal sendiri?"

"Ya sungguh. Aku gak mau ketergantungan."

"Baiklah kalau begitu, aku takkan memaksa. Dan sepertinya aku harus segera pergi ke makam lain. Oh iya, namaku Januar, aku bekerja untuk membersihkan tempat ini. Nanti aku ajak warga untuk membuatkan tempat berteduh sekitaran sini, aku juga akan datang dua minggu sekali dan membawakan makanan ekstra dan melakukan terapi untuk kakimu."

"Sungguh? Terima kasih tuan! Kau baik sekali. Ingatlah tuan... Namaku adalah Oliver."

"Eh sepertinya dua minggu terlalu lama... Baiklah, untukmu, aku akan datang seminggu sekali atau mungkin tiap hari, sampai bertemu lagi."

"Eh? Oke, baiklah, terima kasih banyak!"


Ia berlalu dan beringsur menjauh sambil melambaikan tangannya. Apa dia mendengarku tadi? Ku harap dia mengingat namaku karena aku tak memiliki tanda pengenal sama sekali. Baiklah Oliver, kau akan sembuh, harus sembuh!


Aku berharap semoga pria jangkung ini bisa membantuku...

Under The Grey SkiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang