Hinata terus memandangi ibunya yang terlihat murung. Terkadang, sebuah kebenaran sulit diterima dan hal itulah yang terjadi pada ibunya.
"Hari yang indah dan cerah." Kata Hinata sambil tersenyum untuk memecah keheningan diantara mereka. "Haruskah kita pergi ke pantai?"
Hikari menghentikan langkahnya sebelum masuk ke dalam rumah, lalu berbalik menghadap Hinata. "Ibu masih ingin melihat senyummu."
Hinata memutar bola matanya, lalu tersenyum lebar. "Kapanpun aku akan tersenyum. Oh astaga! Apakah hanya aku disini yang bersikap biasa saja?"
Hikari memegang bahu Hinata, lalu menghela napas panjang. "Ibu tahu ini sangat berat-"
"Aku bisa mengatasinya."
Hikari menatap lurus ke arah Hinata. Anaknya benar-benar yakin dengan ucapannya yang tadi itu. Sebuah perasaan hangat langsung mengalir di dalam dirinya.
"Teruslah tersenyum. Seperti biasa, lakukanlah hal yang membuatmu tersenyum."
Senyum Hinata semakin lebar, lalu memeluk ibunya. "Kau ibu yang terbaik di dunia ini."
Hikari ikut tersenyum dan langsung membalas pelukan Hinata. "Tapi, peraturan tetap berlaku."
Hinata melepaskan pelukannya, lalu mengangguk. "Aku tahu."
Sebuah klakson mobil menghentikan adegan manis antara seorang ibu dan anak.
"Kurasa perbincangannya sudah selesai." Kata Sai sambil menutup pintu mobil.
"Kau sangat mengganggu." Komentar Hinata.
Hikari menatap Hinata. "Kalian akan pergi kemana?"
Hinata tersenyum lebar. "Kami akan pergi ke rumah kecilku! Sai sudah selesai merenovasi atapnya."
Hikari langsung melirik Sai. "Terima kasih, Sai. Aku baru saja ingin menghubungi rekanku untuk mengurusi rumah itu."
"Sebenarnya hanya sedikit saja yang rusak, tapi lumayan fatal jika terlalu lama dibiarkan." Jelas Sai.
"Baiklah!" Kata Hinata bersemangat. "Kita harus segera ke sana, Sai!"
Sai terkekeh melihat Hinata yang berlari kecil menuju mobilnya.
"Dia tidak sebaik kelihatannya." Kata Hikari lemah.
Sai mengerutkan kening. "Tidak ada peningkatan?"
Hikari terdiam sejenak. Pita suaranya seperti enggan mengeluarkan suara. Terlalu sulit untuk dikatakan.
"Ayolah Sai! Aku tak ingin menunggu lama!" Teriak Hinata, lalu tersenyum lebar.
Sai hanya menghela napas melihat tingkah Hinata. Gadis itu tak pernah menganggap sebuah masalah adalah bencana, malah menganggap masalah adalah anugrah. Ia tak habis pikir dengan cara pandang gadis itu terhadap dunia ini dan itulah yang membuatnya selalu ingin berada disisi gadis itu.
"Aku pergi dulu. Kita bisa bicara saat semua keadaan tenang." Kata Sai, lalu membungkuk pamit.
"Kau selalu tahu kalau aku sangat suka kecepatan!" Kata Hinata saat Sai mulai menghidupkan mesin mobilnya.
Sai melirik ke arah Hinata sejenak, lalu melajukan mobilnya kecepatan penuh yang membuat Hinata tertawa lepas.
Hinata membuka jendela kaca mobil dan membiarkan angin menerpa wajahnya.Mata Hinata berbinar saat melihat sebuah rumah berdinding kayu dengan cerobong asap yang membuat rumah tersebut seperti rumah desa di dongeng-dongeng. Ditambah lagi letaknya cukup jauh dari pusat kota dan berada diantara pepohonan Pinus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't Help Falling In Love With You
RomanceCinta bisa terus mengalir walaupun orang yang kita cintai sudah tak lagi disisi. Hal itulah yang terjadi pada Sasuke.