5 - Bola dan Biskuit

24 4 1
                                    

***

Maret 2016


Perlahan kondisi kakiku membaik, aku sudah bisa berjalan walau masih harus dipegangi. Tuan Januar yang ku temui kala itu membantuku hampir setiap hari, ia juga selalu membawakan roti isi daging untukku. Orang ini benar-benar baik, aku menyesal saat mengatakan bahwa dia orang yang aneh.


Bulan demi bulan berlalu, Tuan Januar dan Danny sudah berteman baik. Ku pikir ia akan takut saat melihat makhluk halus, di luar dugaan, justru ia sudah terbiasa dengan hal-hal gaib. Ia juga sudah paham alasanku tinggal di makam ini dan terus memberiku dukungan.


"Hey bro, sepertinya aku harus segera pergi."

"Eh? Kenapa cepat-cepat tuan?"

"Masih saja tuan, aku jadi kelihatan tua tahu! Hahah, panggil nama sajalah itu lebih oke... by the way, aku gak mau mengganggu pertemuan dramatis kalian loh ya, sampai jumpa!"

"Eh... maksudnya?"


Ia beranjak meninggalkanku. Aku terheran-heran, apa maksudnya? Aku masih menatapnya dengan tanda tanya, ia hanya terkekeh di kejauhan dan menunjuk ke satu arah lalu melambaikan tangan seperti biasa.


Ada seseorang yang berjalan menuju ke arah sini. Sepertinya aku tahu itu siapa. Tuan Januar, kenapa kau bisa menjadi orang yang sangat peka?


"Hi Oly... Ternyata kau masih di sini."

"Ya Ibu, aku di sini untuk menjaga Danny. Kenapa Ibu baru datang? Kemana saja Ibu selama ini?"

"Maafkan aku Oly, maaf karena aku menelantarkanmu... Maaf karena aku tak pernah berkunjung, aku tidak diizinkan untuk keluar sama sekali. Ayahmu... Ayahmu melarang Ibu pergi kemana pun. Namun hari ini aku memberanikan diri untuk pergi saat ia tak ada. Aku sangat merindukan kalian..."


Ia memelukku, sangat erat, aku pun merasakan hal yang sama, aku rindu rumah, aku rindu semua kebahagiaan kita. Ibu, jangan menangis, kenapa kau menjadi secengeng ini Bu? Aku dan Danny ada di sini, jadi jangan bersedih lagi.


"Bu... aku juga merindukanmu."

"Oly, siapa yang menjagamu di sini? Apa kau makan dengan baik? Sudah berapa lama kau tak mandi? Kau juga belum mencukur rambutmu. Maafkan ibu, maaf aku tak bisa jadi ibu yang baik..."

"Tak apa bu, aku baik-baik saja, ada seorang penjaga makam yang baik. Ia merawatku belakangan ini. Ia juga membuatkanku tempat berteduh dan membantuku agar bisa berjalan lagi. Selain dia, warga di sekitar sini juga selalu menjenguk dan mmbantuku, jadi Ibu tak usah khawatir ya."

"Ahh... Ibu merasa sangat berdosa... maafkan Ibu, sayang."

"Ibu, jangan merasa begitu, aku senang di sini. Danny juga ada di sini kok, Bu! Jadi aku tidak kesepian."

"Oly... kau anak yang sangat tegar, Danny pasti bangga punya kakak sepertimu. Dan Danny juga akan selalu ada di hati kita semua."

Ia mengelus kepalaku seraya mengamati kakiku, kemudian ia membangunkanku dan membimbingku untuk berjalan.

"Oly, apa kau yakin baik-baik saja?"

"Iya Bu, tak apa-apa, teruskan saja."

"Kau bisa?"

"Tentu."


Ibu tersenyum dan mulai melepaskan tangannya, aku berusaha berjalan sendiri. Beberapa kali terjatuh, akhirnya aku mampu berjalan sendiri tanpa perlu dibimbing.


Ibu membawa sebuket bunga. Ia meletakannya di atas makam Danny, lalu ia mengeluarkan sebuah bola yang sama seperti milik kami dulu. Bola tenis kekuningan dengan gambar smiley.


"Ini untukku bu?"

"Tentu, kalian kehilangan ini saat itu bukan? Jadi ibu membelinya lagi, ibu tak bisa memberi apa-apa... maaf ya."

"Terima kasih Bu, aku dan Danny sangat senang menerimanya."

"Oh ya Oly, Ibu membawa sekotak biskuit dan tiga botol susu. Seharusnya ini cukup sampai besok, Ibu bawakaan kesukaanmu."

"Oh yaa? Sungguh Bu?"


Aku kegirangan, biskuit ini, mengingatkanku saat kami masih berkumpul. Aku sering berebut dengan Danny. Lalu Ibu akan membelaku dan berkata bahwa biskuit ini adalah jatahku... Sejenak aku tenggelam dalam lamunan, kemudian disadarkan oleh elusan tangan Ibu di kepalaku.


"Oliver... Mungkin Ibu akan sulit untuk menemuimu mulai sekarang, maksudku, sekarang sudah sulit, nanti pastinya akan lebih sulit lagi... karena tidak lama lagi kami akan pergi, Ibu dan Ayah akan pindah, Ibu harap kau bisa mengerti ya."

"Tapi kenapa Bu? Kenapa kalian harus pergi? Ibu janji kan, Ibu akan datang ke sini lagi?"

"Ibu akan berusaha sekeras mungkin untuk menemuimu... Habiskanlah minumanmu nak... Simpan yang lain untuk besok. Maaf ya sayang, Ibu hanya membawa sedikit, Ibu tak punya waktu untuk menyiapkannya."

"Baiklah Bu, aku harap kau selalu baik-baik saja, aku akan selalu menunggumu."


Satu botol susu ku habiskan, kami bermain sebentar, aku sudah bisa berlari-lari kecil. Namun Ibu kelihatannya harus segera pulang, ia menyuruhku untuk berhenti. Ia memelukku lagi, berbisik di telingaku bahwa ia menyayangiku dan Danny. Akhirnya ia melepasku dan berjalan menjauh. Aku tak bisa menghentikan langkahnya, walau aku masih ingin bersamanya. Seperti sebuah trauma, saat ia beringsur menjauh, saat bayangannya hilang dari sudut mataku, aku sangat takut...

Under The Grey SkiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang