Jatuh

28 0 0
                                    


Dinda yang merupakan putri tunggal raja, berjalan kaki menyusuri hutan karena kepenatannya terhadap istana, rasa bosan yang telah lama mengganggu akhirnya mendorong langkah kaki Dinda berjalan tanpa sepengetahuan para pengawal berbadan gagah yang biasa selalu mendampingi. Barisan pohon cemara yang berjejer di lewatinya satu persatu, terdengar pasti suara kicauan burung dan hembusan angin yang berhasil melewati sela-sela daun yang menghalangi teriknya sinar matahari yang menghantam bumi.

"Jika saja aku punya kesempatan untuk memilih, maka aku lebih memilih menjadi orang biasa yang bisa hidup bebas semaunya"

"Akan sangat meng-asyikan jika tidak ada aturan-aturan yang harus aku turuti" Dinda bercakap sendiri di sepinya hutan, sembari menolehkan pandangan mata liar nya keriri dan kekanan kala menikmati indahnya keadaan sekitar, kaki yang saling mendahului antara satu dengan yang lainnya saat menapaki tanah, yang di lapisi rumput-rumput kecil membawa Dinda menemukan pemandangan-pemandangan hutan yang tak pernah ia lihat sebelumnya.

"Astaga, ini sudah terlalu jauh dari istana, apa yang ku lakukan" Dinda menoleh kebelakang melihat kembali jalan setapak yang barusan ia lewati.

"Sebaiknya aku pulang sekarang, sebelum nanti malah tersesat" Lanjut sang putri raja ini bercakap sendiri ketika sadar dari kesalahannya sembari memutar badan dan merubah arah perjalanan.

Sekarang ia mulai sedikit merasa takut akan keberadaanya di hutan ini, ia mulai berjalanan untuk kembali menuju istana, langkah kaki yang awalnya perlahan berubah semakin cepat, kaki mungilnya terus mendorong tubuh untuk sesegera mungkin sampai ketujuan, Dinda mulai berlari-lari kecil karena sadar akan bahaya yang mungkin dapat mengancamnya, sesekali terdengar suara "kraaak" dari ranting pohon kecil layu yang ter injak, bahkan nafas yang awalnya tenang pun menjadi tergesa-gesa. Pandangan mata Dinda menjadi tak beraturan, tatapan matanya mulai mengarah ke segala arah, hingga tak berapa jauh, ketakutannya pun bagai benar terwujud nyata, seolah hal yang mengganggu fikirannya kala berlari menjadi benar-benar terjadi, wajah cantiknya berubah menjadi pucat pasi, terlihat dengan jelas aura ketakutan di wajah yang harusnya berseri itu.

"Mau kemana kau gadis cantik?" Kata seorang pria berbadan besar yang hanya mengenakan baju lusuh tanpa memakai alas kaki, beserta rambut acak-acakan yang menutipi leher belakangnya. Terlihat dengan jelas wajah menyeramkan yang tak ter urus, seperti telah beberapa hari tak tersentuh busa dari sabun yang biasa di gunakan untuk membersihkan diri, dari perawakannya saja Dinda sudah mengetahui, bahwa orang ini memiliki niatan buruk terhadapnya.

"Hahahahah, dia terlihat ketakutan sekali sepertinya" Balas pria lain yang juga terlihat menyeramkan.

Dinda Menoleh karena di kejutkan oleh pria lain berkepala botak yang meyahut di belakannya "Siapa kalian berdua, apa yang kalian inginkan dari ku, tolong jangan ganggu aku"

"Jangan ganggu? Hahahaha", tentu kami tidak akan mengganggu mu, kami hanya ingin membawa mu ke tempat kami, itu saja" sembari menodong kan parang besar yang berwarna sedikit kekuningan karena karat pria berambut panjang itu mengancamnya.

Dalam takutnya otak Dinda seakan terhipnotis oleh ancamana dari dua orang penculik itu, sedikit demi sedikit ia menggerakan kaki untuk berusaha menjauh, ancaman parang besar yang diarahkan ke wajah benar-benar mengintimidasi mentalnya, pandangan mata Dinda hanya tertuju ke arah parang itu, hingga tanpa ia sadari ternyata pria botak yang memang hanya berjarak satu meter di belakangnya ini langsung menyergap, menggenggam dengan erat ke dua tangan dan menekuknya kebelakang tubuh.

"Tolong-tolong" teriak Dinda sembari berontak dengan sekuat tenaga hingga urat dilehernya pun seakan muncul tanda bahwa ia telah benar-benar ketakutan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 19, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Setengah ImpianWhere stories live. Discover now