#3 Perjumpaan

106 6 2
                                    


Menurut informasi yang Syarif peroleh dari beberapa temannya, Lail juga tengah menghafal Qur’an di Kudus. Maka demi segala ketidakmungkinan yang mencoba dimungkinkan, Syarif sangat berharap bahwa Lail adalah teman Ning Awa, entah apapun definisi yang membuat mereka dikatakan teman, sehingga Lail akan diundang ke acara akad nikah Gus Wafi dan Ning Awa, lalu Syarif dapat mencuri waktu untuk bertemu dan mengutarakan niat hatinya mempersunting Lail.

Lail, tahukah kau urusan paling tidak masuk akal di muka bumi ini?
Benar, Lail! Soal cinta!
Cinta tidak pernah mengenal batas logika.
Segala yang waras dalam sekejap dapat berubah jadi gila.
Maka, Lail, demi cinta yang kupendam kepadamu selama dua belas tahun ini, izinkan aku memohon perjumpaan kepada Semesta. Agar Dia berbaik hati meminjamkan sekian menit saja waktu-Nya untuk kita bisa berjumpa.
Aku Habil yang mati terbunuh sebab mencinai Iklima sepertimu.
Aku Qais yang majnun karena mengharapkan Laila sepertimu.
Dan aku Rama yang hidup mengenaskan sebab bertahan dengan cinta kepada Shinta sepertimu.
Lail, salahkan jika aku ingin kau menjadi Lail-ku?

÷

Masjid Agung Semarang, 30 Desember 2014.

“Mari, Nak Wafi, Istrimu sudah menunggu di belakang.” Tampak Abah menggamit tangan Gus Wafi dan menuntunnya menujuku. Perasaanku tak karuan. Campur aduk. antara bahagia dan, ah… adakah kata yang bisa mewakili untuk mendeskripsikannya?

Tadi, lima menit sebelum akad, aku melihat sekelebat sosok pria itu. Dia berjalan beriringan dengan Kiai Sholeh, Kiai sepuh kharismatik yang kini kupanggil Abah. Dia mengenakan kemeja merah bata dibalut jas berwarna krim. Senada dengan corak sarung yang dia kenakan. Aku tak sempat memastikan apakah itu benar dia. Sebab Umi buru-buru menyuruhku duduk. Prosesi akad nikah akan segera dimulai. Tapi aku yakin jika aku tidak salah lihat.

Kang, kaukah itu?

÷

Lail, sejak menginjakkan kaki di pelataran masjid tadi aku telah celingak-celinguk mencarimu. Menatap dengan awas setiap kali menemukan perempuan berjilbab ungu. Ya, seyakin itu akau bahwa kau pennyuka warna ungu. Pada ambang batas paling tidak waras seperti ini aku hanya percaya instingku, aku percaya bahwa cinta akan membuat kita bertemu. Entah hari ini, atau di lain waktu.

÷

Kang, itu kamu! Aku melihatmu. Kau yang dua belas tahun lalu mengembalikan uang dua puluh ribuku, dan mengatakan bahwa gantungan kunci itu kau berikan untukku sebagai kenang-kenangan darimu. Aku sungguh melihatmu. Kau berdiri satu langkah di belakang seseorang yang sekarang kupanggil…

Suamiku!

÷

Iya, Lail. Ini aku. Lelaki yang dua belas tahun lalu begitu bahagia sebab dapat berjumpa denganmu. Ini aku. Lelaki yang kalah itu. Yang membiarkan tanganmu digenggam sepasang tangan lain yang bukan aku.

Lail, hari ini semesta telah menjawab doa-doaku. Aku dipertemukan denganmu. Meski dalam keadaan yang sama sekali tak kuharapkan. Namun aku tetap senang. Atasmu. Atas pernikahanmu. Dengan sahabatku.

÷

Kang, kenapa kau baru datang sekarang saat aku telah menjadi milik orang? Tak tahukah kamu selama ini aku cemas dihantui ketidakpastian? Segala rindu telah kupendam mati-matian. Menunggumu, menanti keajaiban Tuhan untuk kedatanganmu.

÷

Lail, aku memang pecundang. Selama ini aku tak pernah memiliki keberanian.

Percayalah, Lail. Dia bukan orang lain. Dia sahabatku. Kau akan memiliki hari-hari baik bersamanya. Berbahagialah! Sebab kau pantas untuk berbahagia.

÷

“Syekh,” panggil Syarif. Suasana mulai sepi. Kiai Hamid dan Kiai Sholeh sibuk menyalami beberapa tamu undangan yang berpamitan pulang.

Gus Wafi menoleh. Di sampingnya, Ning Awa tampak sangat anggun dengan balutan gaun putih. Pandangannya menunduk. Tak berani menatap Kang Syarif. Harusnya Ning Awa berbahagia di hari istimewanya. Perempuan mana yang tak mengidamkan Gus Wafi? Sungguh keberuntungan mendapat suami sepertinya.

Nyatanya tidak. Hati Ning Awa sesak. Raganya di sana, rasanya menguap entah kemana.

“Selamat, ya! Ente beruntung sekali mendapatkan bidadari sepert Lail ini. Eehm, maksudku Ning Awa. Eh, Layali Hilwa!”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 23, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Enigma RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang