1.

34 4 1
                                    

"Rereeee..." Teriak Jihan dari bawah. Bunda Rere.

"Iya bunn" Jawab Rere dari atas kamar.

Rere dan keluarganya yang baru saja pindahan dari kota Bandung ke Ibukota harus melakukan aktivitas seperti orang pindahan pada umumnya. Mereka seminggu ini sangat sibuk untuk memindahkan barang barang yang belum tertata rapih dirumahnya. Rere yang juga harus pindah sekolah belum sempat mengurus surat pindahannya. Benar benar merepotkan pindahan itu.

Rere turun dari tangga dan mendapati seorang wanita berpakaian seperti guru sedang duduk manis dengan hidangan teh dan sedikit cemilan. Rere hanya menunduk tanda sopan dan menghampiri bundanya.

"Siapa tuh bun?" Tanya Rere.

"Guru pindahan kamu" Jawab bunda cuek.

"Guru? Bukannya bunda belum ngurus surat pindah aku ya?" Tanyanya lagi.

"Iya, dia yang bakal ngurus surat pindahan kamu" Jelas bunda. Rere hanya mengangguk pelan.

Rere mendekati wanita itu. Dan rupanya wanita itu adalah seorang guru. Dia bahkan mau untuk mengurus surat pindahan sekolahnya karena dia teman ayahnya.

"Jadi ibu ngajar di sekolah yang bakal Rere tempatin?" Tanya Rere.

"Iya Re, ibu ngajar disana dan kebetulan ibu juga teman dekat ayahmu, trus ibu dikasih kabar katanya kamu lagi cari sekolah, yasudah ibu bantu kamu untuk menguras surat suratnya" Jelas wanita itu.

"Oh gitu. Makasih banyak ya bu mau bantuin Rere. Bunda juga ngga bisa bantu banyak karena emang harus ngurus rumah dan lainnya" Ucap Rere tulus.

"Iya sama sama. Panggil ibu, 'Bu Evi' aja ya" Suruh Bu Evi.

"Oke Bu Evi"

Rere sedikit tidak sabar untuk masuk sekolah barunya. Apalagi dihari pertama, apakah ia akan langsung mendapat teman baru atau butuh adaptasi yang sangat lama? Rere harus bersiap siap.

Jam menunjukkan pukul 21.00. Rere turun dari kamar dan menghampiri meja makan. Dibukanya tudung itu dan isinya hanya nugget goreng bekas tadi pagi. Rere kembali ke atas mengambil uang dan pergi keluar mencari makan. Siapa tau ada tukang nasgor lewat tengah malam.

JACKPOT! Rere melihat didepan komplek ada gerobak yang bertempelan sticker tulisan "Nasi goreng Mang Ayup" alhasil Rere menghampiri tukang nasgor tersebut.
"Mang. Nasgor spesialnya satu ya" Pinta Rere.

"Siap neng" Balas Mang Ayup sigap.

Selama menunggu matang, Rere hanya memainkan ponsel nya yang terus mendapat notif pesan. Dia tidak sadar sedari tadi ada orang asing disamping nya yang memerhatikannya sejak tadi.

"Neng. Ini pake acar ngga?" Tanya Mang Ayup.

"Oh, ngga usah Mang" Jawab Rere singkat.

Rere memasukkan ponselnya ke kantong dan segera mengambil nasgornya yang sudah jadi. Ia pulang dengan rasa puas. Tidak dengan pria yang memperhatikan Rere sejak tadi. Ia malah mengobrol dengan Mang Ayup hingga larut malam.

?¿?

Rere bangun pagi dan segera bersiap siap pergi ke sekolah barunya. Ia menggunakan seragam SMA pada umumnya. Tak lupa juga untuk mengepang rambut hitamnya supaya terlihat Rere yang seperti biasa. Rere pamit pergi dan diantar oleh Johan. Ayah Rere.

"Rere masuk ya Yah" Ucap Rere sebelum masuk ke gedung sekolah barunya.

"Baiklah" Balas Johan dengan senyuman.

Rere memasuki gedung sekolah itu sambil melihat lihat sekitarnya. Ia lumayan terkesan dengan bangunan di sekolahnya itu. Rere datang ke sekolah saat jam pelajaran. Jadi tidak ada murid yang berkeliaran di sekitar kelas. Rere merasa suasana di sekolah ini agak sedikit berbeda dengan sekolah lamanya. Entah apa yang membuatnya berbeda tapi intinya Rere merasa berbeda. Akhirnya setelah berjalan cukup lama, Rere menemukan Bu Evi yang baru keluar kamar mandi. Rere menghampirinya dan langsung disambut dengan ramah.

"Daritadi sampe nya?" Tanya Bu Evi perhatian.

"Engga kok bu, baru aja sampe" Jawab Rere canggung.

Bu Evi hanya senyum terpanggut panggut dan langsung mengajak Rere ke ruangan kerjanya. Disini cukup sepi tidak seperti ruang guru biasanya. Tetapi Rere tidak peduli akan hal itu. Rere memahami semua ucapan Bu Evi dari mulai surat yang harus ditandatangani sampai fasilitas sekolah inipun ikut dijelaskan. Rere cukup senang karena guru guru disini sangat ramah. Mungkin itu akan membuatnya betah.

"Bu" Seru lelaki yang berpakaian seragam cukup berantakan.

"Eh Farel. Ada apa?" Jawab Bu Evi.

Rere yang melihat Farel seperti anak tak terurus. Dari segi pakaiannya saja dia sudah berantakan seperti jagoan. Rere hanya diam melihat mereka berbicara sangat santai dan diakhiri Bu Evi menyuruh Farel mengantarkan Rere sampai depan gerbang.

"Ngga usah bu. Rere bisa sendiri. Lagi pula Rere udah hafal jalan keluarnya" Tolak Rere halus.

"Ngga ah Re. Dianter aja ya sama Farel. Sekalian kenalan. Belum kenal kan?" Usul Bu Evi.

Farel hanya memainkan poni panjangnya itu. Rere sendiri cukup canggung untuk menerima tawaran itu. Mengapa harus diantar sih? Rere kan sudah hafal denah sekolahnya. Walaupun tidak seutuhnya.

"Yaudah bu kalo gitu Rere pamit. Makasih banyak ya bu" Pamit Rere.

"Iya sama sama. Anterin tuh Rel" Bu Evi suka melihat Rere yang polos seperti itu. Siapa tau bisa membawa pengaruh baik ke anaknya. Farel dari dulu kalau punya pacar selalu tidak beres. Kadang ada yang blangsak kadang juga ada yang bener bener blangsak. Tapi hubungan nya tak berlangsung lama. Karena restu dari sang ibu.

Rere jalan mendahului Farel. Dia cukup canggung untuk mengobrol dengannya. Farel dibelakang hanya terus menatap punggung Rere intens. Farel tahu Rere ini yang beli nasgor di Mang Ayup semalam kan. Ingin dia menanyakan sesuatu ke Rere tapi perasaan canggung yang besar  menguasai hati Farel.

"Makasih banyak udah mau anterin. Saya pamit dulu" Pamit Rere gugup.

"Hooh" Hanya anggukan dan sepatah kata 'hooh' yang Farel ucapkan. Selebihnya dia hanya memutar balik badannya dan kembali ke kelas.

Rere sebenarnya bukan cewe lugu. Tapi jika ada orang yang tidak dikenal rasa sopan nya benar benar muncul. Seperti tadi. Rere rasa Farel dan dirinya seumuran tapi mau tidak mau Rere harus bertutur sopan  terhadapnya.

?¿?

"Re... Turun dulu. Makannya udah jadi nih" Seru Jihan dari bawah.

Rere sedang asyik memainkan ponselnya. Ia sedang bertukar kabar dengan Rara. Sahabatnya di Bandung. Cukup sedih karena baru 1 tahun mereka bersama. Ya mau gimana lagi Rere harus ikut bersama kedua orang tuanya.

"Rere!" Seru jihan lagi.

Rere gelagapan bundanya meneriaki namanya dengan kencang. Buru buru dia langsung kebawah dengan rambut yang berantakan.

"Dipanggil daritadi kok ga turun turun" Dumel Jihan.

"Maaf ngga denger" Ucap Rere.

"Bunda mau pergi ke Bank sebentar. Nanti kalo abangmu pulang langsung suruh makan ya" Pesan Bunda ke Rere.

"Iya bun" Balas Rere singkat. Rere dan abangnya tidak dekat. Maksudnya karena pekerjaan abangnya yang berada diluar kota membuat hubungan persaudaraan diantara mereka jadi kurang akrab. Tapi Rere tetap menyayangi abangnya itu bagaimanapun juga.

"Pantesan masaknya banyak. Orang abang mau dateng" Dumel Rere.

Rere makan begitu lahap. Dia kembali ke atas untuk melakukan aktivitasnya lagi. Terdengar ketukan pintu dan bel bersamaan. Rere turun lagi sambil merapikan rambutnya.

"Iya tunggu"

Rere celingukan diluar tidak ada orang. Lalu siapa kalo bukan abang yang mengetuk pintu? Hantu? Tidak mungkin. Tapi Rere disini belum punya tetangga akrab. Bunda juga belum membuka pengajian. Terus siapa kalo bukan abang?

"BUNDAAAAAAAAAA RERE TAKUTTTT" Teriak Rere sambil lari keatas.

Seseorang yang mendengar teriakannya hanya cekikikan dari luar.

#syabillaplv

REFARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang