Malam semakin larut. Udara kian dingin. Sakura mengelus kedua lengan yang dibalut sweater putih rajut yang tebal. Ia lalu duduk memeluk kakinya di atas tempat tidur. Di luar jendela, salju turun sangat lebat. Sakura meredupkan lampu tidur di samping tempat tidurnya dan merebahkan badan. Gadis itu menarik selimut hingga menutupi lehernya. Pandangannya kosong menatap langit-langit kamar.
Oshiete, Sakura Chan..... (Tolong katakan padaku)
Kalimat yang diucapkan Ryuu kepadanya masih terus terngiang. Sakura menutup mata kuat-kuat, berharap kantuk segera menghampirinya. Namun, semuanya sia-sia. Gadis itu semakin meninggikan selimut hingga ke batas matanya. Pria itu benar-benar telah sukses menjahilinya.
Sakura kemudian teringat surat misterius di lokernya. Ia mencoba untuk menerka siapa penulisnya. Kemungkinan laki-laki. Menurutnya tidak mungkin seorang anak perempuan mau melakukan hal konyol seperti itu padanya.
Tapi siapa? Sakura mencoba mengingat kembali runtun kejadian dan orang-orang di sekitarnya. Pada saat ia menemukan surat, tidak ada satupun orang di sana yang memerhatikan. Kalau begitu ketika di perpustakaan....
Sakura terduduk dengan cepat. Kim Haneul, sang ketua OSIS ada di sana pada saat itu. Pria itu sendiri yang mengambilkan buku berisi tiket emas kepadanya. Jika itu benar, berarti Haneul...
Sakura menggeleng pelan dan tertawa kecil. Ia kembali menghempaskan tubuhnya ke kasur. Tidak mungkin Haneul penulisnya. Kenapa pria itu mau terang-terangan membantunya mengambilkan buku? Ia tidak mau besar kepala.
Namun, Sakura mengakui bahwa Haneul memang sangat baik. Jiwa kepemimpinan dan keramahannya membuat semua orang menyukainya bahkan menggilainya, termasuk para siswi di sekolah. Pria itu mudah untuk dijangkau sehingga tidak sulit jika ingin menjadi akrab dengannya. Haneul juga selalu membantunya di OSIS apabila gadis itu mengalami kendala atas jabatannya sebagai sekretaris. Selain itu, Haneul lumayan tampan.
Sakura mengerutkan kening.
Tampan....?
Gadis itu tidak menyangka pikirannya sampai sejauh itu. Selama ini, ia belum pernah dengan serius memikirkan visual seorang pria. Ia cepat-cepat menepis pikirannya itu.
Sakura mencoba mengingat kembali kelanjutan kejadian tadi siang. Saat itu di kantin sekolah. Ryuu tiba-tiba muncul di belakangnya. Sepertinya pria itu tidak sengaja mendengar percakapannya dengan Bibi Choi. Ryuu bahkan mendesak Sakura untuk menjawab.
Sakura kembali menggelengkan kepala dengan yakin. Tidak mungkin juga Ryuu penulisnya. Pria itu terlalu terang-terangan. Lagipula, ia dan Ryuu hanya sebatas teman. Meskipun demikian, Sakura juga mengakui bahwa Ryuu adalah pria yang paling dekat dengannya. Walaupun pria itu tenang dan cenderung pendiam, sebagai wakil ketua OSIS, ia memiliki banyak inovasi dan ide-ide cemerlang untuk organisasi. Hanya kepada Ryuu lah, Sakura dapat bebas menunjukkan warna aslinya. Berada di dekat Ryuu, Sakura merasa seperti telah mengenal pria itu bertahun-tahun.
Kalau bukan Haneul dan Ryuu, lantas siapa? Haruskah aku mengecek CCTV?
Sakura perlahan terlelap dalam pikirannya sendiri.
***
Siang itu, lapangan basket indoor sekolah dipenuhi para murid. Pemandangan tersebut bukan hal yang baru lagi, mengingat pemainnya adalah Haneul dan Ryuu. Mereka berdua adalah pemain andalan sekolah. Saat itu, keduanya ditempatkan pada tim yang berbeda sehingga mereka harus bersaing satu sama lain. Murid-murid bersorak dengan penuh semangat sehingga suasana pertandingan menjadi sangat seru.
Sakura duduk di tengah-tengah penonton. Matanya tidak terlepas dari bola basket yang di-dribble ke sana sini. Pada saat itu, Haneul berhasil menguasai bola dan melakukan lemparan jarak jauh. Tim lawan tidak mampu melakukan defense sehingga bola berhasil masuk melewati ring. Sontak seluruh penonton berdiri, melompat kegirangan, dan berseru. Sakura ikut bertepuk tangan sambil melompat kecil.
Dari kejauhan, Haneul melemparkan senyuman lebar pada Sakura. Gadis itu awalnya tidak mengira kalau itu ditujukan padanya. Ia sebisa mungkin memberikan semangat dengan mengepalkan kedua tangannya.
"Haneul-ah, hwaiting!" teriak Sakura dengan riang di tengah hiruk pikuk penonton.
Haneul membalasnya dengan mengepalkan sebelah tangannya. Setelah itu, Sakura baru yakin kalau senyuman itu memang ditujukan padanya.
Di sisi lain, Sakura menengok ke arah Ryuu. Pria itu sedang mengatur napas dengan kedua tangan bertumpu pada lututnya. Pria itu terlihat begitu resah. Raut wajahnya seperti sedang memikirkan teknik lain untuk mencetak skor. Timnya tertinggal dua poin dari Haneul. Melihat wajah Ryuu yang begitu kelelahan, hati Sakura terenyuh. Gadis itu melambai-lambaikan tangannya dari bangku penonton, berharap Ryuu menyadarinya. Pandangan Ryuu secara tidak sengaja menangkap Sakura di ujung sana. Gadis itu mengepalkan kedua tangannya.
"Ganbatte ne, Ryuu-kun!"
Meski terdengar samar, Ryuu tahu apa yang ingin disampaikan Sakura. Pria itu tersenyum kecil ke arah gadis itu sambil terus mengatur napas. Ryuu kembali fokus pada pertandingan.
Melihat Ryuu tersenyum, Sakura menjadi lega. Siapapun yang pada akhirnya menang, keduanya sudah melakukan yang terbaik.
Pertandingan kini memasuki menit-menit terakhir. Kedua tim bermain begitu menggebu-gebu, membuat penonton menahan napas. Atmosfer menjadi semakin menegangkan. Kedua tim tersebut sangat kuat sehingga sulit menemukan celah untuk mencetak skor. Haneul men-dribble bola menuju ring lawan. Namun, dengan cekatan, Ryuu berhasil merebut bola. Pada akhirnya, Ryuu mencetak skor sehingga nilai akhir untuk kedua tim adalah seri.
"Wuahhhh daebak!" seru Chaeyeon di samping Sakura. "Pokoknya siapapun yang menang, salah satunya wajib mentraktir kita. Haneul-ah!!! Ryuu-ya!!!!"
Sakura tersenyum kecil kepada Chaeyeon. Sakura cukup puas dengan skor sementara yang seri itu. Di satu sisi, ia senang melihat Haneul menang. Di sisi lain, ia tidak ingin Ryuu kalah.
***
Bel pulang sekolah berbunyi. Sakura masih akan disibukkan dengan kegiatan OSIS. Gadis itu mengencangkan blazer di tubuhnya dan berjalan cepat menuju loker. Ia sudah sangat tidak sabaran untuk liburan musim dingin ini. Yang tersisa hanyalah persiapan pentas seni akhir tahun sekolah dan ia bisa fokus bekerja sambilan di restoran ramen. Sakura membuka lokernya dan matanya kembali membelalak.
Oh, Tuhan!
Surat yang sama dengan yang ditemukannya kemarin. Sakura melirik ke kanan dan kiri, memastikan agar tidak ada murid-murid yang melihat. Orang tersebut benar-benar niat menulis surat untuknya. Sebenarnya, apa tujuan orang itu? Sakura dengan terburu-buru membuka isi suratnya.
Terima kasih sudah tersenyum padaku. Hari ini, kau adalah sumber kekuatanku, Sakura.
Jantung Sakura berpacu cepat. Nadinya berdesir, membuatnya merinding. Ia memegang kedua pipinya dengan kikuk. Memangnya apa yang telah dilakukannya? Tersenyum? Kepada siapa saja ia tersenyum hari ini? Mustahil jika ia bisa mengingat semuanya.
"Ya! Sakura!" seru Chaeyeon.
Sakura berputar cepat dan mendapati Chaeyeon, Haneul, dan Ryuu berdiri di belakangnya dengan raut kebingungan. Gadis itu dengan tergesa-gesa menutup loker dan tanpa sadar ia melakukannya dengan begitu keras. Ia sendiri kaget mendengar suara kerasnya. Sepertinya, ia telah bertingkah aneh di hadapan teman-temannya.
"Gwaenchana?" tanya Haneul penasaran. "Ayo, kita ke ruang OSIS!"
"Nani o shiteiru no? (Apa yang sedang kau lakukan?)" tambah Ryuu dengan kening berkerut.
Sakura kemudian menyadari sesuatu. Saat di lapangan basket indoor sekolah tadi, ia juga tersenyum pada dua pria di hadapannya itu. Sakura terpaku. Bisa saja kan? Gadis itu menggumam dalam hati.
Apakah itu mungkin?
YOU ARE READING
Sakura & Mysterious Letter
FanficAku menyukaimu, Sakura-San! Sungguh! Kedua mata Sakura membelalak. Jantungnya berderu kencang secara tiba-tiba. Tanpa sadar ia meremas surat tersebut dan dengan terburu-buru memasukkannya kembali ke dalam loker. Kepalanya memutar kiri dan kanan, mem...