Malam ini. Puncak pesta pernikahan kakak perempuanku, Katie Godbertson sedang dilaksanakan. Tentunya banyak orang dari kedua mempelai yang datang untuk sekedar menikmati alunan musik.
Aku menyesap sampanye bersulang ke sekian kali.
"Untuk Katie dan Charlotte." Aidan mengangkat tangan kanan ke udara, tangan kiri mendekap pinggang Diana mesra. Aku tersentak ketika kepalaku semakin berdengung, suara semakin bising, mereka tertawa semakin meyakinkan."Bersulang untuk malam ini." Itu Charlotte. Mencium bibir Katie, menaikan setengah tangan. Aku mengikutinya bersama mereka yang berada dalam lingkaran kepuasan malam ini.
Setengah jam berlalu, aku memilih duduk dikursi berlapis kain berwarna keemasan. Mataku memutar, mereka ada disana. Aku berdiri mengangkat tangan menahan kepala beratku yang sebentar lagi akan jatuh. Baru saja akan keluar dari kursi tubuhku terasa semakin mual. Suaraku tertahan ditenggorokan untuk memanggil temanku, cahaya terang dari ceiling fitting terlihat remang oleh mataku memutar.
Tubuhku selangkah ke belakang ketika keluar dari kursi mencari topangan agar aku tidak mempermalukan pesta ini, akan sangat sulit dipercaya jika aku payah dalam minuman. Disebrang sana aku melihat samar dua orang berjalan mendekat tidak ketinggalan cocktail menemani tangan mereka.
"Baby, selamanya kau akan payah soal minuman." Dia Courtney, sahabat perempuanku sejak sekolah. Aku mendengus menyandarkan dagu dibahunya ketika dia meletakkan gelas dimeja. Tangan naik turun dipunggungku menahan setengah berat badan diriku.
"Terima kasih." Perutku semakin mual. Aku menjauhkan tubuh Courtney memegangi pinggangnya. Tangan dia naik turun dibahu. "Aku baik-baik saja. Aku akan segera kembali." Aku berbalik tanpa bersuara lagi. Bahkan aku belum bisa menyapa orang yang datang bersama sahabatku itu, ah sial apakah dia sudah memiliki kekasih? Aku ketinggalan jauh darinya. Aku mengabaikan suara berat dibelakang.
Setengah berjalan aku terus menggapai pinggiran dinding mukaku semakin memerah tenggorkan juga terasa panas. Masuk di lobi aku tidak peduli lagi kepada mereka yang melihatku dengan tatapan mengerikan, tatanan rambut yang dikhususkan untuk saudara perempuanku sudah hancur. Tanganku mendorong pintu kamar kecil.
Cairan itu keluar, membuat perut menjadi kosong. Aku melihat wajahku, kedua tangan berada dipinggiran menopang setengah badanku yang maju ke arah kaca. Keringat muncul setelahnya, tanganku terulur menarik tisu menyapu dari dahi hingga leher.
Aku tertunduk tidak mau menatap mata biru terangku sendiri yang sekarang begitu mengerikan. Tanganku kembali ke sisi ketika aku membalikkan badan mendengar pintu dibelakang tertutup dan dikunci.
"Apa yang kau lakukan disini?" Seorang pria masuk ke toilet perempuan dan itu kesalahanku karena tidak menutupnya. Pantatku tertahan pada meja toilet senormalnya aku akan lari tapi sudah terlambat.
Dia menegakkan tubuh bersandar dipintu. Tubuh tinggi sekitar 190 sedang bersidekap menelanjangi diriku dengan mata kecil abu-abu yang dia miliki. Kemeja putih membentuk otot lengannya tidak terlalu besar tapi tanganku bisa menyentuh.
Dia menaikan kelopak mata, melihatku seksama. "Kau mengabaikanku?" Oh Tuhan! Suaranya benar-benar membuat bawah sana basah. Mungkin semua wanita akan merasakannya.
Alisku terangkat, aku tidak mengenal siapa dia. "Lebih baik aku tidak menyapa orang yang tidak aku kenal." Aku berbalik badan menuju wastafel. Mencuci tangan menempatkan sedikit air didagu. Tatapan pria itu terus mengawasiku setiap gerakan. Aku berbalik menerobos dirinya tapi dia menahanku.
Aku selangkah mundur, melihat dengan benar sekali lagi.
"Kau bisa panggil aku Jean." Dia begitu tenang mengunci mataku.
KAMU SEDANG MEMBACA
ORIGINAL SIN #2 TSLOE
RomanceAndressa Godbertson, wanita bermata biru terang yang hangat. Mengalami dimana keadaan dirinya harus mewujudkan ucapan suatu permainan yang diucapkan didepan teman-temanya yang sudah memiliki kekasih. 'Memiliki pendonor sperma untuk membuat anak' dim...