Lee Soo Man memandang Saritem yang masih terbaring lemah di ranjang pasien. Wajahnya sangat gelisah. Meski sebelumnya dia sempat senang sebab dokter mengatakan tidak ada masalah yang gawat pada gadis itu. Pria ini pun sempat yakin Saritem benar-benar segera sembuh. Namun mengapa belum juga ada tanda-tanda siuman?
Dia mendesah. Lee Soo Man duduk sambil merunduk. Di samping pembaringan sang gadis. Sesekali dia masih memandangi wajah gadis yang pada sebagian tubuhnya menancap infus dan alat bantu pernapasan. Dia sungguh tidak tega. Rasa gelisah menjalar mengikuti napas gadis itu.
Kenangan masa lalu pun berpendar. Hari-hari ketika Lee Soo Man mencoba melakukan ekspansi bisnis dengan membuka usaha di Indonesia. Lee Soo Man melihat peluang membuka usaha kuliner sangat besar di negara itu. Negara yang warganya suka makan. Persis di negerinya sendiri.
Apalagi setelah Indonesia dilanda demam K-Pop. Hallyu wave. Banyak orang mulai menyukai kimchi--sejenis sayur hasil dari fermentasi yang diberi bumbu pedas, di mana setelah digarami dan dicuci, sayuran dicampur dengan bumbu yang dibuat dari udang krill, kecap ikan, bawang putih, jahe dan bubuk cabai merah. Dulu dibuat untuk persediaan musim dingin terutama di hari Kimjang, ketika semua orang membuat kimchi dalam jumlah sangat banyak.
Lee Soo Man ingin mengekspor tradisi ini ke Indonesia dalam bentuk mi instan. Maka, selain membuka restoran Korea, Lee Soo Man ingin membangun pabrik mi instan kimchi di negeri yang masyarakatnya mirip orang China, sangat suka mi instan.
Pabrik itu pun berdiri menyusul restoran yang sudah berdiri lebih dulu di kota Surabaya. Lee Soo Man memilih Malang sebagai lokasi mendirikan pabrik mi instannya. Ya, pabrik mi kimchi.
Tapi kemudian pria ini geleng-geleng kepala saat mengenang kisahnya merintis usaha itu. Sebuah kisah kegagalan. Berbeda jauh dengan industri hiburan yang cepat merasuki konsumen budaya pop di Indonesia, usaha mi instannya kalah bersaing dengan pemain lama yang sudah jauh hari menguasai pasar. Wajah pria ini pun murung. Namun hanya sebentar.
Lee Soo Man tersenyum saat mengenang sosok salah seorang dari karyawatinya. Dialah Suratmi. Gadis yang cantik. Lee Soo Man sudah jatuh cinta ketika diperkenalkan oleh seorang stafnya untuk pertama kali. Suratmi bukan hanya menyejukkan hatinya dengan pesona kecantikan yang alami, tapi juga perilakunya yang sangat mengesankan. Di matanya dia sungguh berbeda dengan perempuan Jawa yang lain. Dia mempunyai harga diri. Bahkan cerdas dan taat dengan agamanya. Rajin beribadah. Hormat pada orang lain. Apalagi orang tua.
Lee Soo Man pun tak mampu menahan gejolak hatinya hingga dia pun memutuskan melamar gadis itu. Dia rela menjadi mualaf--meski tidak sepenuh hati memeluk Islam. Mereka pun menikah. Bukan karena kesepian di negeri orang, tapi Lee memang merasa jatuh cinta.
Begitu pula Suratmi. Dia tidak muluk-muluk ingin menikah dengan pria Korea demi harta, tapi cukup dengan cinta. Itulah yang membuat Lee bahagia melebihi segala-galanya. Kebahagiaan yang menghapus kesedihan akibat kegagalannya membangun bisnisnya.
Namun Lee Soo Man bukan tipikal pria Korea yang suka dengan tradisi mail-order brides. Mencari wanita asing untuk dinikahi. Biasanya pria Korea memilih wanita Vietnam, Kamboja, atau Filipina. Namun banyak juga yang mencari perempuan Indonesia. Jumlah mix-marriage ini pun semakin banyak.
Dia pun sedih. Malu. Sebab banyak pria Korea hanya menikah untuk mereguk madunya saja. Sementara perempuan asing yang telanjur mau menikah menelan pil pahit. Sebagian rela diboyong ke Korea tapi kemudian ditelantarkan. Hidup menjadi wangta--orang asing yang dikucilkan. Bahkan, anak hasil perkawinan campuran ini rentan diskriminasi sebab tidak memiliki darah murni Korea.
Meski Pemerintah akhirnya memberikan childcare 100% biaya pendidikan dan perawatan alias gratis tapi sebagian besar nasib mereka nestapa. Lee melihat banyak konseling dan support center untuk mereka, seperti The Seoul Global Center, The Seoul Global Village Center, Multicultural Family Support Center, dan Migrant Workers Supoort Center. Lee pun ingin mendonasikan sebagian kekayaannya untuk kegiatan amal di bidang ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saritem, K-Pop Queen #GrasindoStoryInc
RomanceIni kisahku. Kisah seorang TKW. Tenaga kerja wanita. Saritem. Nama itu pemberian simbok 20 tahun silam ketika aku pertama kali menangis merasakan hawa panas dunia di dusun terpencil di Kepanjen Malang Jawa Timur. Tangisan yang terus terdengar hingga...