First - Tahi Lalat

135 1 0
                                    

Tuut! Tuut! Tuut!

Suara kapal Ferry yang akan segera menyandarkan diri di pelabuhan membangunkan tidur panjang pemuda itu. Matanya mengerjap-ngerjap menyapu kondisi sekitar. Dilihatnya penumpang-penumpang yang lain sudah bersiap dengan barang-barang yang mereka bawa.

"Hmm, bentar lagi kapalnya sandar, ya?" Tanyanya pada diri sendiri. Dilihatnya jam yang melingkar di pergelangan tangannya, jarum pendeknya mengarah di antara angka 3 dan 4.

Pemuda itu bergegas ke kamar mandi untuk mencuci muka terlebih dahulu. Setelah selesai membersihkan apa yang perlu Ia bersihkan, dia kembali duduk dengan tenang di kursinya.

Tak seperti penumpang lain yang membawa banyak barang-barang. Pria itu hanya membawa badan dan satu buah ransel besar untuk pakaiannya. Jadi, dia tidak perlu repot-repot seperti penumpang yang lainnya. Hanya tinggal menunggu kapal bersandar saja.

Merasa bosan menunggu, pria itu memakai ranselnya dan menunggu di jendela kapal. Untuk melihat pemandangan pulau yang akan segera dia kunjungi.

Bola netranya berbinar dengan kilatan pantulan bayangan bangunan-bangunan yang tertata apik di pulau itu. Seakan-akan, bangunan-bangunan di seberang pulau sana seperti menyambut kedatangannya. Sampai pemuda itu merasakan udara sejuk memenuhi paru-parunya. Jika pemuda itu memandang ke bawah laut, ikan-ikan hias dengan berbagai warna lebih mudah Ia temukan dibanding saat di perjalanan. Untuk kesekian kalinya, pemuda itu mengulum senyumnya.

Sebentar lagi... semoga semuanya berakhir di tempat ini. Semoga setelah ini, dunianya diisi oleh sesuatu yang berarti.

***

"Eh," gadis itu hampir terjatuh saat menginjak tali sepatunya sendiri yang tiba-tiba terlepas dari ikatan. Dengan berjongkok, dia pun berniat mengikat kembali dengan kuat agar ikatannya tak terlepas lagi.

Tuut! Tuut! Tuut!

Perlahan-lahan, area di sekitarnya dipadati oleh manusia-manusia yang baru saja keluar dari kapal Ferry yang bersandar. Gadis itu mengikat tali sepatunya cepat-cepat, takut jika orang-orang yang berlalu-lalang tidak memperhatikan dirinya yang sedang berjongkok dan malah menabraknya.

"Selesai."

Satu langkah dia berjalan, dia kembali oleng. Tali sepatunya terlepas lagi.

"Ck, lepas lagi." Dia kembali berjongkok. "Begini kalau terlalu buru-buru, pasti selalu menciptakan hasil yang tidak sempurna." Setelah dirasa ikatannya kuat, gadis itu pun berdiri. Namun...

Bukkk!

"AW!"

Kepalanya seperti dihantam oleh sesuatu yang keras dari atas. Dengan reflek, gadis itu memegangi kepalanya yang nyut-nyuttan. Matanya menilik manusia di hadapannya sekarang dari mulai dada yang kebetulan lurus dengan matanya sampai ujung kakinya. Dilihat dari penampilannya, dia seorang pria.

Gawat, laki-laki!

Alarm dalam dirinya mengingatkan untuk menjauh.

Gadis itu tidak sampai menilik wajahnya seperti apa, kepalanya terlalu sakit untuk didongakkan ke atas. Lagipula, jaraknya terlalu dekat. Akan berbahaya. Ingin menjauh, tapi pemuda di hadapanya lebih dulu mengerti kondisi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 22, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang