12. Jika Saja Waktu Bisa Diulang

31 5 10
                                    

Day 2

Angella menahan nafasnya. Kini Ia bersembunyi di belakang meja belajar bekas, tadi buku yang Ia genggam sempat jatuh dan untunglah Angella berhasil mengambil buku itu di waktu yang tepat.

Seseorang berjalan ke arah gudang di villa ini. Suara langkah kakinya terdengar berat dan lamban. Itu suara yang sama seperti suara Si Peneror saat tadi malam mengejarnya. Angella kesal, baru saja Ia kabur dari bahaya, sekarang sudah dihadapkan dengan bahaya lainnya.

Angella kembali pada buku diary itu. Banyak misteri yang harus Ia pecahkan secara sunyi. Ia buka buku itu secara perlahan, sebisa mungkin tidak menimbulkan suara.

Langkah kaki itu berhenti di depan ruangan. Angella refleks terdiam di posisinya. Ia melepaskan sepatunya karena itu dapat menimbulkan suara dan menanggalkannya di tempat tersebut. Ia mengintip dan mendapati Si Peneror sedang berjalan masuk ke dalam gudang.

Angella jelas memiliki rencana, Ia akan merangkak melewati barang-barang hingga menuju pintu gudang sambil sesekali membaca isi bukur diary itu. Ia tak bisa membuang-buang waktu karena Ia sendiri tak yakin apa bisa keluar dari sana atau tidak. Sedangkan di dalam diary ini banyak informasi berharga yang bisa diambil.

Si Peneror mulai berjalan lebih dalam lagi. Langkah kakinya yang lamban semakin mempertegang suasana. Ia nampak mengelus barang yang ada, seperti mengecek debu yang ada.

Beruntunglah Angella karena Si Peneror berjalan ke arah yang lain, alias bukan ke tempat di mana Angella bersembunyi. Saat itu, untuk sementara Angella berpindah tempat dan membaca kembali diary itu. Di sela-sela ketegangan itu pun, Angella tak berhenti berdoa. Ia dalam kepanikan yang besar. Ada peneror di dekatnya, lalu Ia tidak dalam kondisi fit, Ia harus berhati-hati, belum lagi harus fokus membaca isi diary, namun banyak yang Ia pikirkan termasuk kecemasan apakah rencananya keluar dari gudang ini akan berhasil atau tidak.

Jelas, Ia takut tertangkap peneror itu, lalu mati.

Takut akan kematian adalah hal yang manusiawi. Ketujuhnya sekarang ada dalam kondisi yang sama, memikirkan nyawa mereka masing-masing. Mencoba berpikir jernih saat di otak mereka ada banyak pikiran tentang kematian bukanlah perkara yang mudah.

Mereka yang masih muda dipaksa untuk bertahan hidup dengan skill apapun yang mereka miliki. Itu tak semudah kelihatannya.

Angella mengelap peluh yang jatuh dari dahinya, Ia berharap bisa memutar waktu kembali.

.
.
.

"Sekarang!"

Mika berlari keluar dari tempat persembunyiannya, Ia segera menuju ke arah belakang, menjauh dari tempat tersebut. Si Peneror dengan cepat menoleh ke sumber suara dan hendak membidik ke arah Mika. Namun suara lain mengalihkan perhatian Si Peneror.

Splash!

Sebuah batu terlempar ke sungai, Si Peneror memandang ke arah sungai, membuang sepersekian detiknya yang berharga. Saat Ia kembali menatap ke arah di mana Mika lari, gadis itu sudah menghilang dari pandangannya.

Si Peneror menembak 2 kali ke arah di mana Mika pergi tadi. Tapi tidak ada tanda-tanda seorang gadis akan keluar dari sana.

Puas dengan perilaku Si Peneror yang kebingungan mencari Mika, Will keluar dari tempat persembunyiannya dan melemparkan batu ke arah Si Peneror. Pria itu jelas mengalihkan bidikannya ke arah Will.

"Kamu menemukanku, aku kalah," ucap Will seraya mengangkat kedua tangannya seperti orang yang menyerah. Ia perlahan-lahan berjalan mendekati pria yang masih mengarahkan softgun tersebut ke arahnya tanpa bergeming sama sekali.

Mereka semakin dekat, Ia bisa melihat bahwa sosok pria itu memiliki tinggi yang sama dengannya. Pria itu juga menggenggam softgun dengan sangat baik, seperti seorang ahli.

3 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang