terima kasih untuk greenchoc
selamat membaca...
----
Pagi itu berjalan seperti pagi pagi biasanya, mentari masih malu malu di ufuk timur, tetapi semua orang di kota sudah ramai menuju urusannya masing-masing. Tidak berlaku bagiku. Pagi itu, aku sudah berdiri di depan kafe di tepi kota sambil membawa tas kecil berisi pekerjaanku sebagai editor sebuah majalah.
"Hei, kau datang lebih awal! Maaf membuatmu sedikit menunggu, silakan masuk." ucap pemilik kafe tersebut masih dengan kaos serta celana yang ia kenakan untuk tidur.
"Apakah pekerjaanmu kali ini cukup banyak? Kau datang lebih pagi dari biasanya." tanyanya sembari berjalan menuju tempat ia membuat kopi.
"Tidak," jawabku
"Sebenarnya aku terbangun lebih pagi dari biasanya. Hanya saja aku takut untuk tidur lagi dan malah melewatkan segalanya, aku memutuskan untuk datang saja kesini lebih awal." jelasku.
"Oh seperti itu, kopi yang biasanya?" tanyanya lagi
"Tidak ku rasa, aku bangun terlalu pagi hari ini."
"Oke, akan aku buat lebih manis untuk pagi ini. Mau tambahan kue?" tawarnya.
"Boleh, terima kasih." balasku kemudian duduk di tempat favoritku
"Sama sama, semangat untuk pekerjaanmu." ucapnya
"Terima kasih banyak."
Aku menghela nafas panjang, lalu menengok ke arah jendela. Jalannya cukup lengang, hanya ada beberapa mobil yang mengarah menuju ke pusat kota. Matahari juga masih menampakkan ujung ujung cahayanya saja.
Kemudian aku menengok jam di tanganku, pukul 04.50, masih cukup pagi. 10 menit lagi matahari akan tampil menerangi setiap celah kota.
Aku memutuskan untuk mengeluarkan satu paket kertas yang sudah aku klip untuk aku edit tulisannya. Jariku memilih kertas yang hanya tersedia dua lembar. Boleh lah, untuk awal lebih baik kita mulai dari kertas yang jumlahnya sedikit.
Begitu aku melihat isinya, rasanya mataku mau keluar dari pelukan kelopaknya. Bahkan mulutku tidak mampu bertahan untuk tetap mengatup.
Setelah selang dua detik mungkin, aku langsung mengerjapkan mata dan menutup mulutku. Aku meletakkan kertas itu di meja dan memijat kepalaku dengan tanganku.
"Apa ini?" keluhku.
"Ada apa Gema?" tanya pemilik kafe tersebut sembari meletakkan kopi dan kue untukku di meja.
"Aku mendapat tulisan milik Alysha, lagi. Oh sungguh, ada apa denganku pagi ini." omelku
"Hahaha, Alysha lagi. Kalau kau tidak mau ganti yang lain saja. Lagi pula pekerjaanmu tidak hanya menjadi editor khusus dia. Dan juga, aku masih penasaran mengapa kau selalu mengeluh jika mendapat tulisan Alysha." saran si pemilik kafe
Lama lama aku jahat menyebutnya pemilik kafe terus, mungkin aku harus menyebutkan namanya.
"Tidak apa Roy, aku akan mengatasi ini. Memang aku saja yang berlebihan tentang kertas ini." ucapku pada Roy.
"Baiklah kalau begitu, aku akan mandi dulu lalu membangunkan teman temanku untuk segera bersiap kerja. Terkadang aku merasa malu kalau kau datang sepagi ini. Kau sudah datang dengan pakaian lengkap, sedangkan aku masih tampil buluk." ungkapnya sambil beranjak pergi.
"Santai saja, kau melebih lebihkan. Sana mandi, aku rasa bau mu mulai mengalahkan aroma kopi dan kue yang kau hidangkan untukku." ledekku.
"Heh, berani sekali hahaha. Silakan menikmati." ujarnya pergi ke lantai atas
KAMU SEDANG MEMBACA
dua cangkir kopi untuk berdua [2/2]
Short StorySegelas kopi panas yang aku minum di meja favoritku di kafe yang jauh dari keramaian kota pada pagi hari memang yang paling nikmat. Apalagi ditemani kue coklat buatan sahabatku tersedia juga. Pagi itu, menurutku terdapat hal yang berbeda tapi segala...