Malaysia, 2009
Burung besi itu mulai menurunkan kakinya secara perlahan, mendaratkan tubuhnya di suatu tanah lapang. Satu persatu isi perutnya keluar. Ada seorang gadis kecil yang kegirangan dan takjub begitu ia keluar dari perut burung besi itu. Ini kali pertamanya ia menginjakkan kakinya di Negeri Jiran. Ia tak bisa menyembunyikan kebahagiannya sampai-sampai ia tersenyum kepada hampir semua pengunjung bandara.
Perjalanan menuju hotel ia manfaatkan sebaik mungkin sambil menatap takjub gedung-gedung tinggi pencakar langit. Gadis itu berteriak kegirangan ketika mobilnya berjalan melintasi menara kembar. "Ma, kita harus kesana! Nca pengen naik ke lantai teratasnya!" Ia berbicara seperti anak berumur delapan tahun pada umumnya. Wanita yang disebut Mama itu hanya tersenyum mendengar perkataan anak gadisnya.
*****
Lelaki itu bangun dari tempat tidurnya dan bergegas untuk berangkat sekolah. Dengan langkah yang terburu-buru, ia berjalan menuju mobilnya dan melajukan benda itu menuju sekolah dengan kecepatan tinggi.
Tak perlu waktu yang begitu lama ia pun tiba di sekolah. Ia menghembuskan nafas lega karena dirinya belum terlambat. Diraihnya tas ransel miliknya lalu langkah kaki membawanya menuju ruang kelasnya.
"Hei, Irsyad!" Seseorang menepuk pundaknya dengan keras. Sontak ia menolehkan kepalanya.
"Oh Hai, Rio!" Irsyad melanjutkan perjalanannya menuju kelas.
"Tak pernah-pernah pon kau datang awal" Rio merupakan teman sebangku Irsyad. Lelaki ini merupakan keturunan asli Malaysia. Tak heran jika logat Melayu yang dimilikinya sangat kental.
"Hm, saye denga jikalau para cikgu akan mengadakan lawatan belajar, iye ke?" Irsyad sudah terbiasa menggunakan Bahasa Melayu karena ia sudah menetap di Negeri Jiran sejak dirinya memasuki sekolah menengah pertama.
Rio menjentikkan jarinya di udara, "Aha! Cikgu kate siang nanti. Kalau tak salah, we will going to menara kemba."
Ekspresi wajah Irsyad perlahan berubah. Ia heran, sejak pertama kali ia bersekolah di negeri ini pasti study tour tidak jauh-jauh dari Menara Kembar, Batu Caves maupun Lake Gardens. "Macam tak de tempat laen pon. Asyik menara kemba je."
Rio hanya tertawa mendengar Irsyad yang tak henti-henti menggerutu.
*****
Gadis cilik itu sedang asyik memainkan mainan barunya, sebuah tongkat peri. Saat ini ia dan mamanya sedang berada di halaman depan Menara Kembar, salah satu tempat impian Risya si gadis cilik itu. Ia berlagak seperti seorang ibu peri, menyulap benda yang ada di hadapannya. Tiba-tiba tongkat perinya terlepas dan melambung ke arah seorang lelaki. Benda itu mengenai kakinya. Sontak lelaki itu mengambil tongkat peri milik Risya dan mengedarkan pandangan bermaksud mencari pemiliknya. Risya hanya terpaku di tempatnya. Ia tak punya nyali untuk menghampiri lelaki itu.
Pada akhirnya mata lelaki itu dan mata coklat milik Risya bertemu. Lelaki itu berjalan menghampiri Risya. Ia mengulurkan tongkat itu ke hadapan Risya.
"Is this yours?" Risya hanya mengangguk pelan dan benda itu sudah berada di dekapannya sekarang. Matanya masih menatap lelaki itu intens. "Thank you."
"My name is Irsyad. How about yours?" Lelaki itu tersenyum dan mengacak pelan rambut Risya.
"Risya."
*****
Indonesia, 2017
Pilihan terberat bagi siswa kelas dua belas ialah menentukan jurusan perkuliahan. Tanpa terkecuali Risya. Pada awalnya gadis itu telah memantapkan pilihannya pada sekolah fashion di Perancis. Namun keterbatasan bahasa menjadi salah satu penghalang baginya.
YOU ARE READING
Fragmen Rasa
Short StoryIni bukan tentang Putri Tidur yang terbangun karena ciuman dari pangerannya. Ini juga bukan tentang Putri Salju yang tinggal bersama para kurcaci. Ini semua tentang rasa. Entah rasa yang telah lalu, rasa yang tengah ada atau mungkin juga rasa yang a...