Bab 1

59 8 0
                                    

“Ha?” Velo gak pernah mengalami hal semalang ini dalam hidupnya. Emang sih dia rada tulalit, tapi rasanya gak adil banget mobilnya harus mogok habis dia antar Eyangnya ke Bogor.

“Seriusan lo gak bisa jemput gue.” Katanya setelah menelpon Ara. Harapan terakhirnya buat pulang, habisnya Eva sama Andra sibuk banget.

Ara memutar bola matanya, “Velo, gue bukan mobil derek kali, gue juga gak bisa nolong elo,”

“Yah gimana dong?” velo memberengut. Untungnya ini masih siang jadi dia masih bisa menghubungi banyak tempat. Cuman satu-satunya yang dia pikir saat itu adalah temen-temennya.

Velo mendengar Danny yang bersama Ara menggumamkan sesuatu. “Danny bilang dia bakal nelpon mobil derek, kirim lokasi lo sekarang.”

Velo bersyukur banget Danny itu pacaran sama Ara, secara Danny itu dewasa dan bisa nolong dia sekarang. “Duh, thank you yah. Untung lo pacaran  sama Danny, jadi lo udah jadi manusia sekarang.” Sahut Velo tanpa pikir.

“Emang nya sebelumnya gue bukan manusia?” Suara Ara meninggi.  “Lagian lo kok gak nelpon bokap lo aja. Bego banget sih.”

Velo menepuk jidatnya, “Oh iya ya, kan ada papi.” Dia baru teringat soal papinya. “Gue lupa.”

“Velo!! Kok lo bisa lupa sama bokap lo sendiri sih?” Tanya Ara gemes. “Makanya bodoh tuh jangan dipelihara.” Tawa Danny disebrang kedengaran.

Velo cemberut, “Tau ah. Janji ya lo yang bakal nelpon mobil dereknya.” Katanya.
“Danny udah nelpon.” Sahut Ara pendek. “Udah. Lo pesen grab aja buat pulang, atau naik ojek aja.”

“Kalau gue entat di culik gimana?” tanya Velo kuatir.

“Tenang aja, lo gak bakal sadar kalau lo udah  diculik. Gue yakin lo bakal selamat.”

“Kok bisa?”

“Soalnya mereka sakit asma ngomong sama elo.” Sahut Ara datar lalu mematikan sambungan telpon. Velo langsung cemberut tak berdaya, dia yakin kalau dia nelpon lagi Ara bakal tega buat matiin telponnya.

Jadi Velo hanya bisa masuk ke mobilnya dan menunggu. Belum sampai semenit tiba-tiba Ara nelpon lagi, “Pin lokasinya dikirim, Velo! Jangan bengong!” lalu telpon dimatikan.

Velo manyun namun dia juga heran kok Ara tau kalau dia bengong. Pasti dia punya indera keenam.
***
Colden memacu motor gede hitamnya dengan kecepatan tinggi. Matanya menangkap seseorang yang terlihat familiar dari seberang jalan, dan Colden langsung mengenali siapa itu. Temen Ara yang rada bego, Velo.

Awalnya Colden ingin mengacuhkan cewek itu namun melihat cewek itu jalan di bawah terik matahari sambil panas-panasan dan muka manyun membuatnya sedikit kasihan.

Colden menarik rem lalu berhenti disamping Velo. Velo langsung melompat kaget, “Eits, jangan macem-macem gue entar laporin ke polisi.” Sosor cewek itu langsung.

“Ini gue,” Colden membuka kaca helmnya.

“Gue? Gue siapa? Gue gak kenal dengan yang namanya gue.” Velo membantah, dengan sok garang.

Colden memutar bola matanya, lalu membuka helmnya.

“Ah, Colden.” Katanya lega,dia mengusap dadanya lega.

“Iya gue.” Sahut Colden. Dia menunjuk ke arah boncengan belakang, “Naik.” Dia paling gak suka banyak omong. Kalau dia emang mau nolong, Colden akan menolong.

“Naik? Naik kemana?” tanya cewek itu bengong.

Colden menghela nafas, “Lupakan.” Colden memakai helm.

Velo buru-buru menagkap tangan Colden, dengan cepat dia memohon. “Pliss, anterin gue pulang.” Dilihatnya Colden yang masih datar Velo melanjutkan, “Kalau gak mau sampai nemu  taksi aja deh. Eh, eh tapi gue gak bawa duit boleh pinjem gak?”

Duh, si Colden gak jawab-jawab lagi, Velo udah keburuan panik. Takut Colden ninggalin dia, mana sekarang panas banget lagi, “Pleaseeee!” bujuknya.

“Naik!” perintahnya.

Velo tersenyum senang, “Thanks ya, semoga lo dibalas kebaikannya sama Tuhan.”
“Jangan banyak omong.” Kata Colden. “Gue hitung sampai tiga kalau gak naik gue tinggal.”

Dengan perintah itu Velo langsung buru-buru naik ke motor cowok itu. Ini Colden kalau sifatnya mirip dengan Ara, pasti bakal ninggalin dia langsung. Dan hal yang terakhir Velo inginkan adalah jalan kaki sampai rumahnya.
***
Velo baru nyadar pake motor tanpa helm serem banget. Gimana enggak, Colden ini memacu motornya dengan kecepatan tinggi, mana lewat gang-gang sempit lagi. Velo bingung yang ini dia beneran baru tinggal di Jakarta atau malah udah dari orok. Velo aja kagak tau kalau ada jalan tikus itu.

Sepanjang jalan Velo berdoa supaya dosa apapun yang dia punya diampuni, soalnya dia gak yakin bakal selamat sampai rumah. Dia janji kalau dia selamat dia gak bakal ngaku kalau dia yang kentut waktu hajatan Eyang cuman dia sengaja nuduh mbak Ine.

“Turun!” perintah Colden.

Velo tersadar. “Lain kali tolong bawain helm. Gue kira gue lewat tau.” Gerutu Velo. Cuman gak berani sambil melototin Colden sih, soalnya takut dia bakal dipelototin balik.

Colden ingin membalas, namun dia harus menahan tawanya karena rambut panjang Velo berantakan beberapa helai berdiri seperti kena setrum.

Velo menyipitkan matanya, “Kenapa?” tanyanya, ia buru-buru mengusap rambutnya.

Colden berdeham, “Gak akan ada lain kali lagi.” Lalu tanpa menunggu balasan Velo dia segera memacu motornya pergi.

Velo manyun, ini si Colden belum sempat dia ucapin makasih tapi udah pergi duluan. Emangnya dia dulu gini banget juga ya, sama si Ara. Velo berjalan masuk rumahnya ketika maminya shock.

“Velo, kamu kena angin topan ya? Kok rambutnya kayak orang gila begitu.”
***

Miss Innocent's cold boyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang