I. Awal Mulanya

17.2K 642 35
                                    

Semuanya berawal dari kecelakaan naas yang menimpa ayah gadis kecil itu. Kemudian, disusul sang ibu yang bunuh diri dikarenakan terlilit hutang dan tak sanggup membayar. Lalu, gadis kecil tersebut diasuh di sebuah panti asuhan yang dikelola oleh Bu Anna; sosok wanita yang sangat baik dan menyayangi semua anak asuhnya. Beliau laksana malaikat penolong untuk anak-anak terlantar dan yatim piatu.

Jangan tanyakan apakah gadis kecil itu mempunyai keluarga lain atau tidak. Jelas dia punya. Tapi, mereka lepas tangan. Tidak ada satupun yang mau menampung gadis kecil tersebut. Sungguh malang, bukan?

Setelah tiga tahun tinggal di panti asuhan yang penuh dengan kasih sayang, kini gadis kecil itu sudah berusia tiga belas tahun, dan sepasang suami istri mengadopsinya. Gadis kecil bernama lengkap Noushafarina Nandyra itu tersenyum bahagia saat mendapat keluarga baru.

Namun, senyum manisnya seketika sirna setelah tiba di kediaman keluarga bermarga Hasywaza tersebut. Di keluarga itu, bahkan dia tidak pernah mendapat kasih sayang sekalipun, seperti apa yang dia dapatkan saat di panti asuhan milik Bu Anna. Dia bukan diadopsi, tetapi dibeli untuk dijadikan budak, alias pembantu.

Empat tahun kemudian....

"Eh, bebeb Dyra udah berangkat!" seru seorang cewek berambut hitam legam pendek, berbadan mungil nan pendek pula. Tangan putih mulusnya mendarat apik di bahu sang sahabat yang lebih tinggi lima centimeter darinya. Bisa bayangkan, bagaimana perjuangan gadis tersebut untuk merangkul sahabatnya?

"Ih, jijik gue. Jangan panggil gue gitu, ah! Nanti kalo pacar gue denger, mampus lo, Na!" sahut cewek yang dipanggil Dyra tersebut dengan wajah kusutnya.

Cewek yang dipanggil 'Na' alias Inara, atau berinisial Inara Halwatuzahra, langsung menjitak cantik kepala Dyra, "Gaya banget sih, lo!" Yang disahut ringisan memilukan dari empunya. "Gue aja yang kece badai gini belum dapet. Apalagi lo yang cuma upik abu bulukan!"

Kini giliran Inara yang meringis pilu setelah Dyra menempeleng kepalanya dengan sayang yang berlebihan, "Gue emang upik abu. Tapi, gue upik abu berkelas ya," ujar Dyra sambil mengibaskan rambut panjangnya.

Kemudian, gadis itu melenggang menuju kelas, dengan gaya bak model papan seluncur. Membuat siswa yang melalui koridor yang sama, langsung menuju toilet berjamaah.

"Dih! Cuma jadi upik abu aja belagu lo!" sungut Inara yang iri dengan rambut sahabatnya itu. "Lah? Gue ditinggal?!"

Setelah sekian lama, aku menunggu kedatanganmu kekasih...eh, salah. Setelah sekian lama menatapi jarum jam yang seakan kehabisan daya, akhirnya bel tanda istirahat pertama menggema di seluruh penjuru gedung SMA Garuda tersebut.

Semua murid di kelas itu langsung bersorak. Akhirnya bisa memanfaatkan fasilitas sekolah dengan baik. Ya, betul. Apalagi kalau bukan wifi gratis? Maklum, isinya kaum dhuafa semua. Jadi, mereka lebih memilih bersemedi di dalam kelas berfasilitas wifi gratisan, ketimbang cari makan di kantin.

"Ah, akhirnya istirahat juga. Otak gue udah berasep," ujar Inara mendesah lega di samping Dyra, kemudian memejamkan matanya. "Liat, Dyr. Ada asepnya nggak?" tanya Inara, mencoba menarik seragam Dyra. Namun, ternyata yang dia tarik malah roknya.

Cewek berdarah Bandung itu membuka matanya, dan langsung mendapati Dyra dan dua teman lainnya sedang memanggang roti di kepalanya, dengan buku Kimia yang dijadikan kipas.

"Si anjir! Lo pada mau bakar rambut anti badai gue?!" teriak Inara, langsung terbangun dari singgasananya, menyingkirkan roti tawar yang menempel manja di kepalanya.

"Mubazir kalo asepnya nggak dipake," balas Dyra bodo amat.

"Iya, Na. Kan, jarang-jarang otak lo bisa berguna kek gini," sahut Jessie, yang juga ikut mengipasi kepala Inara yang semakin mengeluarkan asap.

Sweetest 'Sangar' Boy [ DISCONTINUE ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang