"Sakura-Chan! Meja nomor empat, ya!"
"Haik!"
Sakura bergegas membawa nampan berisi ramen ke meja pelanggan yang dimaksud. Gadis itu tersenyum ramah sambil membungkuk pelan. Ia lalu meletakkan mangkuk-mangkuk tersebut secara hati-hati ke depan para pria Korea paruh baya. Sapaan hangat Sakura turut membawa sukacita bagi para pria tersebut.
"Aigoo... senyumanmu manis sekali anak muda! Gomawoyo!"
"Ya! Jangan pakai bahasa Korea kalau kau ingin menarik perhatiannya!"
Sakura memegang nampannya dengan kikuk. Para pelanggan itu seolah menahannya berlama-lama di meja itu.
"Neomu arigatou!" ucap salah satu pria yang dengan iseng menggabungkan bahasa Korea dan Jepang.
Para pria itu tertawa terbahak-bahak. Sakura hanya mampu tersenyum kecil. Ia beranjak dari meja tersebut begitu mereka mulai melahap ramen. Gadis itu menghela napas. Ia menengok ke luar jendela. Salju belum juga berhenti turun sejak beberapa jam yang lalu. Seoul sudah mulai memasuki musim dingin.
Miyawaki Sakura bekerja sambilan pada sebuah restoran Jepang. Selain karena ingin menambah penghasilan saat liburan musim dingin nanti, ia sangat rindu suasana Jepang. Ia juga rindu ingin berkomunikasi dalam bahasa Jepang dengan orang-orang di sekitarnya tanpa harus berpikir keras merangkai kata dalam bahasa Korea.
Malam semakin larut saat Sakura selesai bekerja. Gadis itu mengencangkan jaket dan syalnya dalam perjalanan menuju rumah. Ia berjalan cepat sambil menggigil dan berharap bisa segera tiba di rumahnya untuk menghangatkan diri.
Namun, dari arah belakang, Sakura merasakan cengkeraman pada lengan kanannya. Ia tersentak dan berteriak pelan. Dengan cepat kepalanya menoleh ke belakang. Nampak seorang pria berjaket tebal dengan payung di sebelah tangannya.
"Ryuu! Kau benar-benar mengagetkanku!" seru Sakura sambil memukul pelan pundak pria itu.
"Dasar bodoh! Kau lupa bawa payung, ya?" gerutu Ryuu seraya membersihkan tumpukan salju pada kepala dan bahu Sakura.
"Sejak kapan aku mau bawa payung?" balas Sakura tersenyum lebar.
Melihat gadis itu tertawa kecil, Ryuu seketika menarik Sakura di bawah naungan payungnya. Ia melingkarkan sebelah lengannya ke pundak Sakura kemudian berjalan cepat menuju rumah. Gadis itu kesulitan menyesuaikan langkah kakinya dengan pria jangkung itu.
"Hei, aku bisa jatuh!" seru Sakura sambil berlari kecil.
Ryuu semakin mempercepat langkahnya tanpa menghiraukan omelan Sakura.
"Kalau kau pulang terlambat, nenekmu bisa khawatir!" balas Ryuu sambil terus berlari.
Sakura tinggal di Seoul bersama neneknya. Orangtua gadis itu kembali ke Tokyo setahun yang lalu karena urusan pekerjaan dan belum bisa membawa Sakura ikut bersama mereka.
"Kau ini dari mana? Kenapa tiba-tiba muncul saat aku keluar restoran?" tanya Sakura. "Apa kau kerja sambilan juga untuk liburan musim dingin ini?"
Mereka berdua tiba di depan rumah Sakura dan berteduh di depan gerbang. Ryuu hanya berdecak dan mendorong tubuh gadis itu untuk segera masuk ke rumah. Sakura kebingungan dengan sikap Ryuu.
"Aku hanya kebetulan lewat sana. Masuklah!" jawab Ryuu sambil tersenyum kecil.
Sakura berjalan masuk menuju pintu rumah sambil sesekali menoleh ke arah Ryuu di belakangnya. Ia menatap lama pria yang sudah mengantarnya itu.
"Ryuu-kun! Oyasumi! (Selamat malam)"
Ryuu ikut tersenyum melihat senyuman Sakura. Ia hanya melambaikan tangannya kepada gadis itu.
Dari balik gorden jendela, Sakura memastikan Ryuu sudah masuk ke dalam rumahnya yang ada di seberang rumah gadis itu. Meski Ryuu sudah tidak nampak dalam pandangannya, gadis itu belum juga menutup gorden.
Semenjak Sakura pindah ke Seoul bersama keluarganya, Nishimura Ryuu adalah orang pertama yang akrab dengannya. Ryuu membuat dirinya lebih mudah beradaptasi dengan Seoul karena pria itu berdarah Jepang. Selain itu, Sakura dan Ryuu juga bersekolah di sekolah yang sama. Ryuu adalah tipe pria yang tenang dan tidak terlalu banyak bicara. Namun, Sakura merasa sangat nyaman terhadapnya.
***
"Sakura!"
Pagi itu dari gerbang sekolah, Lee Chaeyeon berlari kencang dengan riang dan melompat ke arah Sakura. Sakura balas menyapa teman sebangkunya itu. Mereka berdua berjalan cepat mengitari halaman depan sekolah yang luas.
"Bagaimana persiapan pentas seni?" tanya Sakura.
"Kau tahu? Aku berhasil membujuk mereka untuk menjadi sponsor acara sekolah kita!" ujar Chaeyeon kegirangan.
"Jinjja?" Sakura terkejut lalu menutup mulutnya. "Daebak! Aku yakin acara kita akan sukses besar!"
"Yaa! Kim Haneul!" seru Chaeyeon sambil melambaikan tangan pada pria di depan mereka berdua.
Haneul tersenyum dan menghampiri para gadis itu. Mereka bertiga lalu berjalan menuju loker.
"Sepertinya ketua OSIS kita harus mentraktir makan malam karena kita baru saja mendapatkan sponsor besar!" goda Chaeyeon iseng sambil bertepuk tangan.
"Ya! Semua tergantung pada kesuksesan acara kita nanti!" balas Haneul pelit sambil tertawa. "Serahkan laporannya padaku di jam istirahat ya!"
Chaeyeon menggigit kesal bibir bawahnya sambil melototi ketua OSIS itu. Sakura hanya bisa tertawa geli.
"Mana Ryuu?" tanya Haneul. "Sakura, kau tidak datang bersamanya?"
Sakura menengok kanan kiri, mencari-cari sosok Ryuu. "Tadi dia datang bersamaku."
Sakura, Ryuu, Chaeyeon, dan Haneul adalah pengurus inti OSIS sekolah mereka. Bulan depan, sekolah mereka akan mengadakan pentas seni akhir tahun sebelum liburan musim dingin nanti. Mereka berempat sedang giat dalam melakukan persiapan pentas. Terlebih lagi untuk Sakura, mengingat ia juga bekerja sambilan pada sebuah restoran Jepang.
Mereka bertiga kemudian berjalan menuju loker masing-masing. Sakura membuka kunci loker dan hendak mengeluarkan beberapa buku dari dalam ranselnya untuk diletakkan ke dalam loker. Namun, sebuah surat terpampang di depan wajahnya. Sakura menaikkan sebelah alisnya sambil meraih surat itu. Ia membolak-balikkan benda tersebut sambil kebingungan. Nama pengirim surat tidak tercantum dimana pun. Ia membuka isi surat dengan begitu penasaran.
Hai, Sakura-San! Aku punya sebuah kejutan untukmu. Ikuti saja isi surat ini dan kau akan menikmati petualanganmu!
Dari pengagum rahasiamu.
Sakura mengernyit. Entah ia harus besar kepala atau justru ketakutan. Berulang kali ia mencari-cari nama pengirimnya. Namun, hasilnya nihil. Sakura tidak yakin entah orang itu memang pengagum rahasia, stalker, iseng, atau justru ada orang yang ingin berbuat jahat padanya. Ia tidak mau cepat mengambil kesimpulan. Gadis itu lanjut membaca isi surat tersebut.
Hari ini aku punya hadiah untukmu. Kalau kau bersedia menerimanya, kau bisa menemukannya di dalam Moon in the Spring.
Sakura mendesah. Ia menatap murid-murid di sekitarnya agar tidak ketahuan.
Haruskah aku meladeninya?

YOU ARE READING
Sakura & Mysterious Letter
FanfictionAku menyukaimu, Sakura-San! Sungguh! Kedua mata Sakura membelalak. Jantungnya berderu kencang secara tiba-tiba. Tanpa sadar ia meremas surat tersebut dan dengan terburu-buru memasukkannya kembali ke dalam loker. Kepalanya memutar kiri dan kanan, mem...