[03] No Way!😿

27 2 0
                                    

Sekilas kelihatan bahwa yang membawa motor sport tersebut, menggenakan seragam sekolah yang sama dengan Zii. Zii hanya bisa mengutuk dan memaki-maki orang itu dalam hati.

Oh astaga! Lihat saja, jika aku menemukan siapa sebenarnya orang itu, akan kusumpahi dia agar motor sport-nya rusak, teriak Zii tapi hanya dalam batin. Oh tentu saja, dia sadar bahwa dia masih di halte, kalau dia berteriak-teriak, mungkin orang sekitar akan mengira bahwa dia orang tidak waras.

Sesaat Zii lupa bahwa kenyataanya bus yang ditunggunya tidak kunjung datang. Lelah, hanya satu kata itu yang dapat menggambarkan apa yang dirasakan Zii sekarang.

"Aha! Mengapa aku tidak memakai jasa taksi online? Kenapa tidak dari tadi kupikirkan?" Gumam Zii kepada dirinya sendiri.

Saat menyalakan handphonenya, dia melihat sekilas ke arah baterai, sekarat. Secepat kilat Zii langsung menekan ini-itu, tapi nihil, usahanya sia-sia. Handphonenya malah mati dan membuat Zii tak punya pilihan selain, pulang dengan jalan kaki ataupun lari.

"Oh dasar kau handphone sialan! Berani sekali kau mengecewakanku! Lebih baik aku cari yang baru saja!" Makinya, tidakkah dia berpikir, bahwa itu tak ada gunanya, toh yang dia maki adalah benda mati bukan? Otaknya sedang korslet saat ini.

Walaupun jarak antara rumah dan halte bus itu bisa digolongkan jauh, Zii tetap pulang menerobos gerimis. Ah, masih baik hujan mau berkompromi dengannya. Tapi, bertolak belakang dengan matahari, kian lama semakin gelap.

•|| Thantophobia ||•

-- Zii's PoV --

Astaga! Hari ini memang benar-benar buruk! Mana bisa ini terjadi padaku?! Kenapa takdir mempermainkanku? Sungguh ini tidak lucu! Bahkan aku harus melangkah kakiku untuk pulang sekaligus menerobos gerimis! Sungguh terlalu!

Untung saja, aku adalah atlet sekolah, sudah biasa bagiku melakukan ini, tapi yang benar saja, sekali lagi, aku harus menerobos gerimis! Kalau kalian tak tahu, aku tidak suka hujan ataupun gerimis.

Hujan ataupun gerimis hanya membawa puing-puing memori menyedihkan yang berusaha ku kubur dalam-dalam. Miris memang, ketika yang lain bermesraan dengan pasangan mereka saat hujan, aku bermesraan dengan bayanganku atau mungkin citraku saat melihat genangan air.

Hujan ini malah membuatku berlarut dalam memori, ya, memori yang mungkin tak akan pernah terlupakan olehku.

Aissh! Berhenti bicara soal kenangan menyedihkan itu, sekarang aku sudah mendekati rumahku, hanya sekitar beberapa langkah saja untuk mencapai rumahku.

Saat aku mendekati rumahku, aku bertanya-tanya (dalam hati) mengapa ada truk yang berisi furnitur-furnitur rumah? Yang ku lakukan hanyalah berpikir keras.

Ah! Kan aku punya tetangga baru. Kira-kira siapa ya tetangga barunya? Hei! kenapa aku sangat peduli? Entahlah aku hanya memiliki firasat yang agak buruk tentang tetangga baru ku itu.

Just a feeling Zii, it's doesn't mean right! Kataku menyemangati dalam hati. Kau tahu? Aku hanya tidak ingin yang menjadi tetanggaku adalah si iblis, ya, Park Jimin.

Saat aku ingin mengetuk pintu rumah, aku tidak sengaja melihat motor sport hitam yang tadi menyipratkan air comberan itu. Hampir saja aku melangkahkan kakiku ke rumah sebelah tapi pintu sudah terbuka, tanpa mengetuk, hebat sekali bukan?

"Astaga non! Apa yang terjadi pada nona? Kok bisa sampai se-dekil ini?" Kata ketua pelayan di rumahku dengan ekspresi khawatir sekaligus terkejut.

Thantophobia ; PjmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang