hari-hari biasa

690 101 7
                                    

Alarm digital sudah berdering sejak setengah jam yang lalu. Namun pria tua itu masih berbaring di ranjang besarnya berselimut tebal. Seakan tuli dengan dering alarmnya sendiri, dia tidak terusik sama sekali.

Tiba-tiba pintu terbuka, menampakkan seorang pria kecil dengan rambut acak-acakan dan kaus hitam kebesarannya hingga menutupi boxernya sendiri.

Pria kecil itu naik ke ranjang dan membuka selimut.

"Pi, bangun yuk. Udah hari senin lagi nih"

Masih belum ada respon dari yang tua, yang muda mencubit pipi yang tua berkali-kali, bahkan menariknya juga.

Akhirnya pak Gon merespon dengan menyingkirkan tangan anaknya dari pipinya lalu kembali mengubur dirinya dalam selimut.

Tidak hilang akal, Keita melompat-lompati ranjang papinya hingga tubuh papinya juga ikut terombang-ambing.

"Iya-iya papi bangun. Udah jangan lompat-lompat nanti papi pusing kalo kamu jatuh"

Keita turun dari ranjang dan pergi dari kamar papinya, karena tugasnya membangunkan papinya sudah selesai.

"Kamu apa gak siap-siap sekolah juga?" tanya pak Gon sebelum Keita menutup pintu kamarnya.

"Ih udah makin tua beneran. Kan Keita udah libur wlek" jawab Keita sambil menjulurkan lidahnya.

Dalam hati pak Gon menggerutu, untung anak sendiri ngegemesin pula.

Setelah berpakaian rapi, pak Gon keluar dari kamar. Dia disambut anaknya di meja makan dengan sepiring roti bakar dan segelas susu.

"Kok belum di makan?"

"Ini buat papi" katanya sambil nyengir lucu.

Sambil memakan roti bakar buatan anaknya itu, pak Gon melihat-lihat jadwal kerjaannya hari ini. Meskipun termasuk harpitnas, dia tetap bertanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaannya sebelum libur akhir tahun. Bahkan dia sudah menanti-nanti liburan ini agar bisa menemani liburan anaknya.

"Pi, coba hadap sini"

Pak Gon memutar kursinya menghadap anaknya.

Keita memajukan tubuhnya lalu membenahi kerah kemeja papinya lalu memasangkan dasi berwarna navy yang selaras dengan warna tuxedonya.

"Papi gak mau nyari mami baru lagi? Keita capek harus benerin dasi papi terus." Ini hanya kode dari Keita. Dia gak mungkin lelah hanya menyimpulkan dasi ke kerah papinya.

"Emang Keita mau mami yang kayak gimana?"

Keita mengandai-andai.

"Yang cantik kayak maminya Keita?"

Pak Gon udah mau nangis aja, padahal masih pagi. Dalam hatinya gak ada yang menandingi cantik maminya Keita.

"udah ah, papi mau berangkat dulu"

cup

Pak Gon mengecup dahi anaknya lalu pergi.

"Dadah papi, hati-hati di jalan ya. Nanti langsung pulang jangan mampir-mampir dulu"

Pak Gon hanya melambaikan tangan tanpa menengok. Dia tersenyum miris karena anaknya sudah cukup menggantikan peran seorang istri di rumah. Dia sangat sayang anaknya karena anaknya juga sering menceramahinya layaknya seorang istri. Walaupun ada satu hal yang tidak mungkin anaknya penuhi untuknya.







gak tau kenapa bisa jadi ff ini. gemes aja liat kelakuan keitagon.

Papi Gonnya KeitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang