Chap 1 : Tentang Artha

21 4 0
                                    


Ruangan penuh kursi dengan papan yang masih dipenuhi coretan-coretan panjang, makian serta coletahan memenuhi ruangan itu. Tangisan pilu dikelilingi kursi-kursi yang diduduki dua orang manusia berseragam putih abu-abu. Sedangkan yang lain tampak risih sekaligus jijik melihat gadis yang sedang menangis itu. Bergunjing, menggosip bahkan menghina.

"Dah kesebar aib tuh cewek, tampangnya pengen gue injek"

"Eh masa sih? Benar yah?"

"Katanya pinter padahal kayak murahan gitu,"

"Jadi yang kesebar di gc angkatan tuh dia?"

"Iya, lo nggak tau tuh anak tadi pagi? Sumpah malu-maluin banget. Kaget gue waktu dateng sekolah ngeliat."

Rasanya pagi yang cerah kian mendung saat tangisan makin histeris. Apalagi dikit lagi lonceng akan berbunyi dan wali kelas mereka akan masuk. Kedua temannya hanya bisa mengelus dada, ingin membalas tapi lebih baik menenangkan gadis yang sedang menangis itu, menunggu seorang yang lebih berani dari mereka untuk membalas. Sebenarnya dari tadi Cia gadis yang berambut pendek menahan kekesalan, namun sekuat tenaga menahan.

Di lain tempat, ketukan sepatu yang terdengar buru-buru itu mengalihkan perhatian bagi siswa siswi yang sedang berlalu lalang hingga menepi memberi akses bagi seorang gadis yang tergesa itu. selain itu mereka tak berani menceramahi atau bahkan sekedar menyapa. Takut diceramahi balik.

Kabar bahagia yang minggu kemarin mengguncang seangkatan kelas 12, kini menjadi sorotan yang kembali menjadi pembahasan yang terdengar tidak mengenakan, tersebar di gc angkatan dan bahkan mungkin saja sudah tersebar di gc semua kelas termasuk kelas 11 dan 10.

Kaki gadis kecil itu mendobrak pintu kelas yang tertutup dengan sekali tendangan, semua mata melihatnya terkejut termasuk gadis yang menangis itu. Tak ada kata yang terucap, atau selain basa basi selamat pagi, gadis itu segera melangkah mendekati tiga orang cewek yang adalah temannya dengan tatapan tajam. Aura itu membuat siswa siswi yang tidak berkepentingan memilih keluar. Takut disuruh keluar dengan cara yang tak enak oleh gadis yang baru datang itu.

"Pagi-pagi udah bikin gue maraton cuman gara-gara denger lo nangis dari Cia, bahkan sarapan gue nggak gue sentuh gara-gara lo!" Celotehan panjang lebar itu tak dihiraukan gadis cengeng di depannya malahan tangisnya makin tambah menderas dan menjadi-jadi.

Gadis cengeng itu segera berdiri langsung merentangkan tangan dan memeluk Artha.

"Artha, gue dihina sama Gerry" cukup kalimat itu langsung membuat darah Artha mendidih, tidak gadis itu rasanya ingin memukul cowok yang bernama Garry Gerry itu. Dirinya benar-benar khawatir tadi sampai tak menyentuh sarapannya. Sama sekali tak menyentuh.

"Tha, Gerry nyeberin kata-kata fitnah di gc untuk Wizzy" ucap Cia, menunjuk ke layar ponselnya yang berisi chatan grup angkatan. Semuanya berisi hinaan yang ditunjukan pada Wizzy, gadis cantik itu dihina dan dikatai murahan.

"Nggak cuman itu, Gerry bahkan mutusin Wizzy depan kelas sambil maki-maki dia, tadi gue ngeliat waktu dateng. Dan banyak orang yang nonton itu. Gue mau belahin, tapi saat itu Gerry juga ngancem gue." ucap Lian, memperbaiki letak kacamatanya. Dan semua penjelasan dari Cia dan Lian membuat Artha makin emosi tangannya juga mengepal sampe kuku-kukunya memutih.

Artha melepaskan pelukan Wizzy, gadis itu yakin kardigan yang dikenekannya basah karena air mata Wizzy, tidak semuanya hanya pada bagian bahu kanannya saja yang terasa basah.

"Cia Lian, bawa dia ke UKS gue rasa suhunya agak panas." Artha dapat melihat keduanya mengangguk. Keadaan Wizzy tak dapat dibilang baik, dia hancur, matanya tak seceria seperti biasa. Senyumnya bahkan tak tampak.

ArthaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang