1

25 2 1
                                    

"Selamat pagi Bumiku!" sapa Rain, yang disapa hanya fokus ke game diponselnya

Bukan Rain namanya kalo hanya berhenti sampai disini saja, ada seribu satu kata seribu satu kalimat dan seribu satu paragraph yang dapat dia ucapkan pada Bumi

"Kata orang tempat ternyaman untuk pulang adalah rumah. Tapi berbeda denganku. Buat Rain tempat ternyaman untuk pulang adalah Bumi"

"Bermimpilah"
"Gue cuma sampein pesan dari bumi, katanya kalo dia ada tiket roket tujuan ke pluto lo udah dikirim dari dulu. Dari sebelum lo di lahirkan"

Bumi itu memang begitu, irit ngomong, minim ekspresi, sekalinya ngomong bikin sakit hati. Namun, hanya pada Rain tidak dengan yang lain makanya mungkin tingkat ke tebalan hatinya semakin hari semakin tebal untuk menghadapi manusia macam Bumi

Rain tersenyum kecut mendengar ucapan yang keluar dari mulut Bumi, bukan ini yang diharap kannya. " Tahan Rain, kamu strong!!"

"Duhhh gemaynya abang Bumi pujiannya bisa aja nihh. Pedes pedes gurih gimana gitu yaa"
"Boro-boro mau ke pluto, satu langkah ke depan aja udah ngga kuat jauh dari Bumi apalagi harus ke pluto. Bisa hilang mungkin"

"Itu jauh lebih baik. Setidaknya gue ngga bakal pernah liat lo lagi"

•••

Helaan nafas panjang keluar dari mulut Rain. Ingatannya kembali memutar kejadian dikampus siang hari tadi saat dia tidak sengaja melihat seseorang yang belum dia temui sejak pagi
sedang duduk sendiri dengan ponselnya, selalu

Setiap hari perasaannya kepada Bumi semakin dia sulit mengerti, mengapa dia bisa menyukai laki-laki dengan mulut sepedas bon cabe level 30 di tambah 30 kali lipat lagi pedasnya. Dulu sebelum Rain yakin untuk serius menyukai Bumi dia sempat berusaha untuk menyukai teman sekelasnya. Tapi gagal. Tetap hanya Bumi yang hatinya ingin, tetap Bumi yang ada di pikirannya

Tatapannya lurus kedepan menyusuri alam lamunannya bertemankan langit malam tanpa bintang. Iya, seperti Rain tanpa Bumi

Drttttt drrttttttt

Suara ponsel yang masuk membuyarkan semua lamunan bahagia yang hampir setengah jalan Rain ciptakan bersama Bumi. Lebih tepatnya Rain saja, Bumi tidak

Sial.

Dengan malas dia berjalan mengambil ponsel nya di atas kasur. Tanpa melihat siapa si penelpon tengah malam beginipun dia sudah hapal siapa orangnya

"Apa!" tidak ada basa basi atau sekedar sapaan malam hari yang ramah, dia benar-benar ingin mencak-mencak pada lawan bicaranya sekarang

"Pms buk hahaha" suara tawa meledek dari seberang sana

"Lo ngomong ke inti, apa gue patiin sekarang juga?" mood Rain berantakan seketika hanya karena satu panggilan yang masuk

"Dih galak amat enengnya"
"Oke oke lo cukup dengerin gue ngomong aja, ngga perlu ikut ngoceh. Cukup denger oke"
"Jangan tidur malam-malam, nanti ngantuk"
"Jangan telat makan, nanti laper"
"Kalo udah makannya jangan lupa minum, nanti keselek"
"Kalo tidur dikasur jangan di aspal haha"
Dia berdeham, dia tahu pasti lawan bicara nya sekarang sudah sangat ingin menelannya hidup hidup

"Gue serius kali ini. Dengerin"
"Gue tahu lo pasti lagi ngayalkan sama manusia bon cabe? Gue ngga ngerti kenapa lo bisa seyakin itu untuk terus suka sama dia padahal dia selalu nyakitin perasaan lo. Gue ngga tahu lagi mesti gimana ngomonginnya sama lo karena percuma juga gue cuma buang buang waktu gue dan lo ngga akan ngikutin apa saran gue. Berhenti bermimpi disaat orang yang lo mimpikan ngga pernah ada niat untuk mempunyai mimpi yang sama dengan lo. Lo cuma membuat hati lo jadi semakin sakit saat lo udah tahu bahwa dia ngga pernah ingin lo, dan lo terus memaksakan mimpi lo jadi nyata"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 13, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang